Selamat Membaca!
Ayyara kembali menggerutu karena bajunya yang terkena noda coklat tidak bisa dibersihkan. Mana itu baju satu-satunya yang masih bisa ia pakai, mengingat baju putih miliknya yang lain sudah kekecilan, terutama dibagian dadanya. Entah kenapa? Selama satu tahun terakhir ini dadanya mengalami pembesaran yang drastis, bahkan Maura saja iri akan ukuran miliknya.
Ayyara memilih pasrah akan keadaan bajunya dan memilih menelpon Maura untuk meminjam seragam, karena hanya Maura yang punya banyak seragam mengingat sahabatnya itu adalah anak orang kaya dan sangat dimanjakan. Lagipula kalau bukan dengan Maura dengan siapa lagi Ayyara meminta tolong.
Ayyara menekan tombol panggil diponselnya dan tak lama terdengar suara dari seberang sana tanda jika panggilannya telah dijawab.
"Hallo, What happen?"
"Nggak usah sok inggris."
"Hehe maaf sayangku, tumben nelpon biasanya juga Cuma miscall."
"Nggak tau, satu bulan terakhir ini ada yang ngirimin gue pulsa. Mana banyak banget lagi"
"Bagus dong, itu artinya ada yang perhatian sama lo."
"Iya kalau tuh orang nggak salah kirim. Kalau salah kirim gimana? Terus gue disuruh ganti."
"Nggak bakal, percaya sama gue."
"Yakin banget lo?"
" Hehe ada apaan?"
"Besok bawain seragam ya!"
"Emang seragam Lo ke mana? Rusak?"
"Luntur kena noda coklat."
"Haha seragam yang satunya ke mana?"
"Nggak muat, dada gue kan besar."
"Busyet dah. Iya iya besok gue bawain. Gue tutup ya Ayy."
Tuut
"Eh Maura, Maura. Ck! malah dimatiin." Gerutu Ayyara kesal lalu melangkah menuju dapur untuk menyiapkan makan malam.
Maura hanya bisa meringis ke arah seluruh keluarga lalu meletakkan ponselnya di atas meja. Bisa-bisanya Ayyara mengatakan hal seperti itu padahal seluruh keluarga mendengarnya.
Arvind bahkan menyesal telah meminta putrinya untuk mengloudspeaker panggilan dari Ayyara. Bukan, bukan karena dia malu atau apa. Tapi bagian dari inti tubuhnya kini telah menegang karena otak bermuatan negatifnya telah membayangkan adegan remas-meremas dada besar Ayyara, gadis pujaannya.
"Ehem jadi bagaimana?" tanya Devi memecah keheningan membuat yang lain menatap Arvind. Mereka memang berkumpul di rumah untuk diskusi bagaimana caranya mengajak Ayyara tingga bersama Arvind dan Maura.
"Mama sih terserah Arvind." ucap Ewie, mama Arvind pasrah.
"Kami juga setuju, kalau Cuma itu satu-satunya cara agar adik tersayangku ini berhenti menduda." ucap Devi yang diangguki oleh saudarinya yang lain, Tiara dan juga Amel.
"Yang terpenting jaga batasan kalian, dekati gadis itu secara wajah, Vind. Papa tidak mau ada kesalahan yang bisa mempermalukan keluarga kita." Putus Ari akhirnya membuat yang lainnya mengangguk setuju.
"Dan ya, berikan Maura adik laki-laki secepatnya." celetuk Maura tiba-tiba membuat sang kakek menatapnya tajam.
"hehe maksudnya nanti kek, kalau sudah sah." ucap Maura cengengesan hingga membuat yang lain hanya bisa menggeleng pelan.
"Ya sudah, pah mah, Devi pamit pulang ya? Kasian Putri dan Indah nunggu di rumah."
Ewie dan Ari mengangguk lalu berpesan agar anaknya itu hati-hati.
"Tiara sama Amel juga pamit pulang ya mah, kasian anak-anak di rumah."
Ewie dan Ari mengangguk. Setelah kepergian Tiara dan Amel tinggallah mereka berempat di ruang tamu yang luas itu."Kamu juga mau pulang Vind?" tanya Ari yang langsung diangguki oleh Arvind.
"Kenapa nggak nginap aja, mama kesepian loh di sini." ucap Ewie memelas.
Arvind menggeleng "Arvind banyak kerjaan ma." ucap Arvind jujur.
"Ck! Coba aja mama punya cucu, pasti nggak bakal kesepian." Gumam Ewie yang tentu saja didengar oleh tiga orang yang ada disana.
"Lah Maura bukan cucu nenek? Putri sama Indah kan juga cucu nenek? Belum lagi anak- anak tante Tiara sama tante Amel yang banyak itu."Ucap Maura tak terima membuat Ewie merenggut kesal.
"Iya cucu nenek semua, tapi nenek belum punya cucu laki-laki." ucap Ewie sedih, pasalnya ia sudah punya dua belas cucu namun semuanya perempuan, benar-benar tidak ada yang bisa ia sombongkan pada teman-teman arisannya.
"Sama saja Wie, perempuan atau laki-laki sama saja." tegur Ari yang sudah lelah menasihati istrinya itu yang sangat terobsesi untuk memiliki cucu laki-laki.
"Bed_"
"Kami pulang!" Pamit Arvind memotong ucapan mamanya lalu langsung beranjak dari duduknya diikuti oleh Maura yang lari terbirit-birit dibelakangnya.
-Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Ayah Sahabatku
RomanceDikejar duda? Suatu kejadian yang tidak pernah seorang Ayyara Danesya sangka. Apalagi kalau duda itu adalah ayah dari sahabatnya sendiri.