Jeongwoo menatap kalendar meja yang terletak di atas nakas. Ia menghela nafas lalu beralih pada handphonenya karena benda pipih itu berdenting tanda ada chat yang masuk. Dengan saksama ia membaca pesan yang masuk, ternyata dari Haruto. Laki-laki itu menghela nafas lagi lalu mengetik balasan disana.
"Tumben banget tuh anak minta belajar bareng." Ucap Jeongwoo sendiri setelah mengunci layar handphonenya.
Laki-laki itu beralih ke jam dinding di kamarnya. Jarum jam menunjukkan pukul 1 siang. "Siang siang gini mager banget keluar. Ada ada aja sih lo, Haruto." Keluhnya. Namun, sedetik kemudian yang ia lakukan justru mengganti pakaiannya.
Setelah itu ia memakai jaketnya dari dalam lemari, lalu mengambil kunci motor dari dalam nakas samping tempat tidur. Jeongwoo segera menuruni anak tangga sampai ia bertemu dengan Ibunya.
"Mau kemana, Woo?"
"Eh, Mama? Aku mau ke apartemennya Haruto. Tadi dia chat ngajak belajar bareng katanya." Jawab Jeongwoo jujur. "Boleh 'kan, Ma?"
Irene yang semula tengah duduk sambil membaca majalah otomatis bangkit menghampiri anaknya. Ia tersenyum, "Ya boleh dong sayang. Masa gak boleh sih? Kalo bukan buat belajar juga tetep Mama izinin kok."
"Haruto, mau kuliah disini?" tanya Irene tiba-tiba pada anaknya.
Jeongwoo otomatis mengangguk. "Iya katanya. Bunda sama Ayahnya juga udah izinin dia kuliah disini,"
Irene mengulas senyum. Tangannya membelai rambut anaknya, "Yaudah temenin dia belajar. Seenggaknya dengan begitu kamu bisa bantu dia. Haruto itu anaknya baik banget, Woo. Bundanya juga baik banget ke kita. Apalagi sekarang Haruto tinggal disini sendiri. Tugas kamu harus temenin dia terus ya buat sekarang ini.."
Jeongwoo menghela nafas. Ia menatap Ibunya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sedetik kemudian ia mengangguk, "Iya."
Irene tersenyum. "Yaudah sana cepet berangkat!" Ujarnya. Setelah itu Jeongwoo pamit untuk pergi.
Jeongwoo. Lelaki itu mengendarai motor vespa matic putihnya. Sebelumnya dia belum pernah ke tempat tinggal Haruto sekarang. Ingat kalau setiap kali ia bertemu atau pergi dengan Haruto, pasti lelaki bersuara berat itu yang selalu datang ke rumahnya. Jadi baginya tumben sekali Haruto hari ini memintanya datang ke apartemennya.
Beberapa saat berkendara, Jeongwoo akhirnya sampai di tower apartemen sesuai dengan alamat yang Haruto berikan. Ia memarkirkan motornya sebelum akhirnya memasuki tempat tersebut. Lelaki itu menaiki lift lalu memencet angka 12 disana. Benda mati itu bergerak ke atas membawanya ke lantai tujuannya.
Setelah pintu lift tersebut terbuka, ia langsung berjalan mencari nomor pintu sesuai dengan yang Haruto beritahu tadi di chat. Tidak butuh waktu lama untuk dirinya menemukan pintu itu. Ia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya sebelum memencet bel di dekat pintu.
Haruto membuka pintu, "Hai." Sapa Jeongwoo kikuk. Seulas senyum tipis tergambar di wajah Haruto. "Ayo masuk, Woo." Ajaknya.
Jeongwoo masuk lebih dulu diikuti dengan Haruto yang baru saja menutup pintu. "Duduk deh." Ujar Haruto. Jeongwoo mengangguk, lantas ia duduk di sofa ruang tamu. Ia menatap ke sekeliling ruangan. Oh ternyata ini apartemennya.
Haruto langsung duduk di dekat Jeongwoo. "Lo mau minum apa? Eh, tapi kalo mau minum ambil sendiri aja ya di kulkas. Kepala gue pusing.."
Jeongwoo yang mendengar ucapan Haruto otomatis menoleh ke samping. Ia melihat wajah Haruto memang pucat, tidak seperti biasanya. "Lo sakit?" tanyanya khawatir.
Tanpa izin lebih dahulu, Jeongwoo sudah menempelkan punggung tangannya pada dahi Haruto. "Panas. Kalo sakit kenapa ngajak gue belajar bareng? Katanya lo pusing? Mana bisa belajar kalo gitu, Haru. Harusnya lo istirahat aja. Belajar 'kan bisa lain kali lagi. Lo tuh ada ada aja sih!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunica [hajeongwoo] || TELAH TERBIT
Fiksi PenggemarSequel of IPA [hajeongwoo] Bagaimanapun secercah kepingan cerita masa SMA akan selalu terekam jelas dalam ingatan Jeongwoo. Begitupun dengan apa yang Jeongwoo yakini, setiap hal yang terjadi dalam hidup sudah menjadi garisan dari Tuhan. Mungkin Haru...