Chapter 1: Meet Him Again

4.8K 763 92
                                    

Jeongwoo beringsut kembali ke kamar setelah hal membingungkan yang dia alami barusan. Anak laki-laki yang beranjak dewasa itu kini hanya duduk berdiam diri di kursi meja belajarnya seraya menatap bingkai foto berisikan fotonya dengan Haruto.

Kenapa waktu terasa cepat bergulir di saat Jeongwoo sudah nyaman berada dekat dengan Haruto. Kenapa waktu harus mempertemukan mereka jika akhirnya dipisahkan oleh jarak.

Jeongwoo hanya rindu menghabiskan hampir satu harinya selalu bersama dengan Haruto di sekolah seperti dulu. Rindu dengan kejahilan Haruto di kelas. Ia rindu untuk sekedar melihat Haruto main basket dari pinggir lapangan. Rindu bertukar pikiran selama di perjalanan pulang atau sekedar menghabiskan waktu bersama di cafe seperti biasanya.

Ah, dia hanya rindu. Rindu dengan teman—ralat, sahabatnya.

Sedang apa Haruto sekarang? Apa masih ada bayang-bayang SMA di dalam benaknya, seperti apa yang ada di benak Jeongwoo sekarang? Atau hanya Jeongwoo yang rindu sendiri?

"Gue percaya, lo itu salah satu bagian terbaik yang sengaja Tuhan kasih buat gue tapi ternyata Tuhan cuma hadirin lo sesaat. Gue sayang lo, Watanabe Haruto. Take care of yourself!"

Jeongwoo bangkit berjalan menuju balkon rumahnya. Pandangannya tertuju pada salah satu rumah persis di samping rumahnya. Tadi, Ibunya bilang kalau mereka punya tetangga baru. Seperti apa wujud tetangga barunya?

"Woo.."

"Mama? Kenapa?"

Irene mendekat ke arah anaknya sambil tersenyum. "Mama minta tolong boleh?" Tanya Irene membuat Jeongwoo otomatis mengerutkan dahinya. Tumben pakai nanya dulu.

"Boleh. Minta tolong apa?"

Irene menyodorkan kotak makan milik Jeongwoo. "Kasihin buat tetangga sebelah, Woo. Mau ya?"

Jeongwoo mengangguk ragu. "Iya." nanti gue mesti bilang apa ke sebelah?

"Sekarang ya, sayang."

"Sekarang?" Tanya Jeongwoo. Irene mengangguk mantap. "Iya, yaudah Jeongwoo ke sebelah dulu."

Irene menahan lengan Jeongwoo. "Woo, tetangga sebelah punya anak cowok. Gak tau sih sepantaran kamu atau enggak. Mama harap kamu bisa berteman sama dia ya.." Ucap Irene tersenyum. Dia pikir mungkin dengan kehadiran anak baru di rumah sebelah setidaknya bisa menemani hari Jeongwoo tanpa Haruto.

Jeongwoo terdiam. Apa dia siap punya teman baru? Tak ingin ambil pusing, lantas ia segera mengangguk dan meninggalkan Ibunya.

Dengan langkah kaki yang sedikit ragu, Jeongwoo terus berjalan menuju rumah tetangga baru samping rumahnya. Ia berhenti di depan pagar putih rumah itu, mengambil nafas sejenak lalu menghembuskannya.

Jeongwoo menatap punggung laki-laki yang sedang mencuci motor di garasi. Kebetulan pagar rumahnya pendek, jadi dari luar pun dapat kelihatan ke halaman rumah. "Permisi."

Laki-laki itu menaruh selang yang dia pakai untuk mencuci motor. Lantas ia segera berbalik dan sedikit berjalan cepat ke pagar rumahnya. "Iya, cari siapa ya?" Tanyanya sambil mengelap keringat di dahi dengan punggung tangan. Ia memperhatikan lelaki di depan pagar rumahnya yang memakai kaos lengan panjang ungu dengan celana chino pendek.

Jeongwoo menatap lelaki di hadapannya. Nafasnya tercekat ketika mengetahui siapa sosok anak tetangga barunya itu. "Hey? Kok diem?" Laki-laki di depannya menjentikkan jari.

Otomatis Jeongwoo mengerjap beberapa kali sebelum bersuara. "E-eh, iya. Itu.. Eh, maksudnya ini ada titipan dari Mama." Ucap Jeongwoo memberikan kotak makan birunya.

Laki-laki itu lantas mengernyit. "Apa ini? Dari nyokap lo?" Tanyanya.

"Brownies. Iya,"

"Ohh, makasih banyak ya. Tolong bilang ke nyokap lo, makasih."

Jeongwoo mengangguk. "Yaudah deh. Kalo gitu gue balik ya.."

Jeongwoo berbalik berniat ingin kembali ke rumahnya, namun sebuah tangan justru menahan pundak kirinya. Ia jadi terhenti tanpa membalikan badannya—sengaja, menunggu orang itu berucap.

"Makasih ya, Jeongwoo. Nice to meet you again." Ucapnya sambil menarik sudut bibirnya membentuk lengkung senyum. Meski dia tahu kalau Jeongwoo tidak melihatnya karena posisi lelaki itu membelakanginya.

Hati Jeongwoo mencelos mendengar kalimat barusan. Jadi, ternyata lelaki itu masih mengingatnya?

"Iya." Jeongwoo langsung bergegas kembali ke rumah. Dia hanya tidak ingin berlama-lama berada dekat dengan lelaki yang sekarang menjadi tetangga barunya.

Sementara lelaki itu setia menatap punggung Jeongwoo yang berjalan menjauh darinya. Ia tahu kalau Jeongwoo pasti tidak siap bertemu lagi dengannya, tapi jujur dia senang dapat bertemu lagi dengan Jeongwoo.

Irene melirik anaknya yang baru pulang dari rumah tetangga sebelah. Ia menutup majalah di tangannya lantas bertanya, "Gimana, Woo? Ketemu sama anaknya?"

Langkah Jeongwoo terhenti sesaat. Ia menatap Ibunya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Iya. Aku ke atas dulu,"

Dengan begitu ia lantas menaiki tangga menuju kamarnya. Tanpa sadar ia sedikit membanting pintu. Kenapa dia harus bertetanggaan dengan laki-laki itu sekarang? Skenario apa lagi yang Tuhan ciptakan untuk hidupnya?

Bayang-bayang masa SMP kembali terputar di otaknya sekarang. Jeongwoo terlalu lugu di masa lalu, sangat mudah untuk membuat hatinya nyaman lalu untuk dihancurkan. Kepingan masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam, kini jadi teringat kembali.

Jujur, dulu Jeongwoo benci dengannya. Tapi, itu masa lalu kan? Tidak seharusnya masa lalu selalu mengambil alih pikirannya. Karena bagaimanapun hidupnya sudah baik-baik saja tanpa dia selama beberapa tahun belakangan.

Namun, haruskah Tuhan mempertemukannya kembali dengan lelaki itu setelah ia kehilangan Haruto? Apakah ia harus mengulang kisah yang sama seperti dulu?

Jeongwoo diam-diam mengintip dari balik gorden jendela kamarnya. Ia menatap lurus-lurus pada sosok lelaki yang masih berada di halaman.

"Gue benci ketemu lo lagi." Ucap Jeongwoo penuh kebencian.

Namun, sedetik kemudian matanya meneduh. Ia lantas menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia sadar tidak seharusnya dia bersikap seperti ini pada lelaki itu.

"Gue benci lo karena masa lalu. Lo mesti tau my life is better without you. Because I have Haruto."

Dadanya terasa nyeri. Apa benar Jeongwoo masih bisa bilang bahwa dia memiliki Haruto sekarang, setelah lelaki itu juga meninggalkannya?

Better watch your words, Park Jeongwoo. Please remember that Haruto isn't yours. I told myself, not mine.

---

Keep vomments and kindly share this sequel to other teumes especially hajeongwoo stan. Thanks

Arunica [hajeongwoo] || TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang