Suasana di meja makan begitu hening. Rima melirik Damar yang tengah berkutat dengan bubur ayamnya, bubur ayam yang tadi dipesannya sendiri lewat online. Sementara itu, Rima tengah menatap makanannya malas, tidak berminat untuk menjamah ataupun mengunyahnya.
Gelisah di hati gadis gendut itu tidak dapat ditutupi. Tangan kirinya mengeluarkan selembar kertas kusut dari dalam saku, lengkap dengan bulpennya. Sekali lagi, ia melirik Damar yang sedang membersihkan sisa makanan di sekitar mulutnya dengan tisu. Rima dapat menyimpulkan bahwa lelaki itu sudah menyelesaikan acara sarapannya.
Dengan suara mantap dan pasti Rima berkata, "Aku akan membacakan beberapa kesepakatan penting yang harus kamu setujui."
Damar mengangguk, membiarkan Rima membaca kertasnya.
"Pertama, tidak ada kontak fisik yang melebihi batas wajar, setidaknya sampai aku lulus kuliah. Kedua, tidak boleh saling mencampuri urusan perasaan masing-masing. Ketiga, aku nggak suka dilarang. Keempat, kita pura-pura nggak kenal saat bertemu di tempat umum. Selesai. Bagaimana menurut kamu?" Rima menghembuskan napasnya lega. Ia was-was menunggu respon Damar.
"Hanya itu?"
Rima mengangguk.
"Saya keberatan dengan poin nomor dua. Saya tidak setuju," protes Damar. Gadis itu kembali membaca ulang poin kedua.
"Kenapa? Bukannya kamu lebih senang, jika aku nggak mencampuri urusan kamu? Kamu bisa aja cari perempuan lain yang body nya nggak kayak aku. Lagipula, kamu pasti punya banyak teman perempuan yang lebih cantik dari aku kan?" ucap Rima senewen.
Damar menggeleng pelan.
"Saya nggak perlu itu, di dalam sebuah pernikahan harus ada kekompakan dalam urusan perasaan. Kita ini sudah menikah, bukan pacaran. Saya nggak mau jika nantinya akan bermasalah dengan perasaan." Jelasnya, membuat Rima sedikit berpikir.
"Oke, aku akan hapus yang poin kedua." Tanpa pikir panjang, gadis gendut itu langsung menyoret poin kedua lalu kembali menulis ulang kesepakatan tersebut di kertas yang baru. Setelah selesai, barulah ia memberikan kertas tersebut kepada Damar.
"Saya akan simpan kertas ini di laci. Kamu nggak perlu khawatir, apa yang menjadi kesepakatan kita akan saya laksanakan," ujar Damar sebelum berjalan menuju kamar, meninggalkan Rima yang masih menatap tubuh tegapnya di balik pintu kamar.
Rima menghela napas lega. Menikah dengan Damar ternyata tidak seburuk yang ia kira. Lelaki itu cukup dewasa dan tidak bertele-tele dalam menyepakati sebuah urusan. Ia bisa menyimpulkan kalau Damar memang lelaki baik yang tidak mengedepankan egonya sendiri.
Sambil terus menerka, Rima menatap makanannya yang sudah dingin. Ia berniat membuang bubur itu ke tempat sampah, namun sebuah suara tajam dan tegas sudah mengintrupsinya.
"Habiskan makanannya, hargai saya yang sudah memesankan makanan itu untuk kamu. Harusnya kamu tahu, mencari uang tidak semudah yang kamu pikirkan."
Rima mengerucutkan bibirnya sebal. Perkataan lelaki itu menusuk hatinya, tepat sasaran pada dirinya yang memang belum merasakan dunia kerja. Ucapan Damar memang sepenuhnya benar, harusnya ia bisa menghargai usaha lelaki itu yang sudah memesankan makanan untuknya, dengan uang hasil jerih payahnya sendiri.
Dengan sedikit terpaksa, Rima memakan bubur itu perlahan. Tatapan tajam Damar masih menelisiknya, mengawasi pergerakannya hingga bubur ayam tersebut berhasil ia makan. Ya, meskipun tidak sampai habis karena Rima sudah cukup kenyang dan tidak sanggup untuk menghabiskannya.
"Udah ya, aku nggak sanggup. Perutku udah kenyang banget." Rima menatap melas Damar.
Lelaki itu berdecih, "Beneran kenyang? Atau kamu cuma gengsi karena saya tatap?" Ujarnya santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Obesity Love✔
RomanceDijodohkan dengan pemain Timnas?? Rimasuna Hilwani (22), seorang gadis bertubuh gemuk. Dengan berat badan 75 kg dan tinggi badan 160 cm. Perjalanan hidupnya bermula saat ia dijodohkan dengan Damar Putra Al-Faraby (27), seorang atlet bertubuh tegap y...