"Brukk!" Gue yang memang lagi di kamar langsung turun begitu denger kaya ada barang pecah dibawah dan bener aja, gelas bekas minum Kak Ken tadi pagi jatuh entah gimana ceritanya.
Narik nafas dalam, gue mulai mungutin beling bekas pecahannya sama setelahnya gue pel, kasiankan kalau kena kaki orang, paling kaki gue atau gak Kak Ken, kan yang tinggal juga cuma kita berdua.
Nyebut nama Kak Kendra, sekarang juga udah hampir siang tapi kenapa Kak Ken belum pulang? Katanya cuma sebentar, gak akan lama, nganter terus pulang.
Seketika perasaan gue mulai gak enak, gelas pecah sama Kak Ken yang belum juga dirumah udah gue kaitin kemana-mana, ya memang gak boleh berburuk sangka tapi yang namanya khawatir gimana sih?
Belum lagi Kak Ken nganterin Kak Reza itu ke rumah orang tuanya, mau gak mau Kak Ken pasti ketemu Om Erlangga, besar kemungkinannya, dari awal harusnya gue memang ikut, gimana bisa gue ngelepasin Kak Ken pergi gitu aja?
Selesai beberes, gue kembali naik ke atas dan terus berdiri diambang jendela, merhatiin keluar jalan masih terus nunggu Kak Kendra pulang.
Jam berlalu dan hari mulai menggelap, kekhawatiran gue udah berubah jadi rasa takut, gue yang udah gak bisa nunggu lebih lama lagi langsung ngehubungin Mas Arya sama Mas Ian minta bantuan.
Hal pertama yang gue dapatkan begitu ngelapor ke Mas Arya kalau Kak Ken nganter Kak Reza ke rumahnya adalah bentakan, Mas Arya nanya kenapa gak ada satupun dari kita bertiga yang otaknya jalan?
"Mas akan cari! Adek jangan keluar atau ngebukain pintu untuk siapapun sebelum Ian dateng, Adek ngerti?"
"Heummm!" Gumam gue mengiyakan dan setelahnya panggilan Mas Arya terputus, di kamar gue mulai menggenggam erat kedua tangan gue hanya sekedar menguatkan.
Duduk gelisah dan kembali merapalkan beberapa do'a, gue harus yakin kalau Kak Ken gak akan kenapa-kenapa, gue harus kuat, demi Kak Ken dan demi anak gue.
Hampir setengah jam berlalu, handphone gue yang kembali berdering dan nama Mas Ian tertera dilayarnya membuat gue sedikit bisa bernafas.
"Mas dibawah Dek!" Gue menutup panggilan Mas Ian dan berjalan cepat turun untuk ngebukain pintu.
"Gimana Mas? Udah ada kabar?" Tanya gue begitu pintu gue buka, Mas Ian masuk dan kembali menutup pintu cepat.
"Kali ini Adek gak bisa nunggu disini atau di rumah Ayah sama Bunda, Mas anterin Adek ke rumah orang tua Kendra, disana jauh lebih aman!" Dan kaki gue seakan gak bisa nopang tubuh gue lebih lama lagi.
"Kita keluar sekarang, diluar orang suruhannya Papanya Kendra udah nunggu!"
"Mas!" Gue menggenggam kedua tangan Mas Ian, gue udah gak bisa ngajak kompromi kaki gue lagi.
"Gak papa, Mas ada Dek, kita keluar sekarang." Mas Ian mengusap bahu gue dan memapah gue keluar.
.
.
."Gimana Ian, udah dapet kabar dari Arya?" Tanya Kak Kenza yang sekarang udah ada dikamar gue sama Kak Ken juga.
"Gue belum bisa ngehubungin Mas Arya tapi kalau beberapa jam kedepan belum ada kabar apapun, plan B, gue yang turun!" Gue hanya mendengarkan dengan perasaan udah gak bisa gue jelasin.
Air mata gue bahkan udah tertahan, gue duduk menunggu bahkan hampir kaya orang gila, plan B? Dan ngebiarin Mas Ian ikut turun tangan? Kalau Mas Arya aja belum balik, gimana bisa gue ngirim Mas Ian untuk hal yang sama.
"Plan B? Rian sendiri yang akan jemput suami Rian pulang!" Jawab gue tersenyum miris.
Mungkin gue gak sehebat Mas Arya sama Mas Ian dalam ngatur strategi tapi bela diri gue juga gak kalah bagus, gue dididik mereka untuk inikan? Mereka mendidik gue sekeras itu karena udah pertimbangin semua kemungkinan yang menimpa gue.
"Kamu gila Dek? Gimana bisa Mas_
"Yang mereka mau itu Rian Mas, bukan kalian, untuk apa ngorbanin kalian semua cuma untuk ngebawa Rian kehadapan mereka?"
Gue udah gak bisa nahan diri lagi, mereka semua juga sangat penting untuk gue, kalau memang ini takdir gue? Gue akan terima apapun resikonya.
"Tapi kamu gak sendiri Dek, Mas tahu kamu khawatir, Mas sangat tahu tapi kamu juga gak boleh egois, apa kamu pikir Kendra akan bahagia kalau tahu kamu ikut turun tangan? Bagi Kendra, mungkin mati lebih baik dari pada ngorbanin kalian berdua."
Semuanya kembali hening setelah ucapan Mas Ian, Kak Kenza yang natap gue gak percaya sedangkan Mas Ian yang mengusap wajahnya kehabisan kata, gue juga udah yakin dengan keputusan gue, gue gak mau hidup dengan penuh penyesalan.
"Gimana Mas, udah ada kabar?" Tanya gue karena malam udah semakin larut.
"Dek, kita masih bisa nunggu, kita_
"Nunggu? Mau nunggu apalagi Mas? Nunggu sampai kita gak bisa nyelametin satupun dari mereka?"
"Kunci mobil!" Gue menengadahkan tangan gue ke Mas Ian.
"Kunci Mas!" Minta gue dengan nada suara meninggi, Mas Ian mengusap wajahnya dan dengan berat hati memberikan kunci mobilnya di tangan gue.
Ngambil alih kunci mobil, gue bangkit dari duduk gue berniat keluar tapi langkah gue terhenti begitu handphone gue kembali berdering dengan nama Mas Arya tertera disana.
"Mas dimana?" Tanya gue begitu panggilannya tersambung.
"Mas dirumah sakit, kalian bisa langsung kemari, akan Mas jelaskan semuanya nanti disana." Dan panggilannya terputus.
Rumah sakit? Lagi? Gue menggenggam erat handphone gue dan berangkat bareng Mas Ian sama Kak Kenza kesana, dalam hati gue cuma berharap kalau mereka semua akan baik-baik aja.
Hampir dua puluh menit berlalu, kita sampai dirumah sakit dan gue turun lebih dulu, gue bahkan tanpa sadar sedikit berlari cepat nemuin Mas Arya sekarang.
"Gimana Mas? Kak Ken gimana?" Hampir sama seperti terakhir kalinya, gue berdiri mematung memperhatikan wajah Mas Arya sekarang, kali ini bahkan lebih parah.
"Dek, dengerin Mas baik- baik, yang di operasi di dalam itu Reza!" Kak Reza? Gimana bisa?
"Kak Reza? Gimana bisa Mas? Kalau yang di dalam itu Kak Reza, Kak Ken dimana? Suami Rian dimana?" Gue mulai narik lengan Mas Arya minta penjelasan.
"Mas dateng dan cuma nemuin Reza udah tergeletak di lantai rumahnya Dek, gak ada siapapun disana, orang tuanya atau bahkan Kendra sekalipun." Gue langsung jatuh tertunduk dengan jawaban Mas Arya.
"Kak Ken gimana Kak?" Lirih gue dengan tangan bergetar.
"Kita akan terus nyari Dek, Mas janji akan ngebawa Kendra pulang tapi untuk sekarang, kita cuma bisa berharap Reza bisa selamat, karena untuk sekarang cuma dari Reza kita bisa tahu keberadaan Kendra!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with My Senior (END)
RomanceDinikahin sama mahasiswa cupu aja gue ikhlas tapi kenapa kesannya malah kaya gue yang ditolak? Memang kurangnya gue apa? Kurang tinggi? Apa kurang cupu sama kaya dia?