Haruto menatap ke luar jendela apartemennya. Di luar hujan turun dengan deras, padahal jam baru menunjukkan pukul 8 pagi. Beberapa menit memandangi air hujan yang turun dari langit seolah membawa kedamaian tersendiri bagi Haruto. Laki-laki itu lantas segera beralih ketika mendengar suara dering yang berasal dari handphonenya.
Ia menatap layar benda pipih tersebut. Melihat nama yang tertera di layar handphone membuat matanya berbinar, seulas senyum tertarik di bibirnya. Tanpa menunggu lama, ia segera mengangkatnya.
"Bunda!" Sapa Haruto dengan riang.
Kaori yang wajahnya terlihat di handphone Haruto balas tersenyum pada anaknya. "Anak Bunda udah bangun? Tumben.."
"Ih, Bunda. Kok tumben sih?"
Kaori terkekeh. "Dulu waktu kita tinggal di Indonesia, kamu tuh susah dibanguninnya tau. Pas disini juga. Disana masih jam 8 'kan? Makanya Bunda bilang tumben bangun pagi."
Haruto mengerucutkan bibirnya mendengar ocehan Ibunya. "Tapi, Bun, aku dulu waktu sekolah 'kan juga bangun pagi." Protesnya.
"Ya, itu juga karna Bunda paksa bangun. Kalo enggak juga pasti kamu telat terus ke sekolah!"
Haruto pikir benar juga sih. Dia itu tipikal orang yang sulit bangun pagi. Membangunkannya butuh waktu sekitar setengah jam. Tapi, dia sendiri juga tidak tahu mengapa semenjak ia kembali ke Indonesia justru ia jadi suka bangun pagi.
Haruto menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia lantas menyengir, "Hehehe. Iya juga sih, Bun." Sahutnya mengakui. "Bunda apa kabar? Haru kangen Bunda.." Lanjutnya.
"Bunda baik. Ayah sama Airi juga baik, kamu gimana kabarnya disana?"
Haruto tersenyum. "Haru juga baik, Bun. Oh iya, Bunda gak mau nengokin Haru kesini?" Haru kesepian Bun..
"Iya nanti ya, sayang. Secepatnya deh Bunda nengokin Haru kesana ya. Oh iya, Haru gimana disana? Happy kan ketemu temen-temen?"
Haruto yang semula berdiri jadi duduk di kursi sebelum ia menjawab, "Oke. Iya seneng banget disini, Bun." apalagi ketemu Jeongwoo lagi...
Dapat bertemu lagi dengan Jeongwoo adalah salah satu hal yang paling membuatnya bahagia. Terlebih lagi Haruto yang mendapat keberanian untuk menyatakan perasaannya pada Jeongwoo setelah sekian lama.
Kaori tersenyum sambil mengangguk. "Bunda seneng dengernya. Berarti kamu betah disana?" tanyanya.
Haruto otomatis mengangguk dengan semangat. "Banget, Bun!" Ia senang berada di Jakarta lagi, meskipun kali ini ia hidup sendiri di kota ini.
"Bun, kalo Haru kuliah disini gimana?" tanya Haruto ragu. Sejujurnya ia takut kalau tidak mendapat izin dari orangtuanya, karena waktu itu saat Haruto kembali kesini dia bilang pada keluarganya hanya untuk stay beberapa saat.
Setelah mendengar ucapan dari anaknya, Kaori justru terdiam. Dia bingung ingin menjawab bagaimana. Kalau ia mengizinkan Haruto untuk kuliah di Jakarta artinya anak laki-lakinya itu akan tinggal lebih lama di Indonesia.
"Bun?"
Kaori berdeham sebelum menjawab anaknya. "Kamu yakin?" Mendengar balasan dari Ibunya membuat Haruto justru menatap dengan bingung. "Maksudnya, Bun?" tanyanya.
"Kamu sendirian disana loh. Nggak ada Bunda atau Ayah. Nanti kalo butuh apa apa gimana?"
Haruto mengulas senyum. "Bun, aku udah gede harus mandiri. Lagian disini 'kan banyak temen-temen juga." Ucapnya meyakinkan.
"Jarak bukan penghalang 'kan, Bun? Bunda, Ayah sama Airi bisa kesini atau kalo aku libur kuliah bisa pulang ke Jepang. Kalo aku butuh apa apa, aku hubungi Bunda." Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunica [hajeongwoo] || TELAH TERBIT
FanfictionSequel of IPA [hajeongwoo] Bagaimanapun secercah kepingan cerita masa SMA akan selalu terekam jelas dalam ingatan Jeongwoo. Begitupun dengan apa yang Jeongwoo yakini, setiap hal yang terjadi dalam hidup sudah menjadi garisan dari Tuhan. Mungkin Haru...