"Mama sayang, masih sakit?" Arga terus menggenggam telapak tangan Mama Jihan yang masih dingin. Wajah pucatnya memicu kecemasan Arga.
"Pusing, Sayang," jawab Mama Jihan lirih. Dahinya mengerut menahan segala rasa nyeri dan tak nyaman di tubuh. Lalu pandangan buramnya mengitari suasana kamar yang ia tempati. Dari aroma yang merasuki hidungnya dan selang yang terhubung di tangannya, Mama Jihan menyadari ia sedang berada di rumah sakit.
Mama Jihan kembali teringat jika segala rasa sakit itu menyerang sesaat setelah ia mencuri dengar percakapan antara Arga dan Sakya di kamar. Setelah itu pandangannya memburam dan Mama Jihan tak sadarkan diri.
"Tensi Mama naik lagi. Habis mikirin apa sih, Ma?" Arga membawa tangan Mama Jihan ke pipinya setelah menatap monitor yang menampilkan informasi alat-alat vital pasien.
"Kamu ... nggak jadi ke rumah Marisa?"
"Masalah itu bisa nanti-nanti, Mama sayang. Arga sudah ngabarin ke Ustadz Umar tadi."
"Sayang ..." Tangan Mama Jihan yang lemah mengelus wajah sang putra.
"Kenapa, Ma?"
"Mama ... tadi dengar pembicaraan kamu dengan Saki."
Arga tersentak. Segera menyadari sumber masalah yang membuat sang Mama tiba-tiba stres.
"Mama nggak usah mikirin itu ya."
"Ya nggak bisa, sayang. Masalah jodoh itu penting, lho." Mama Jihan berkata sembari berusaha menahan nyeri di sekitar pinggang dan punggungnya.
"Iya, cintanya Arga. Tapi nggak perlu dibicarakan sekarang. Mama perlu istirahat banyak."
"Sayang, jujur sama Mama. Kamu suka sama Amara?"
"Ma —"
"Sayang —"
"Ma —"
"Mama minta jawaban!" Akhirnya Mama Jihan berkata tegas.
Arga memejamkan mata. Berusaha menelisik perasaannya lebih jauh. Karena Arga sendiri belum punya jawabannya.
"Ada dua wanita saat ini yang selalu memenuhi pikiran Arga," jawabnya pada akhirnya setelah terdiam beberapa menit.
"Kamu mencintai dua wanita?" Mama Jihan terkesiap.
"Ya."
"Siapa, sayang? Kok Mama nggak pernah tau?"
"Mama sudah tau kok."
"Masa sih?" tanya Mama Jihan seraya mengernyitkan dahi. "Siapa?"
"Mama dan Saki."
"Hadeuh, kamu tuh. Bikin Mama penasaran aja." Mama Jihan menepuk pelan punggung tangan Arga.
"Hehe ... makanya nggak usah mikirin yang aneh-aneh, Ma. Istirahat dulu ya, Ma." Kecupan kecil darinya melayang di dahi Mama Jihan. "Arga keluar sebentar mau cari minum."
Mama Jihan pun menurut. Kembali memejamkan matanya bersamaan dengan sang putra membalik badan.
"Mas, Mama Jihan sudah sadar?" tanya Sakya dengan raut wajah khawatir setelah melihat sang kakak keluar dari kamar.
"Alhamdulillah sudah tadi. Ngobrol sebentar, terus tidur lagi."
"Alhamdulillah." Sakya bernapas lega. "Mas, Kak Marisa dan keluarganya mau menjenguk kesini besok."
"Kamu tau dari mana?"
"Kak Marisa yang WA aku. Dia khawatir menanyakan kondisi Mama."
Bibir bawahnya digigit cemas. Bisa dibilang saat ini hanya hal itulah yang sedang tidak diinginkannya. Bertemu dengan Marisa dan orangtuanya. Arga teringat dengan pembicaraannya dengan Sakya beberapa jam yang lalu. Saat ia berkata sekenanya jika Marisa memang bukan jodohnya, pasti pertemuan ini akan gagal.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVABILITY (Judul Lama: ADAMANTINE) (REVISI)
RomanceDania Amara Rielta yang selalu punya takdir sad-ending dalam hal percintaan, sedang dipepet waktu untuk mencari calon suami. Tidak muluk-muluk pintanya pada Tuhan atas kriteria laki-laki yang akan menjadi jodohnya. Namun siapa sangka Tuhan justru me...