Abi baru saja pulang ke Jakarta setelah menghabiskan waktu seminggu lebih di Bali karena urusan pekerjaan. Kepalanya masih terasa pening akibat kurang tidur. Untuk itu begitu sampai di rumah Abi langsung menuju kamarnya untuk beristirahat.
Saat hendak merebahkan tubuhnya di ranjang, Abi melihat sapu tangan yang ia pikir telah hilang di jalan tiba-tiba saja sekarang sudah ada di meja samping temlat tidurnya. Abi pun lantas mengambilnya dan mengeceknya. Benar! Sapu tangan itu adalah miliknya, milik ayahnya. Abi merasa heran karena sebelumnya Abi sudah mencarinya tetapi hasilnya nihil, tapi setelah Abi mencoba ikhlas kalau sapu tangan itu hilang justru sapu tangan ini malah kembali padanya.
Ketukan dari luar pintu kamarnya membuyarkan lamunan Abi. "Iya, masuk aja," serunya dari dalam.
Rupanya Erlin yang datang membawakan segelas teh hangat untuk Abi. "Diminum ya, Nak," pesannya.
"Makasih, Bu. Oh iya, Bu, ini sapu tangan Abi ketemu dimana ya? Kok tahu-tahu udah ada lagi?" tanyanya.
"Arumi yang kembalikan kesini, kayaknya jatuh pas kita ikut pengajian di panti asuhannya Bu Khansa."
Arumi... gumam Abi dalam hati. Ia harus bertemu dengan gadis itu nanti untuk mengucapkan terima kasih.
"Tapi sayang waktu Arumi kesini kamu masih di Bali, padahal itu terakhir kali Arumi kesini untuk pamit kalau dia akan pergi dan menetap di Jepang entah sampai kapan."
"HAH? A-arumi ke Jepang? Kapan berangkatnya, Bu?" Abi benar-benar terkejut mendengarnya. Kenapa harus kabar ini yang ia dengar saat ia baru saja kembali ke Jakarta.
Erlin mengangguk. "Kemungkinan sih hari ini dia berangkatnya, tapi Ibu gak tahu pasti waktunya jam berapa."
Abi langsung mengenakan kembali maskernya lalu mengambil jaket dari dalam lemari juga kunci motornya dari dalam laci. "Bu, Abi pergi sebentar ya," pamitnya seraya melesat pergi.
Abi langsung menjalankan motornya. Semoga belum terlambat, do'anya dalam hati.
Abi tiba di rumah kontrakannya Arumi, tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Abi mencoba mematikan mesin motornya lalu turun dan berjalan ke depan pintu. "Assalamualaikum, Arumi," serunya tapi tak ada satu suara pun yang menjawabnya. Arumi gak disini, batin Abi yakin. Ia pun kembali ke motornya lagi dan melanjutkan perjalanannya ke tempat lain.
Abi berinisiatif untuk pergi ke panti dengan harapan Arumi mungkin masih ada disana, namun sayang sekali hasilnya juga sama nihilnya karena menurut penuturan satpam yang berjaga di luar Arumi sudah meninggalkan panti.
Abi menghela napas lelah. Diambilnya sapu tangan yang ia simpan di saku celananya. Kalaupun ia nekat menyusul ke bandara, Arumi bisa saja telah berangkat.
"Kenapa kamu harus pergi, Rum? Aku bahkan tak sempat mengucapkan salam perpisahan," lirih Abi pelan.
"Ooh sapu tangan itu punya Mas ya?"
Abi tersentak mendengar suara itu. Dilihatnya pak satpam yang tadi ditemuinya berjalan menghampirinya.
"Eh iya, Pak, ini punya saya."
"Syukurlah kalau udah balik ke Mas. Kebetulan saya yang nemuin terus saya kasih ke Bu Khansa. Alhamdulillah berarti masih jadi milik Mas itu makanya kembali lagi ke Mas."
Abi terdiam mendengarnya. Kata-kata pak satpam di hadapannya membuatnya tersadar satu hal. If something was destined for you, never in million years it will be for somebody else. Jika memang Allah mentakdirkan sesuatu untuk jadi milik kita, maka tak peduli seberapa jauh jarak dan waktu memisahkan maka kita akan tetap menjadi pemiliknya.
"Terima kasih banyak ya, Pak." Abi kemudian mengambil dompetnya lalu mengambil beberapa lembar uang dan memberikannya pada pak satpam itu. "Ini untuk bapak," ujarnya.
Pak satpam itu langsung menggeleng menolak. "Eeh, gak usah, Mas. Saya ikhlas kok."
"Saya juga ikhlas kok, Pak. Anggap aja ini ucapan terima kasih saya karena pas nemuin sapu tangan ini Bapak gak membuangnya tapi Bapak amankan."
"Sama-sama, Mas, tapi beneran deh gak usah." Bapak itu tetap menolaknya namun Abi pun juga kukuh untuk memberikannya.
"Pak, rezeki gak boleh ditolak. Lagipula ini bukan dari saya kok tapi dari Allah, cuma kebetulan lewat perantara saya aja."
"Tapi, Mas—"
Abi langsung menarik satu telapak tangan pak satpam itu dan meletakkan lembaran uang di atasnya. "InsyaAllah ini pun juga memang sudah menjadi milik Bapak makanya bisa sampai ke tangan Bapak. Sekali lagi terima kasih ya, Pak. Saya permisi dulu."
"MasyaAllah, terima kasih banyak, Mas!"
Dari balik maskernya Abi tersenyum. Ia pun menganggukkan kepalanya seraya pamit pergi. Sesaat sebelum benar-benar menjauh, dari kaca spion Abi masih bisa melihat Pak Satpam itu tengah menelepon. Saking bahagianya, suaranya bahkan terdengar sampai ke telinga Abi yang padahal tertutup helm.
"Halo, Bu, Alhamdulillah Bapak dapat rezeki buat bayaran si Adek! Iya, Bu, alhamdulillah! Berkat do'a Ibu juga."
Abi tersenyum mendengarnya. Allah punya banyak cara dalam mengatur hidup hambanya. Rumusnya cukup sederhana sebenarnya. Jika Allah memberikan sesuatu pada kita itu artinya Allah ingin agar kita bersyukur, dan jika Allah mengambil sesuatu dari kita maka itu artinya Allah ingin kita untuk bersabar. Bersyukur dan bersabar, dua hal itu adalah kunci untuk menjalani kehidupan ini.
Sebelum kembali melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke rumah, Abi mengambil ponselnya. Perihal salam perpisahan yang tak sempat terucapkan, mungkin saja itu berarti masih ada kesempatan untuk sebuah pertemuan lagi. Semoga saja begitu, harapnya.
***
Arumi menarik napas dalam-dalam. Hari ini ia akan meninggalkan Indonesia diantar oleh Ramzi, Lisa, Hakim, dan Nabilla.
"Billa pasti bakal kangen banget sama Kakak," lirih Nabilla seraya memeluk Arumi.
Arumi mengusap lembut puncak kepala Nabilla, "Kakak juga pasti rindu kamu. Ingat, kalau nonton film jangan suka lupa waktu ya," pesannya dan Nabilla mengangguk seraya mengusap air matanya.
Arumi kemudian beranjak ke hadapan Ramzi dan Lisa. "Om, Tante, Arumi pamit ya. Sekali lagi terima kasih banyak untuk semuanya."
Ramzi tersenyum dan mengangguk sementara Lisa memeluk Arumi. "Baik-baik ya disana, jangan lupa sering-sering kasih kabar ke kita ya, sayang," pesan Lisa. "Salam untuk ibumu," lanjutnya kemudian.
Arumi tersenyum dan mengangguk. "Tante juga jaga kesehatan ya," ujarnya. Arumi kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Hakim. "Rumi pamit ya, Bang," pamitnya dan Hakim pun mengangguk.
Usai mengucap salam perpisahan dengan keluarganya di Indonesia, Arumi pun beranjak menjauh. Saat mengantre sedikit untuk melewati petugas pemeriksaan, ponsel di tangan Arumi bergetar menandakan ada notifikasi pesan masuk. Arumi pun lantas membukanya dan sedetik kemudian bibir gadis itu melengkungkan senyum.
Setelah membacanya, Arumi kembali mengunci dan menyimpan ponselnya. Dalam hati, ia mengucap aamiin sebagai balasan untuk pesan yang baru saja diterimanya itu.
Abi: Terima kasih, Arumi. Senang bisa mengenalmu dan sampai jumpa lagi.
●●●
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINASI [DaMay Friend's Story]
Spiritual[Complete] Mapan, tampan, dan dermawan. Paket lengkap yang dimiliki oleh seorang Farrikho Abimanyu hingga membuatnya digilai banyak wanita. Sayang, semua itu ternyata tidak ada artinya di mata seorang perempuan bernama Arumi Saki. Perempuan yang tel...