Ini adalah beberapa minggu ia berada di rumah sakit, dan beberapa hari setelah semua pemeriksaan menunjukkan hasil baik.
Sedari pagi, senyum tidak pernah absen dari wajah Seokjin barang sebentar. Lelaki itu terus mengulum bibirnya. Penyebabnya satu, membayangkan bagaimana ia akan menemui Yoongi di rumah dan berbincang dengannya nanti.
Berbincang kecil saja, sekadar bertanya bagaimana sekolahnya hari ini, atau apakah ia kesulitan, atau tentang adakah tugas yang bisa ia bantu.
Hal kecil seperti itu yang Seokjin harap akan jadi tema dari pembicaraannya dengan sang adik. Hal-hal sederhana yang seharusnya sudah ia lakukan sedari dulu.
"Sudah siap?"
Lamunan Seokjin buyar. Ia menatap ayahnya yang baru kembali setelah mengurus administrasi. Ia mengangguk.
"Sudah. Ayo, Abeoji."
.
.
.
Pintu rumah terbuka, Seokjin berjalan mengekori Dowoon yang ada di depan. Senyumnya merekah, sebab bayang-bayang sang adik yang terus ada di dalam pikirannya.
"Jin, pergilah ke kamar untuk istirahat," titah Dowoon, dan dengan begitu, Seokjin tidak bisa membantah.
"Baik, Abeoji."
Seokjin menurut. ia langkahkan kaki menuju lantai atas. Akan tetapi, bukan untuk pergi ke kamarnya, melainkan kamar sang adik.
Menarik napas panjang, lantas Seokjin mengetuk pintunya.
"Yoon, ini Hyung."
"Yoongi?"
Ada waktu yang cukup lama terlewat, hingga Seokjin memutuskan untuk membuka pintu kamar sang adik.
"Yoon, Hyung masuk" ujarnya.
Mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar sang adik merupakan hal yang Seokjin lakukan sedari tadi. Ia terjebak dalam pikiran, kapan terakhir kali Seokjin masuk ke ruangan ini?
Beberapa bulan lalu, mungkin?
Lelaki itu tersenyum getir. Ia bahkan tidak ingat.
"Hyung?"
Seokjin menoleh. Ada Yoongi di sana dengan handuk di bahunya.
"Wah, bagaimana bisa aku tidak tahu kalau Hyung pulang hari ini." Anak itu tertawa kecil. Tawa jahil yang--jujur saja--Seokjin rindukan.
"Sejak kapan Hyung ada di sini?" Yoongi bertanya.
Seokjin tersenyum tipis. "Belum lama," katanya.
Handuk menganggur yang ada di bahu Yoongi diambil. "Sini Hyung bantu," Seokjin berucap dan mulai mengeringkan surai sang adik.
"Sudah minum vitaminmu?" tanya Seokjin, di sela ia mengeringkan rambut.
Yoongi mengangguk. "Sudah," jawabnya singkat. Yoongi memalingkan pandangannya, berusaha menghindari tatapan hangat dari kakaknya.
Tatapan yang selalu ia inginkan, yang entah kenapa terasa sakit untuk dibalas.
"Hyung ... apa jahitannya sudah kering?" Yoongi bertanya. Sedikit menyumpahi sang bibir yang harus melontarkan pertanyaan tak berbobot. Ia juga punya luka serupa, yang tentu saja tidak harus ditanyakan pada sang kakak.
Seokjin mengangguk. "Tentu saja. Bahkan tidak terasa sakit lagi. Kakakmu ini kuat, tahu," jawabnya dengan tawa kecil.
Seokjin butuh beberapa saat lagi hingga ia selesai mengeringkan rambut sang adik. Setelahnya, lelaki itu mengangkat dagu sang adik, membuat tatapan mereka bertemu pada satu garis lurus.
"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan mengenai ini. Tetapi, tentang ucapanku di rumah sakit waktu itu, aku tidak berbohong," ucapnya.
Yoongi diam, memasang telinganya untuk menjadi pendengar yang baik. Ia tak berniat untuk menyahut. Hanya mendengarkan kelanjutan kalimat yang akan di lontarkan oleh kakaknya.
"Kalau kau punya waktu luang, kita keluar bersama. Bagaimana? Hyung akan berusaha meluangkan waktu," Seokjin melanjutkan.
Tidak ada jawaban dari sang adik, dan itu membuat Seokjin merasa buruk. Seokjin lepaskan telunjuknya dari dagu yang lebih muda.
"Untuk kelakuanku dulu, Hyung minta maaf. Hyung hanya ingin membuat cerita baru, terlepas dari sikapku dulu. Hyung ingin menghabiskan waktu bersamamu, itu saja."
Helaan napas samar terdengar. Semua kalimat yang ia ucapkan membuat dirinya terlihat buruk. Tetapi, memang itu yang terjadi, karena ia tidak pernah menjadi kakak yang baik.
"Tidak apa jika kau belum memaafkan Hyung saat ini. Kau butuh waktu, 'kan? Kalau begitu Hyung keluar dulu. Istirahatlah, jangan terlalu lelah."
Seokjin menundukkan kepalanya. Harapan untuk dimaafkan seolah pupus. Hanya dengan menatap kedua manik sayu Yoongi, Seokjin tahu kelakuannya dahulu bukanlah hal yang bisa membuat dirinya disebut seorang kakak.
Ia menghela napas pelan lalu melangkahkan kakinya menuju pintu. Mungkin lain kali ia akan kembali kemari. Tapi jika, Yoongi tidak ingin memaafkannya, Seokjin juga tak bisa memaksa, bukan?
"Hyung. Kenapa kau meminta maaf?"
"Kata maafmu itu ... untuk apa, dan kenapa aku harus memaafkanmu?"
Kalimat sang adik, Seokjin bisa merasakan tekanan luar biasa di dadanya karena kalimat sang adik.
Yoongi ....
"Aku bahkan tidak pernah berpikir bahwa kau bersalah. Karena itu, kenapa aku harus memaafkanmu?"
Kau kakakku, dan selamanya akan terus seperti itu.
"Hyung bahkan tidak melakukan kesalahan, 'kan?" Diucap dengan senyum lebar yang jarang, atau mungkin tidak pernah Seokjin lihat.
"Yoon--"
"Bisa kau peluk aku, Hyung? Aku rindu pelukanmu, Seokjin Hyung," Yoongi dengan matanya yang memerah karena air mata berucap. Maka, mustahil bagi Seokjin untuk bisa menolak.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY | Brothership ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Ko Yoongi .... Semua ia lakukan hanya untuk mendapat setitik kasih sayang dari sang Ayah. [03-10-19]-[30-12-19]