26} Draneda Finance

165 14 9
                                    

Gadis kecil itu berlari tunggang langgang. Ditangannya bergelantung selembar kertas yang diketahui berupa sebuah sertifikat piagam kejuaraan lomba matematika. Gadis kecil yang diketahui berumur 9 tahun itu tertawa dengan riangnya menuju sebuah ruangan.

"Ibu lihat, aku juara satu!" pekiknya kegirangan.

Genap 1 hari ia memiliki ibu baru yang cantik dan baik. Kini wanita cantik itu melihat kearah gadis kecil. Dia membawa selembar kertas ditangan mungil gadis kecil itu. Lalu dengan seringaian yang khas ia duduk didepan gadis kecil itu.

"Ibu nggak butuh piagam ini." wanita yang dipanggil ibu itu membuang kertas piagam yang digenggamnya.

Anak kecil itu terenyuh, ia berpikir wanita yang dihadapannya pasti bukan ibunya. Kemarin saat bersama ayahnya ia tak seperti ini. Dia terlampau baik.

"Kenapa? Kamu bingung? Sana pergi! Oh iya, dari pada kamu juara ini itu dan ngeliatin surat piagam kek gini sebaiknya lo banyak-banyak bantu bi Dian." perintahnya dengan nada yang terlampau ketus dan tangannya yang memegang lengan gadis kecil itu sangat erat. Bahkan gadis itu sedikit meringis kesakitan.

"Nyonya!!!" pekik seorang wanita paruh baya yang baru saja menyembulkan kepalanya.

"Tuan kecelakaan!" beritahunya. Gadis kecil itu melepaskan dirinya dan berlari kearah wanita paruh baya itu.

"Bi Dian, Ayah nggak papakan?" wanita yang dipanggil bi Dian malah menatapkan matanya pada wanita yang ia panggil nyonya itu.

"Siapkan pemakamannya, aku nggak punya waktu untuk mengurusnya." ketus wanita yang ditatap itu acuh. "Oh iya, bawa dia keluar dari kamar ini! Aku malas mendengar tangisan bodohnya." lanjutnya lagi.

Gadis kecil berumur 9 tahun itu berlari keluar tanpa disuruh. Ia kemudian menangis tersedu-sedu berlari menuju ayunana dibelakang rumahnya. Ternyata bi Dian juga ikut mengejarnya. "Non Draneda, jangan nangis ya! Ada bi Dian disini." ucapnya sambil memeluk gadis kecil itu.

Gadis kecil itu mengangguk kecil sambil tetap menangis di pelukan bi Dian.

🎵👑🎵

Seminggu setelah pemakaman tiba-tiba saja datang seorang pri berjas yang Draneda tau itu siapa. Dia tak lain dan tak bukan adalah paman Fajar, teman ayahnya yang juga merangkap menjadi kuasa hukum ayahnya.

"Saya kesini ingin menyampaikan surat wasiat Pak Geraldi." ucapannya terpotong kala membuka tasnya dan mengeluarkan selembar kertas.  "Disini tertulis bahwa. 80% kekayaan yang dimiliki pak Geraldi ia wariskan pada Draneda Cresyta Firmoraga. Dan selebihnya didapatkan istrinya. Dengan syarat Draneda harus berumur 15 tahun."

"Tidak, wasiatnya pasti salah!" tentang wanita itu tak terima. "Kenapa anak ingusan ini mendapat lebih banyak kekayaannya dibanding aku?" tanyanya.

"Jika ibu tak percaya ibu bisa melihatnya sendiri. Oh iya, jika ibu berbuat tak baik pada Draneda, saya sebagai kuasa hukum bisa menuntut ibu. Itu yang dikatakan dalam wasiat ini." wanita itu geram dibuatnya. Ia menatap sinis anak yang kini tengah duduk polos disampingnya.

"Oh tentu aku akan memperlakukannya dengan sangat baik!" ungkap sang ibu dengan nada suara yang terkesan diketuskan.

"Baiklah saya permisi." ucap Fajar sambil berlalu pergi.

"Jangan harap aku akan memperlakukanmu seperti tuan putri, bekerjalah untukku! bayaran sekolah bukan hal yang gratis." ucapnya ketus.

Draneda berpikir, ada apa dengan ibunya? Kemana perginya semua peringai baiknya. Bahkan hampir setiap hari Draneda dipaksa melakukan ini itu sampai Draneda telat berangkat sekolah dan mendapat teguran dari gurunya.

I'm Princess ? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang