13.

8.1K 923 148
                                    

"Kenapa sampai seperti ini, Jin?"

Seokjin menundukkan kepalanya. Enggan menatap Jeongho yang tengah menatapnya penuh selidik. 

Diamnya Seokjin membuat Jeongho menghela napas. Dengan spontan ia menghilangkan niatnya untuk bertanya. "Ya sudah. Sejauh yang bisa kuperiksa, Yoongi hanya demam yang mungkin akan berangsur turun dalam waktu satu sampai dua hari. Tidak perlu khawatir," ujarnya sembari menepuk bahu lebar yang lebih muda. 

Seokjin mengangguk paham. "Terima kasih, Hyung," ujarnya. 

"Sama-sama, kalau seperti itu aku pergi dulu. Obat pereda demam dan mualnya sudah Hyung taruh di atas nakas," ucapnya. Seokjin mengangguk.

"Biar kuantar sampai depan," tawarnya yang dibalas dengan anggukan.

.

.

.

Seokjin menarik napasnya dalam. Berusaha menetralkan laju napasnya sebelum mengumpulkan niat untuk masuk ke kamar sang adik.

Ia mengulurkan tangannya. Berusaha membuka pintu dengan perlahan agar tak mengganggu tidur adiknya. 

Maniknya mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Kamar ini kosong. Di mana adiknya?

"Yoon--"

"Uhukk!--argh."

Suara itu .... Seokjin segera memacu langkahnya menuju kamar mandi. Entah apa yang terjadi. Tapi khawatir tidak bisa lepas dari hatinya.

"Sialan."

Seokjin mendesis kesal kala mendapati pintu kamar mandi yang terkunci. Ia mengetuknya, hingga beralih menjadi gedoran kala rasa khawatir semakin memuncak.

"Yoon! Buka pintunya!"

"Ko Yoongi!"

Entah sudah berapa kali Seokjin menggedor pintu, dan sebanyak itu juga tak ada jawaban dari dalam. Dirinya khawatir bukan kepalang. Terlebih ketika beberapa waktu berlalu, dan tidak ada lagi suara dari dalam yang bisa ia dengar.

Tak bisa menahan khawatir, Seokjin lantas mendobrak pintu di depannya. Persetan dengan rusaknya engsel, karena saat ini hanya Yoongi yang ada di pikirannya. Dilayangkannya dobrakan keras, dan saat itu pula kedua bahu tegapnya melemas.

Yoongi ....

.

.

.

Ko Dowoon yang tengah membaca majalah di ruang tengah merasa fokusnya dirampas. Mata yang keriput di bagian sudutnya itu dipaksa untuk mengalihkan fokusnya dari bacaan kepada sumber suara langkah yang terburu.

Majalahnya ia lipat dan letakkan ke tempat semula. Lelaki dewasa itu segera berdiri saat melihat Hanbin yang turun bersama Seokjin dan Yoongi yang ada di gendongan si sulung dengan wajah dan bibir pucatnya.

Lelaki itu hanya diam. Seakan terpaku di tempat, Ko Dowoon hanya bergeming ketika Hanbin dan Seokjin melewatinya dengan wajah yang sarat akan khawatir. 

Ada apa?

.

.

.

Ko Seokjin tidak pernah ingin mendengar kalimat yang diucap sang dokter beberapa saat lalu. Adiknya memang baik-baik saja, mual dan muntah tidaklah dianggap sebagai permasalahan serius, namun ...

"Tolong perhatikanlah pasien, sebisa mungkin jangan sampai lengah, terlebih kondisi ginjalnya yang tidak genap sepasang."

Kalimat itu menamparnya. Maksud dari ucapan sang dokter yang saat itu tidak bisa dipahaminya, kini membuatnya tidak lagi bisa menyembunyikan mata merah berairnya, selepas membaca ringkasan rekam medis milik sang adik. Ginjal yang tidak genap sepasang itu, karena dirinya.

Kecelakaannya waktu itu, adalah penyebab Yoongi harus merelakan satu ginjal miliknya untuk Seokjin.

Tatapannya beralih pada Hanbin yang menunduk. Lelaki yang rupanya tahu semuanya memilih untuk diam. Lebih tepatnya, ia dibungkam oleh peraturan mutlak sang majikan.

"Hanbin Hyung, kau sudah tahu?" Seokjin melirih dan Jo Hanbin dalam gemingnya hanya bisa mengucap kata maaf.

"Kenapa tidak ada yang bilang kepadaku? Kenapa kalian menyembunyikan hal sebesar ini?!" teriaknya kalut.

Seokjin menyandarkan punggungnya pada dinding. Matanya memerah, wajahnya kacau setelah mengetahui hal besar yang selama ini disembunyikan darinya.

Sesaat setelahnya, ia terisak lirih.

Jadi ... ia adalah penyebab kesakitan adiknya?





Tbc

SORRY |  Brothership ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang