6.

8.3K 954 113
                                    

Sesuai apa yang diinginkan oleh Dowoon, transplantasi ginjal akan dilaksanakan malam ini. Ia tidak ingin menunggu lama, ia tidak akan biarkan putranya berada di rumah sakit lebih lama.

"Tuan ...."

Atensinya dari ruang operasi sukses dialihkan. Jo Hanbin, salah satu dari para pekerjanya datang dengan kepala menunduk.

"Pengemudi mobil yang menabrak mobil tuan Seokjin sudah ditangkap," lelaki itu berucap.

Dowoon mengepalkan tangannya. Amarahnya memuncak kala satu kalimat keluar dari mulut Hanbin.

"Lalu?" tanyanya sarat amarah.

"Saat kecelakaan terjadi, pengemudi tengah dalam kondisi mabuk. Aparat memastikan kecelakaan ini murni akibat kelalaian pengemudi mabuk," tutur Hanbin.

Dowoon mengangguk puas. Setidaknya, pengendara mabuk itu mendekam dalam penjara paling cepat selama dua tahun dari hidupnya.

.

.

.

Terhitung tiga jam pintu di depannya tertutup, dan segera setelah lampu indikator ruang operasi padam, Ko Dowoon bangkit dari duduknya.

"Bagaimana, Euisanim?" tanyanya, dan anggukan kecil didapat oleh Dowoon sebagai balasan.

"Transplantasi berjalan lancar sesuai dengan prosedur, Tuan. Sempat terjadi penurunan tekanan darah pada pendonor, namun semua kembali normal. Beruntung, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan pada penerima donor. Hanya tinggal menunggu pasien bangun dan melihat penyesuaian organ barunya."

Senyum tercetak di wajah Dowoon. Hanya dengan mendengar penjelasan dokter mengenai Seokjin, ia dibuat senang tak terkira. Seokjin baik-baik saja, dan itu cukup bagi Dowoon.

.

.

.

Seokjin sudah bangun.

Hal itu yang Dowoon tahu saat dirinya mendapatkan pesan singkat dari Hanbin. Dengan kecepatan kilat Dowoon angkat kaki dari perusahaannya. Ia berkemudi dengan senyum senang yang tercetak di wajah. Tak sabar untuk bertemu dengan Seokjin. Sebab, terhitung dua hari ia tak dapat melihat dua manik indah anak kesayangannya.

Dowoon mengerem laju mobilnya. Melepas kunci dari tempatnya dan segera turun
dari mobil. Lelaki itu segera pergi ke kamar di mana putranya dirawat.

"Jo Hanbin."

Hanbin memalingkan wajahnya, ia segera membungkuk setelah menangkap presensi Dowoon yang berlari mendekat.

"Bagaimana?"

"Tuan Seokjin baik-baik saja, ia tengah menunggu anda di dalam," jawab Hanbin. Dowoon mengangguk puas. 

"Kau bisa pergi," ucapnya dan segera masuk. Hanbin mengangguk patuh, ia membungkuk sopan dan berlalu dari sana. Langkahnya ia pacu dengan cepat menuju ruang rawat Yoongi. Tuan muda kecilnya itu pasti ketakutan. Sebab, tak ada seorang pun yang tengah menemaninya di sana.

Katakan Dowoon memang tak peduli. Dua hari ini, pria itu tak pernah menemani Yoongi barang sebentar. Lelaki itu seakan tidak lagi ingat bagaimana dirinya meminta si bungsu untuk mengalah dan menuruti perkataannya, seakan-akan Yoongi telah ditepis dari kehidupannya.

Selama itu, hanya dirinya. Hanya Jo Hanbin yang datang untuk menemani.

Mungkin terdengar lancang, tapi Hanbin telah menganggap Yoongi seperti adiknya sendiri. Apalagi umur mereka yang hanya terpaut tujuh tahun membuat Hanbin merasa menjadi seorang kakak.

Hanbin menghentikan langkah di depan pintu ruang rawat. Tangannya terulur hendak membuka, tapi ia urungkan karena dokter yang tiba-tiba keluar.

"Euisanim, ada apa?" tanyanya.

Dokter di hadapannya menggeleng.

"Tidak. Saya datang hanya untuk memeriksa," jawab Dokter itu. Hanbin mengangguk paham dengan hembusan napas lega yang keluar. Dengan sopan, pemuda itu membungkuk di hadapan Dokter.

"Terima kasih, Euisanim ...," tuturnya. Dokter di depannya mengangguk. Satu bungkukan sopan dan medikus itu segera pergi.

Tiga kali mengetuk pintu, Hanbin mendorongnya untuk membuat celah. Kepalanya ia selipkan, agar dapat melihat keadaan di dalam ruangan. Senyumnya mengembang kala melihat Tuan mudanya yang melihat ke arahnya.

"Hanbin Hyung?"

"Tuan muda baik? Apa ada yang sakit?" tanyanya. Yoongi sontak menggeleng, ia menatap Hanbin dengan pandangan tak suka.

"Ya ampun, panggilan itu, Yoongi jadi geli sendiri," Yoongi berucap sembari bergidik kecil. Panggilan Tuan Muda atau apalah itu benar-benar membuatnya geli.

Hanbin terkekeh pelan. "Kenapa maker oksigennya dilepas, hm?" tanyanya. 

"Rasanya aneh," Yoongi menjawab, dan setelahnya tawa kecil Hanbin terdengar.

Yang lebih muda mendengus. Apa-apaan tawa itu. Rasanya benar-benar tidak nyaman, kalau mau tahu.

"Apa Seokjin Hyung sudah bangun, Hyung?"

Tawa Hanbin berhenti. Ia mengusap sudut mata yang sedikit mengeluarkan air lalu mengangguk seadanya.

"Ya, tadi. Kalian bangun hampir bersamaan," jawabnya. Alis Yoongi terangkat. Mata sayunya kini beralih berbinar.

"Benarkah? Ayo, ayo, antar Yoongi bertemu Seokjin Hyung!" Yoongi berseru semangat. Namun, senyum bocah itu memudar, ketika Hanbin bungkam. Yoongi menghela napas panjang. Ia tahu. Yoongi tahu betul apa yang terjadi.

"Tidak boleh, ya?" lirihnya sedih. Hanbin tersenyum tipis.

"Kata Tuan Besar, Yoongi boleh bertemu Seokjin Hyung jika sudah keluar dari sini," ia menjawab sekenanya, dan tidak butuh waktu lama bagi binar di mata Yoongi untuk kembali.

"Kalau begitu ayo pulang, Hyung! Aku ingin bertemu Seokjin Hyung!"




Tbc

SORRY |  Brothership ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang