Seokjin masih pada posisinya; duduk bersandar pada kepala tempat tidur, sembari mengelus surai Yoongi, sementara adiknya sudah terlelap sejak beberapa saat lalu.
Lama menatap wajah sang adik membuatnya merasa sendu.
Adiknya begitu baik, lalu bagaimana bisa Seokjin mengacuhkannya?Ia bahkan tak pernah melirik anak ini barang sedikit pun.
Helaian hitam itu ia elus pelan. "Terima kasih," bisiknya, pelan sekali.
.
.
.
14.00
"Yoon, bangun. Kau tidak mau makan siang apa?!"
Seokjin berteriak keras. Lelaki itu menggeleng tak percaya. Bagaimana bisa adiknya ini tertidur, seakan tak terganggu dengan suaranya yang menggelegar dengan begitu kerasnya.
"Yoon-ah ...."
Lelah berteriak dan membujuk, akhirnya Seokjin mengalah. Ia memilih untuk menggoyang tubuh sang adik tanpa tenaga. Dirinya sudah berteriak berkali-kali sejak tadi, tapi adiknya tetap tak mau bangun. Anak itu malah menyamankan tidur dengan menarik bantal menutupi telinganya.
"Aish,terserah! Jangan menangis jika kuguyur air!" dongkol Seokjin. Lelaki itu pergi ke kamar mandi untuk mengambil segayung penuh air. Lihat saja, ia tidak akan main-main dengan ucapannya.
Yoongi yang mendengar suara air berkecipak segera membuka matanya lebar-lebar. Bisa gawat jika Seokjin benar-benar mengguyurnya dengan segayung air.
Akan jadi repot jika ia harus mencuci sprei dan menjemur kasur.Maka, secepat mungkin, anak itu mengubah posisinya menjadi duduk. Mengusap kasar matanya untuk memulihkan kesadaran yang beberapa persennya masih tertinggal di alam mimpi.
"Oh, sudah bangun ternyata ... sayang sekali karena air ini jadi tidak berguna, hm?" Seokjin berujar. Ia tatap gayung di tangannya dengan raut sendu yang menyebalkan.
Terpaksa, ia harus kembali ke kamar mandi untuk mengembalikan gayung beserta air di dalamnya.
"Ayo turun," ajak Seokjin. Ia menarik tangan Yoongi seenaknya, membuat anak itu mencebik lucu. Tapi, saat ia tahu ke mana tujuan sang kakak membawanya, Yoongi spontan berhenti. Membuat Seokjin yang berjalan di depannya ikut menghentikan langkah.
"Kenapa?"
"Tapi Hyung, A-abeoji ..."
Cicitan lirih itu membuat Seokjin menghela napas. Ia beri Yoongi senyum tipis, dan sekali lagi meraih tangan sang adik untuk membawanya menuju ruang makan.
"Abeoji ada di kantor. Tidak perlu takut," Seokjin berujar. Telapak besarnya menepuk puncak kepala Yoongi dengan lembut. Yang mana dalam tepukan lembut itu disalurkan afeksi dan perlindungan.
.
.
.
"Ya, ya! Menunduk!"
"Oh, tidak--terpukul seperti itu pasti sakit ...."
"Bagus! Baguss!!"
"Yaa, kau menang!"
Yoongi bersorak keras sembari mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Senyum lebar terpampang di wajahnya. Ponsel Seokjin yang ada di dalam genggaman ia goyangkan ke kanan-kiri. Jika itu manusia, pasti sudah akan ada bintang berputar di atas kepalanya.
"Senang sekali, Yoon. Teriakanmu sampai ke lantai bawah, kalau mau tahu," Seokjin berucap. Ia mendekat untuk ikut melihat apa yang ada di ponselnya hingga bisa membuat Yoongi berteriak sekeras itu.
Oh? Pantas saja ....
Seokjin mendengus gemas. Ia pikir adiknya itu kesakitan atau apa, karena itu ia buru-buru naik ke kamar. Ternyata, bocah ini sedang menonton pertandingan tinju di kanal sosial media, toh ....
"Hyung, lihat! Sabuknya besar sekali!"
Seokjin hanya memutar bola matanya malas saat Yoongi dengan semangat menunjukkan seorang petinju dunia yang berhasil memenangkan pertandingan.
"Kalau Yoongi yang pakai, berat tidak ya?"
Anak ini ....
Seokjin mati-matian menahan gemasnya. Berusaha agar tidak mengulurkan tangannya untuk mencubit, lalu menggoyangkan kepalanya adiknya ke kiri dan kanan.
"Hyung! Sabuk seperti ini berat tidak?" Yoongi bertanya, dan untuk kali ini, Seokjin harus menahan diri agar jiwanya tidak lepas dari tubuh. Masalahnya, Yoongi bertanya dengan tatapan polos, tepat di depan wajahnya!
"Ya, pasti berat, Yoon. Ukurannya saja sebesar itu. Jika kau yang pakai, bisa dipastikan remuk tubuhmu itu." Tawa jahil Seokjin membuat Yoongi mencebik tak terima.
Tapi jika dipikir memang benar, sih ... bisa remuk tubuhnya jika membawa beban sebesar dan seberat itu.
"Coba saja Yoongi bisa dapat sabuk seperti itu," Yoongi berujar lirih. Alis Seokjin menukik.
"Untuk apa?"
"Agar Abeoji bangga. Yoongi tidak mau terus mendapat pukulan dari Abeoji."
Seokjin tersenyum kecut. Ia mengacak rambut Yoongi lalu membawa adiknya dalam pelukan.
"Tidak perlu sabuk seperti itu jika ingin membuat Abeoji bangga. Jalani saja hidup seperti ini, hm? Hyung yakin, Abeoji pasti bangga padamu. Jika tidak hari ini, besok, mungkin?"
Yoongi mengangguk kecil. Ia melepaskan diri dari kungkungan sang kakak lalu menatap dalam manik Seokjin.
"Hyung."
"Hm?"
"Yoongi ingin merasakan pelukan Abeoji, karena Hyung sering dipeluk, bagaimana rasanya? Apa hangat? Apa menyenangkan? Kemarin Ini Ahjumma memeluk Yoongi, hari ini Seokjin Hyung juga. Rasanya hangat. Senang sekali bisa peluk-peluk."
"Apa Yoongi harus membuat Abeoji bangga dulu baru bisa dipeluk Hyung? Apa begitu?"
Seokjin menggeleng kecil, ia menatap kedua mata penuh binar sang adik. Entah kenapa saat melihat dua manik karamel itu, sesak menderu dadanya. Mendengar ucapan sang adik, nyatanya dapat meremas relung hati Seokjin.
"Rasanya hangat dan menyenangkan sekali. Suatu hari nanti, Abeoji pasti memelukmu. Terlepas dari sesuatu yang bisa membuat Abeoji bangga," ujarnya.
"Tapi sekarang, Hyung dulu yang peluk, tidak apa kan Yoon?"
"Oh? Ya."
Setelahnya, Seokjin kembali menarik tubuh kecil sang adik. Membawanya dalam pelukan, membuat pelukan ini terasa sehangat mungkin.
Pelukan Abeoji hangat, dan kau pasti mendapatkannya Yoongi-ya .... Pasti.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY | Brothership ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed Ko Yoongi .... Semua ia lakukan hanya untuk mendapat setitik kasih sayang dari sang Ayah. [03-10-19]-[30-12-19]