Setelah cukup lama bertahan dengan musim kemarau, akhirnya Surabaya kembali diguyur hujan deras, menyisakan rintik-rintik air yang masih terdengar di malam harinya.
Seorang perempuan tengah berdiri di balkon sembari menikmati setiap embusan udara malam yang membelai pipi chubby nya. Rima-gadis dengan perasaan gusarnya, mencoba menenangkan diri dengan menghirup aroma hujan yang sudah bercampur dengan aroma tanah.
Tadinya, ia berniat akan menjenguk Karina di rumah sakit. Namun hujan deras membuatnya berakhir dengan hanya tidur-tiduran di sofa, menonton serial drama Korea yang belum sempat ia tuntaskan setelah menikah dengan Damar.
Rima sendiri tidak tahu di mana lelaki itu sekarang. Bahkan Damar tadi tidak menyempatkan diri untuk menjemputnya sepulang sekolah. Sampai malam ini pun, belum ada tanda-tanda suaminya akan pulang. Padahal, besok malam Damar sudah harus berangkat ke Jakarta untuk pertandingan AFC.
Rima berdehem, menghilangkan suara serak yang menyangkut di lehernya. Ia kembali menarik napas dan mengeluarkannya pelan, menghilangkan segala kekhawatiran tentang perasaannya kepada Damar. Ia benar-benar belum siap jika mengetahui fakta bahwa dirinya telah jatuh cinta kepada lelaki itu. Rima terlalu takut jika cintanya akan kembali bertepuk sebelah tangan seperti yang dulu-dulu.
"Selalu belum tidur." Sedikit terhenyak. Tanpa menoleh, Rima sudah mengetahui siapa pemilik suara itu.
"Dingin. Ayo masuk." Tangannya digenggam erat oleh lelaki itu, mengisi celah kosong di antara jemarinya. Gadis itu menurut, tidak ada penolakan sama sekali. Jelas, hal itu membuat Damar merasakan perbedaan dengan sikap Rima.
Sesampainya di kamar, Rima langsung melepas tautan tangan mereka. Ia berjalan menuju meja belajar, menghidupkan lampunya, lalu membuka kembali laptop yang tadi sempat ia tinggalkan. Mungkin dengan menyibukkan diri, ia bisa menghindar dari Damar yang membuatnya salah fokus.
Terdengar suara gemericik dari kamar mandi, nampaknya lelaki itu sedang membersihkan diri.
Ketika Damar sudah selesai dengan acara mandinya, Rima pura-pura serius membaca jurnal ilmiah untuk referensi judul skripsinya. Ia tidak ingin lelaki itu ke ge-er an, apalagi sampai menjahilinya. Ya, meskipun hatinya tidak menampik kalau ia sendiri sangat suka dijahili oleh Damar.
"Lagi ada masalah ya?" Tiba-tiba saja Damar berdiri di belakang Rima dengan sedikit menyamping. Ekor matanya bisa melihat tubuh topless Damar yang hanya memakai handuk untuk menutupi bagian bawahnya.
Rima menahan napas, memagari hatinya agar tidak mudah diporak-porandakan Damar. Tangannya bergegas merapikan laptop, buku-buku, dan alat tulis yang berserakan di meja. Ia sudah memantapkan hati untuk tidak menoleh kepada lelaki itu. 'Tenang Rima, kamu hanya perlu kabur dari kamar ini.' Ucap batinnya.
Belum sempat ia melangkah, Damar sudah berdiri di hadapannya, menghalangi tubuh Rima yang hendak menghindar.
"Minggir." Ketusnya.
Damar membisu.
"AKU BILANG MINGGIR!" Rima kembali berucap dengan tatapan nyalangnya pada Damar karena tak kunjung bergeser.
Tangannya hendak menyingkirkan tubuh tegap lelaki itu. Namun, sebuah tarikan membuat Rima langsung tersungkur ke dada bidang Damar. Satu persatu alat tulis yang dibawanya pun terjatuh. Beruntung laptopnya jatuh dengan aman di atas kasur.
Sebaliknya, dirinya sendiri masih belum aman. Matanya melotot sempurna ketika merasakan tubuh dingin Damar yang tengah mendekapnya, juga degup jantung lelaki itu yang tak kalah cepat dengan miliknya. Oh ya, jangan lupakan perut keras Damar yang kini menekannya.
"Nangis aja, Rim." Damar mengusap lembut rambut dan punggungnya. Namun Rima tetap pada posisinya yang masih belum membalas dekapan suaminya. Kedua tangannya bergelantungan bebas di sisi kanan dan kirinya.
Mati-matian Rima menahan tangisnya agar tidak bersuara. Sekelebat kejadian saat Damar bersikap dingin kepadanya, membuat dadanya kembali sesak seolah teremas kuat-kuat. Menjadi anak bungsu yang tidak kurang kasih sayang dari kedua kakaknya membuat Rima culture shock dengan pernikahan perjodohan ini. Ia terbiasa dengan perlakuan kakak-kakaknya yang memang tidak bisa dibandingkan dengan perlakuan Damar. Dengan begitu, Rima memendamnya sendirian. Ia berusaha adaptasi dengan kehidupannya yang sekarang.
Pada akhirnya, tangan Rima bergerak memukuli dada Damar, melampiaskan seluruh kekecewaannya. Setelah puas menangis dengan dada Damar yang menjadi sasaran empuknya, Rima merenggangkan dekapan lelaki itu. Ia mengusap air mata dengan kasar. Matanya menatap manik mata Damar.
"Siapa yang membuat kamu seperti ini, Rima?" Tangan lelaki itu mengusap kedua bahunya lembut.
Rima mendecih. 'Jadi selama ini Damar belum tahu kalau dia pelakunya? Dasar tidak peka!' Teriak batinnya.
Matanya langsung berubah menatap tajam Damar. "KAMU!" Rima menunjuk tepat di depan wajah Damar.
"Kamu yang buat aku jadi kayak gini. Dam!" Lirihnya di ujung kalimat dengan air mata yang sudah bergelantung di pelupuk mata, menyiratkan sebuah kekecewaan yang kembali ia rasakan malam ini.
Tanpa menunggu jawaban Damar, Rima berlari menuju kamar tamu lalu menguncinya rapat-rapat. Gadis gendut itu menangis sekencang-kencangnya di sana, menumpahkan semua emosi dan rasa kecewanya yang sudah menggunung di dalam hati. Ia benar-benar kalut, bingung dengan dirinya sendiri yang bisa semarah ini kepada Damar.
Argh, masa iya Rima cemburu? Tapi dengan siapa ia cemburu? Ia pun tidak tahu malam itu Damar pergi ke mana.
Lama merenung, Rima akhirnya merutuk dirinya sendiri. Ia sudah berlebihan bersikap kepada Damar. Seharusnya, ia memberikan support kepada lelaki itu untuk pertandingannya besok. Mengingat malam ini adalah malam terakhir mereka berdua sebelum empat bulan lamanya mereka LDR.
Ish, tidak-tidak! Buat apa ia masih memikirkan lelaki itu? Toh, yang dipikirkan juga tidak peduli dengannya. Bahkan tadi Damar tidak mengejarnya saat ia berlari ke luar kamar. Sungguh miris bukan?
Padahal baru beberapa bulan mereka menikah, namun ia bisa merasakan kalau ada rahasia yang disembunyikan oleh Damar. Eh, bukannya perjanjian itu tertulis jika tidak boleh ikut campur urusan masing-masing, ya? Argh, ia kembali bernapas gusar, bingung dengan dirinya sendiri yang masih bersikap labil.
Alarm dari hatinya memerintahkan Rima untuk tidur. Karena besok, ia harus mengantar Damar ke bandara bersama ibu mertuanya. Berbagai sandiwara pun sudah ia siapkan agar pernikahannya terlihat baik-baik saja.
###
Kalau ada waktu, nanti aku update lagi, ya. Maaf, masih amatiran banget aku-nya.
Semoga suka.si_melon💜
KAMU SEDANG MEMBACA
My Obesity Love✔
RomansaDijodohkan dengan pemain Timnas?? Rimasuna Hilwani (22), seorang gadis bertubuh gemuk. Dengan berat badan 75 kg dan tinggi badan 160 cm. Perjalanan hidupnya bermula saat ia dijodohkan dengan Damar Putra Al-Faraby (27), seorang atlet bertubuh tegap y...