Pukul 10.06 WITA. Pesawat berbadan putih biru itu mendarat di lapangan bandara Ngurah Rai, Bali.
Di areal parkirnya, sebuah mobil mewah lengkap dengan supirnya siap mengantarkan Amara dan Arga menuju villa tempat keduanya akan menginap 3 hari ke depan."Ckckck ... luar biasa ya kehidupan kamu." Komentar Arga begitu ia keluar dari mobil lalu melepas sunglasses di wajah agar matanya puas menjelajahi suasana villa yang luasnya mungkin lebih dari sepuluh hektar itu. Dari gerbang yang berornamen khas Bali hingga jalan setapak menuju bangunan utama, pinggirannya dihiasi dengan tanaman kamboja dan anggrek. Menambah kecantikan bangunan yang dibuat dengan konsep modern - mixed - traditional itu.
"Ini villa pribadi milik nyonya Retha Rudita. Bukan aku," jawab Amara dingin sembari menarik koper merah yang baru saja dikeluarkan dari bagasi mobil oleh sang supir.
Arga hanya menghela napas lalu berjalan di belakang, mengikuti langkah Amara yang menghampiri seorang pria blesteran botak bertubuh gempal yang tengah menyambut kedatangan keduanya di depan teras villa.
"Welcome, Amara. How's the flight?" Pria botak itu berjabat tangan dengan Amara. Terlihat sekali rasa hormatnya, meskipun terpampang jelas perawakannya lebih tua beberapa tahun dari Amara
"Biasa saja, Clint. You don't need to welcome me like this."
"Hehe, kamu masih dingin seperti biasanya. And ..." Matanya beralih pada Arga yang kini berdiri bersisian dengan Amara. "... Who is this?"
"Arga, konsultanku. Dia arsitek yang di-hire oleh perusahaan."
"Oh, i see. Nice to meet you. I'm Clint."
"Nice to meet you too, Clint." Arga menerima uluran tangannya.
Setelah itu Clint menyorot matanya pada seorang pria tinggi di belakangnya yang juga dikenal oleh Amara sebagai FO Manager di Rudita's Resort di Nusa Dua. Pria itu lalu menyerahkan sebuah key-card pada Amara.
"Selamat menikmati kunjungan anda, Mbak Amara."
"Terima kasih, Pak Sal." Amara lalu menyerahkan kopernya untuk dibawa oleh seorang pria tua yang Arga yakin salah satu pekerja di villa itu. Tak lupa juga ia menarik koper milik Arga untuk dibawa serta.
Dengan gaya anak orang kaya, Amara membuka pintu lalu memasuki Villa yang ternyata isinya melebihi kata mewah.
"Wow! Great place!" gumam Arga setelah melihat sekelilingnya
"Kamar kamu di sana," tunjuk Amara ke sebuah pintu di sebelah kanan.
Arga mengangguk lalu balik bertanya, "Kamar kamu?"
"Di atas. Satu lantai itu areaku semua. Jadi ... ehm ... kamu dilarang naik ke atas."
Perintah yang bagaikan titah ratu kerajaan itu membuat Arga tersenyum geli. Untuk apa juga ia mengunjungi sang ratu di lantai atas? Paling-paling nantinya sang ratu yang akan turun ke bawah. Toh, dapur, kolam renang, taman, dan ruangan yang berisi alat-alat fitness itu letaknya di bawah semua.
Arga bergerak menuju kamarnya. Saat membuka pintu ruangan besar itu, terlihat sebuah ranjang besar dengan dipan antik berkelambu terletak di tengah-tengah ruangan. Sebuah chandelier kecil seperti di jaman penjajahan Belanda tergantung di atas plafon. Untung saja tidak ada lukisan-lukisan atau gambar manusia yang dipajang di sekitar dinding. Kesan antik dan kuno kamar itu saja sudah sedikit membuat merinding. Di sebelah kiri ruangan terdapat jendela dua pintu dan sebuah pintu kaca yang langsung mengarah menuju kolam renang.
Menginap di tempat seperti ini membuat Arga membayangkan jika ia sedang berlibur, bukan bekerja. Sebenarnya benaknya pun bertanya-tanya. Kenapa Amara membawanya menginap di tempat seperti ini? Apalagi lokasi tempat ini di Sanur. Kenapa mereka tidak menginap saja di sebuah hotel di Seminyak? Yang justru akan lebih dekat dengan lokasi yang akan mereka tinjau. Tapi Arga cukup tahu diri. Ia hanyalah seorang konsultan. Tugasnya hanya menurut saja pada ibu bos.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVABILITY (Judul Lama: ADAMANTINE) (REVISI)
RomanceDania Amara Rielta yang selalu punya takdir sad-ending dalam hal percintaan, sedang dipepet waktu untuk mencari calon suami. Tidak muluk-muluk pintanya pada Tuhan atas kriteria laki-laki yang akan menjadi jodohnya. Namun siapa sangka Tuhan justru me...