25. Bingung

6.1K 825 10
                                    

Selain di dunia entertaintment, Abi kini mulai merambah sepak terjangnya ke dunia bisnis. Bersama dengan kawannya sewaktu sama-sama menekuni bidang model dulu—namun ia lebih memilih untuk menekuni bisnis keluarga dibanding melanjutkan menjadi model, Abi belajar banyak hal mengenai bisnis.

"Thanks ya, Dam, udah banyak bantuin gue," ujar Abi seraya menepuk bahu kawannya, Damar.

"Kayak sama siapa aja lu, Bi," jawabnya.

"Berterimakasih mah emang harus sama siapa aja lah, Dam. Mau orang terdekat atau bahkan sama yang gak dikenal sekalipun."

Damar tersenyum. "Ini nih yang bikin gue betah berkawan sama lu," ujarnya.

"Tapi, Dam, lu gak tanya kenapa gue tahu-tahu mau nyoba bisnis? Lu gak curiga kalau gue lagi bermasalah atau gimana gitu?" tanya Abi.

Damar menggeleng. "Gue tahu lu selalu mempertimbangkan sesuatu dengan matang. Lagian, kalaupun lu bermasalah pasti gossipnya juga udah ramai di TV kali, Bi. Jangankan ada masalah, lu jalan sama cewek aja pasti udah heboh."

Abi tersenyum kecut. "Gitu ya risikonya jadi entertainer. Kadang urusan privasi jadi ikut terpublikasi juga."

Damar menaikkan sebelah alisnya menatap Abi. "Eh? Kenapa lu? Lagi deketin cewek tapi takut kena gossip?"

Abi menatap horor ke arah Damar. "Kok lu bisa nanya kayak gitu?"

Melihat ekspresi Abi, Damar tertawa. "Kenapa? Tebakan gue bener?" tanyanya lagi.

Abi menghela napas sejenak seraya menyandarkan punggungnya di bantalan sofa. "Gak sepenuhnya bener juga sih," jawabnya.

"Jadi, yang sepenuhnya benar itu gimana?"

Abi menyipitkan matanya menatap Damar. "Ah, lu mah mancing sih," protesnya. Namun tak ayal akhirnya ia menceritakan apa yang dirasakannya terhadap Arumi pada Damar.

Damar manggut-manggut mendengarkan cerita Abi. Sejak mereka kenal dan akhirnya bersahabat, ini kali pertama Abi membahas soal wanita yang menarik perhatiannya. Biasanya, kalaupun Damar menggodanya dengan membawa gossip perihal kedekatannya dengan seorang wanita yang juga dari kalangan selebritis, Abi langsung menepisnya. Maka dari itu, Damar yakin kali ini Abi pasti benar-benar jatuh cinta pada wanita itu, tapi masalahnya Abi tak yakin dengan dirinya sendiri.

"Jadi lu merasa gak pantas buat dia nih, Bi?" tanya Damar setelah Abi selesai dengan ceritanya.

Abi mengangkat kedua bahunya bersamaan. "Ya gitu dah."

"Oh berarti lu mau kalah sebelum berjuang?" tanya Damar sarkas.

"Ya... nggak... ya... tapi gimana dong?"

"Lu serius ga sama dia? Kalau serius ya lamar."

Abi langsung terkejut mendengarnya. "Ah masa tahu-tahu langsung begitu sih, Dam? Kalau ditolak gimana?"

Damar tertawa kecil. "Ya anggap aja itu risiko. Sekarang gini, Bi, mana yang lebih gak enak, ditolak langsung atau tiba-tiba lihat dia dinikahi sama cowok lain? Kalau ditolak, at least lu udah pakai kesempatan yang lu punya, seenggaknya lu udah usaha dan tahu perasaan dia. Sedangkan kalau dia tiba-tiba nikah sama yang lain gimana? Lu belum berjuang apa-apa tahu-tahu udah diambil orang. Belum lagi kalau misalkan ternyata belakangan lu baru tahu kalau dia juga ada rasa sama lu tapi dia nyarinya yang pasti, gimana?"

Abi terdiam. Damar benar. Entah penyesalan seperti apa yang akan Abi rasakan jika perumpamaan Damar itu benar-benar terjadi. Tapi masalahnya Abi juga merasa jenjang perbedaannya dengan Arumi terlalu jauh. "Gue pikir gue harus perbaiki diri dulu supaya pantas buat dia, Dam."

"Iya, terus ntar pas menurut lu diri lu udah pantas nih ya, dia juga udah terlanjur sama orang lain. Lagian ya, Bi, lu mau memperbaiki diri yang kayak gimana? 'Baik' itu subjektif loh. Menurut gue lu baik kok. Gue tahu lah dunia entertain gimana, ada yang pake narkotika lah, yang suka 'jajan' lah, yang penipuan lah, pasti ada aja. Tapi selama ini lu gak aneh-aneh kayak gitu tuh, so menurut gue lu baik," tutur Damar. Pria itu kemudian kembali bertanya pada Abi, "Emang 'memperbaiki diri' menurut lu tuh gimana, Bi?"

Abi tampak berpikir sejenak. "Rajin ibadah? Bakti sama orangtua? Menjalankan perintah-Nya menjauhi larangan-Nya?—"

"Emang gak bisa itu semua dilakuin bersamaan dengan menikah?" potong Damar.

"Ya tapi kan belum tentu dia mau sama gue."

"Ya makanya lu tanya, lu lamar, lu khitbah. Jadi lu tahu dia mau atau enggak jadi pendamping lu. Oke, mungkin lu gak percaya diri karena wanita yang menarik perhatian lu saat ini akhlaknya lebih baik dari lu, tapi lu juga jangan lupa kalau sebagai laki-laki lu harus bisa ambil tindakan, Bi. Memperbaiki diri itu ibadah, nikah juga ibadah, lu nikah sambil memperbaiki diri pahala lu jadi berlipat-lipat, Bi."

Abi seketika langsung dilema mendengar kata-kata Damar. Masalahnya, apa yang dikatakan Damar itu benar, kalau saja Damar asal bicara Abi tidak akan mungkin jadi sepusing ini.

"Lu kenapa persuasif banget sih, Dam. Pantes aja bisnis lu maju," lirih Abi pelan membuat Damar tertawa mendengarnya.

Damar menepuk-nepuk pelan bahu Abi. "Gini aja, lu pikirin dulu di rumah baik-baik. Gue cuma kasih masukan, tapi semuanya balik lagi tergantung sama lu."

Nah itu! Karena sekarang pilihan ada di tangan Abi makanya pria itu jadi semakin pusing. Haruskan Abi mengambil langkah? Atau lebih baik diam di tempat?

Abi menggaruk kepalanya. Sangat mudah untuk jatuh cinta padanya, tapi sangat sulit untuk bisa mendapatkan hatinya, gumam Abi dalam hati.

●●●

To be continue

PREDESTINASI [DaMay Friend's Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang