"Vany boleh pulang, ini obat untuk menghilangkan traumanya. Dan jika ada masalah dengan alter egonya, kamu tahu kepada siapa akan meminta pertolongan"
Axel mengangguk. Ia menerima obat-obatan itu kala selesai mengurus administrasi semuanya. Kini Vany siap untuk pulang ke rumah.
Dari kejauhan dapat dilihat Zeno dan Sarah yang tertawa bersama putri mereka. Menghentikan langkah Axel untuk memasuki ruangan itu.
"Kalian anak papa sedangkan kami tidak"
Kalimat itu sungguh menyakitkan untuk diingat, tetapi itu tidak menyakitkan baginya. Karena dirinya sudah terlalu biasa bersama 2 kembar.
Yang pasti tidak akan sama seperti Vany yang dibesarkan di Jerman, dan sungguh jauh dari kedua kembar. Dan tentu jika adiknya mendengar kata-kata yang terjadi malam tadi, akan menjadi hal terburuknya seumur hidup.
Axel menggenggam erat obat yang berada ditangannya "Gimanapun abang akan selalu ada buat Vany. Dan abang akan nyakitin orang yang membuat Vany tersakiti, karena kebahagian Vany adalah kebahagian abang"
🍁🍁🍁🍁
"Vany pulang!"
Wajah sumringah itu membuat Axel terkekeh kecil dibalik penutup bagasi mobil. Lelaki itu mengeluarkan barang- barang yang lumayan banyak disana, dan akan membawanya masuk.
Teringat bagaimana wajah sumringah Vany, hatinya bergejolak.
"Wajah sumringah itu, abang yakin akan selalu sumringah dan tidak pernah bersedih" batin Axel
Langkah kakinya pun membawanya masuk ke dalam rumah yang sepi. Sarah melihat anak ketiganya itu kesusahan, mengambil sedikit barang bawaannya.
"Eh, nggak usah ma. Biar Axel aja, mama kan capek" bantah Axel
Sarah mengerucutkan bibirnya "Kamu yang capek kali. Udah 2 malam gak tidur jagain tuh putri kecil, sehabis ini. Kamu mandi, nanti mama akan masakin kesukaan kamu. Biar nanti istirahat kamu full"
Axel terkekeh "Iya ma"
Axel akan melangkahkan kakinya ke kamarnya, namun ia bingung kenapa putri kecil mereka mendekati arah perpustakaan. Ia memutar langkahnya menjadi mengarah ke perpustakaan mengikuti Vany yang berjalan dengan gembira.
"Vany?"
Tak ada sahutan, Vany tetap berjalan dengan gembira.
"Vany" panggilan kedua Axel ketika Vany memasuki ruangan perpustakaan. Tak ada sahutan kembali, membuat Axel kembali mengikutinya.
Sampai disebuah gudang. Yaps, Axel tahu gudang itu. Ada bola basket, dan mainan kecil seorang Vany disana. Mata Axel, pupilnya melebar saat melihat sorot mata Vany berwarna biru. Mengingatkannya akan alter ego yang dipunya adik kecilnya itu.
"Jemin?" pangilnya dengan ragu
"Hm"
Sahutan itu membuat Axel mundur beberapa langkah. "Hey, ayo lah. Jangan takut pada gue"
Axel semakin terdiam, hingga punggungnya membentur rak buku yang kokoh.
"Gue bukan hantu kalik, ngapain lo takut sama gue?"
Tepat sekali, Jemin menatap lekat mata Axel. Dan menghampiri lelaki itu dengan santai, sedangkan Axel nafasnya menjadi tidak teratur dan detakan jantungnya berdetak lebih cepat.
Satu demi satu langkah itu mendekat.
"Stop!" ucap Axel memberanikan diri
Jemin bingung, menyilangkan kedua tangannya. "Bagaimana kalau kita teman?"
"Teman?"
Jemin mengangguk "Iya, te.... Ma... N... "
Axel tampak mempertimbangkan penawaran Jemin "Oke kita teman"
Jemij tersenyum. Mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman "Teman"
Axel mengangguk, menerima uluran itu "Teman"
"Kalau gitu gue mau ke kamar dulu" pamit Axel
"Oke, gue mau nyari barang-barang Vany"
🍁🍁🍁🍁
Axel menutup pintu kamarnya dengan tergesa. Jantungnya masih berdetak lebih cepat, dan nafasnya masih tidak beraturan seperti dikejar kejar setan.
"Kita teman" -Jemin
"Teman"- Axel
"Arghhhhhhh, mati gue" teriak Axel frustasi mengingat kata-kata itu.
🍁🍁🍁🍁
Hai.....
Kita teman? Teman 😂:)
Seee you next part
KAMU SEDANG MEMBACA
When I See You Again
Teen FictionBook 2 Cover by @overdosismecin ...................................................................................... Orang yang sama persis bagaikan pinang yang dibelah dua tetapi berbeda sifat. Itulah yang ada di dalam fikiran seorang cowok setel...