Seokjin tertegun menatap Yoongi yang telah siap dengan setelan seragamnya. Rahangnya terbuka dengan mata yang tak lepas dari sang adik yang sibuk mengikat tali sepatu.
"Yoon, kau berangkat?" tanyanya heran. Yoongi mengangguk.
"Iya, berangkat," jawabnya.
"Tidak jadi izin saja?"
Pertanyaannya dibalas dengan gelenggan singkat. "Aku berangkat saja Hyung. Tidak enak pada Abeoji jika aku membolos," Yoongi membalas, lalu berdiri. Duduk di salah satu kursi meja makan dan memakan selembar roti dengan khidmat. Tak mempedulikan Seokjin yang menganga di tempatnya.
Padahal, 'kan, Seokjin sudah memberanikan diri meminta izin pada sang ayah. Mati-matian menahan takut karena mengetuk pintu kamarnya di tengah malam, dan akhirnya seperti ini?
Oh, dirinya merasa dihianati.
Lelaki itu menghela napas panjang. Mencoba menepis rasa gemas setengah kesalnya pada si kucing nakal.
"Hyung, ayo antar!" pinta Yoongi yang terdengar seperti perintah. Seokjin mendengus tak suka.
"Sebentar lagi. Lagipula masih pagi," Seokjin menyahut. Masih terlalu pagi untuknya menyelesaikan sarapan paginya pada secepat ini. Ia bahkan belum selesai memakan sepotong roti.
"Pagi untuk Hyung itu siang untuk Yoongi. Ayo cepat, Yoongi hampir terlambat!" yang lebih muda terus mengomel sembari menarik lengan kanan Seokjin. Anak itu mendorong yang lebih tua masuk ke dalam mobil, lalu melemparkan kunci mobil pada sang kakak yang ia ambil dari meja makan beberapa saat lalu.
"Ayo, jalankan!" kali ini, anak itu benar-benar memerintah. Berucap seenak jidat tanpa peduli dengan gerutuan kesal dari yang lebih tua.
Bagaimana tidak kesal, jika ia tidak diperbolehkan untuk bersiap-siap? Bahkan, Seokjin hanya memakai kaos putih pendek dengan celana piyama sebagai bawahan. Kakinya dibiarkan telanjang tanpa alas dan wajahnya belum terkena air sama sekali. Jangan lupakan rambut yang masih berantakan bak digelung ombak itu.
Lelaki itu menggeleng. Adiknya benar-benar menyebalkan pagi ini.
.
.
.
"Kalian berdua segera bersiap. Pukul tujuh kita ada makan malam bersama."
Pukul lima sore, pintu rumah dibuka oleh Ko Dowoon. Lelaki yang kembali ke rumah dengan raut lelah dan kacau yang terlihat jelas pada wajahnya. Suatu hal yang tidak asing dan selalu terjadi ketika ada masalah di kantor, atau sesuatu yang membuat harinya buruk.
"Dengan siapa, Abeoji?" Seokjin bertanya.
"Klien, yang berencana menjadi investor perusahaan."
"Bertiga?" Seokjin bertanya. Karena biasanya, hanya dirinya dan sang ayah yang selalu pergi, jika itu menyangkut kerja sama dengan klien ataupun perusahaan.
"Ya, kalian berdua. Ingat, kita tidak boleh terlambat."
.
.
.
Hampir pukul tujuh, ketika Dowoon dan Seokjin telah siap di dalam mobil. Satu-satunya yang membuat keduanya belum berangkat adalah si bungsu yang terlebih dahulu pergi ke kamar kecil.
"Yoongi belum keluar?" Dowoon bertanya.
Seokjin menggeleng. "Belum," jawabnya.
"Susul adikmu. Minta untuk bersiap lebih cepat."
Seokjin mengangguk patuh. Seperti yang ayahnya minta, ia kembali masuk ke dalam rumah, dan keluar bersama dengan Yoongi di sampingnya.
"Tapi, Hyung. Apa yang harus kulakukan di sana? Ini pertama kalinya bagiku mengikuti acara penting seperti ini."
Seokjin tertawa. "Santai saja. Lagipula, Abeoji yang akan berbicara. Kita hanya harus duduk, sebagai formalitas saja," jawabnya.
"Kau siap?"
Yoongi mengangguk.
"Kalau begitu, ayo segera masuk."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY | Brothership ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Ko Yoongi .... Semua ia lakukan hanya untuk mendapat setitik kasih sayang dari sang Ayah. [03-10-19]-[30-12-19]