Mantan Pacar

4.1K 356 13
                                    

"Let the wind blows with the past
Let the rain do take the rest
If you hear the thunder, stay awake
Cause life is for real, not a fake."

-by author-
.

===============================
.

Amara membenahi rok plisket yang dikenakannya. Lalu ke lengan kemejanya yang berkerut. Semuanya harus rapi. Kesan pertama itu penting bagi seorang Amara. Apalagi saat ini. Salah satu detik-detik mendebarkan dalam hidupnya. Bertemu calon mertua yang namanya sudah melegenda di dunia arsitektur.

Mungkin akan lebih mudah bagi Amara untuk mengatasi rasa gugup jika saja ikut Arga menemaninya duduk di ruang tamu yang cukup besar itu. Sudah beberapa kali kepalanya diarahkan melongok ke ruangan sebelah untuk mencari-cari sosok itu. Padahal baru lima menit Arga meninggalkannya sendiri setelah berkata akan memanggil Ayahnya. Tadi sang asisten rumah tangga yang membukakan pintu rumah. Ibu-ibu paruh baya itu menyebutkan jika Hardi sedang beristirahat di kamarnya.

"Siapa kamu?" Sebuah suara mengejutkan datang dari arah pintu rumah.

Seketika Amara mengarahkan wajahnya pada seorang wanita berpakaian seksi yang berdiri di depan pintu. Rambutnya dicat setengah pirang. Stilleto ber-glitter yang dikenakannya meruncing tajam menjejak lantai. Bak seorang model, wanita itu berjalan menghampirinya.

"Saya Amara," jawab Amara tersenyum berusaha ramah. Bahkan ikut berdiri dan menyodorkan tangan kanannya.

"Ooh, jadi kamu yang mau nikah sama Arga. Saya Aletta, ibunya Arga." Tanpa menyambut uluran tangan itu, Aletta memutar malas kedua bola matanya.

"Ooh." Amara menurunkan tangannya, masih dengan sopan. "Assalamu'alaikum, Tante Aletta."

Bukannya menjawab salam, Aletta justru membelalak marah. "Tante, tante! Saya itu masih muda! Paling cuma beda berapa tahun sama kamu. Seenaknya aja manggil 'tante'. Nggak liat apa muka masih kenceng begini!"

Biasa aja kali, Bu! Nggak usah nge-gas! Rutuk Amara hanya dalam hati namun dengan wajah masih tetap menahan senyum.

"Maaf." Dan Amara pun pusing sendiri harus memanggilnya dengan sebutan apa.

Yang lebih menjengkelkan lagi, kenapa Arga tidak pernah menceritakan tentang keberadaan si 'muka-plastik' menyebalkan ini.

Aaah! Julukan yang pas, 'muka-plastik'! Pasti wajahnya penuh dengan lumeran plastik ember bekas, botol minum, kresek sampah sehingga menjadi kencang begitu.

"Mana Arga?" tanyanya galak sembari merapikan penampilannya. Termasuk rambut pirangnya yang sudah diikal di bagian bawah.

"Lagi di dalam."

Tanpa basa-basi, Aletta begitu saja meninggalkan Amara dengan mengulas senyum mengerikan.

Dasar dedemit! Kesal Amara dalam hati.

Sepertinya ia butuh banyak penjelasan dari Arga tentang makhluk astral ini. Tebakan Amara, pasti ibu tiri yang katanya lebih kejam dari ibu-kota. Tapi benar-benar tidak masuk di nalar Amara, kenapa bisa seorang Hardiyanto Soenyoto menikahi seorang titisan siluman yang mirip dengan tokoh-tokoh antagonis yang umumnya ditampilkan dalam sinetron?

"Amara." Akhirnya ... suara merdu itu. Amara bergerak menghampiri.

"Ini Ayahku." Arga terlihat merangkul pundak Ayahnya.

"Assalamu'alaikum, Pak Hardi. Saya Amara."

"Silahkan duduk, Amara. Anggap saja rumah sendiri," sambut Hardi ramah. Berbeda sekali dengan sambutan sang istri yang persis Medusa. Dan tentu saja, sang Medusa ikut dengan mereka.

LOVABILITY (Judul Lama: ADAMANTINE) (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang