Chapter 3

14.6K 1K 9
                                    

Rima menghembuskan napasnya berat. Pandangannya menyapu sekitar rumah yang terlihat sangat sepi. Hatinya khawatir tak karuan, ketika mengetahui bahwa pintu rumah itu terkunci. Tidak salah lagi, pasti Damar sedang tidak ada di rumah.

Ditatapnya jam tangan di pergelangan yang menunjukkan pukul setengah enam sore. Sebentar lagi maghrib, namun Rima masih belum menemukan adanya tanda-tanda kedatangan Damar. Rima frustasi hingga terduduk di depan pintu rumahnya. Ah, ia jadi menyesal tidak meminta nomor Damar. Juga menolak tawaran ibu mertuanya saat dulu berinisiatif mencarikannya satpam.

Menunggu beberapa jam lamanya, berhasil membuat Rima merasakan kantuk. Ia pun tertidur dengan posisi duduk meringkuk di depan pintu. Sekitar jam delapan malam, Damar baru saja tiba di rumah. Matanya menajam sempurna ketika melihat Rima yang sedang tertidur dengan posisi duduk di depan pintu rumah. Ia langsung berlari, menghampiri gadis gendut yang tak lain adalah istrinya.

"Rim, bangun. Tidurnya pindah ke kamar aja yuk. Di sini dingin,"lirihnya sambil mengusap kepala Rima.

Sebenarnya Damar tidak tega jika harus membangunkan gadis gendut itu, melihat kondisi Rima yang sangat kelelahan sampai-sampai harus tertidur di depan rumah sembari menunggunya pulang. Namun tubuh Rima yang gemuk pasti membuat Damar kewalahan jika harus menggendongnya. Ia menegakan diri untuk membangunkan gadis gendut itu lagi.

"Rima.." Panggilnya sambil menepuk pelan bahu Rima.

Yang dipanggil pada akhirnya mengerjap, lalu mendongakkan kepalanya. Mata Rima langsung bersitatap dengan netra tajam milik seseorang yang sejak tadi ditunggunya. Damar, lelaki itu menatap Rima dengan pandangan yang sulit diartikan.

Tanpa mendengar penjelasan dari suaminya, Rima langsung merebut kunci rumah yang berada di genggaman tangan Damar. Ia berdiri, lalu membuka kuncinya dengan cepat. Nyawanya sudah cukup terkumpul ketika melihat wajah Damar yang justru tidak ada rasa bersalah sama sekali.

Gadis gendut itu berjalan menuju kamarnya dengan sempoyongan. Ia bergegas meletakkan tas, lalu kembali tidur tanpa berganti baju. Biarlah Damar tidak berniat meminta maaf padanya, ia sudah tidak peduli. Yang ia inginkan sekarang hanyalah tidur dan mengistirahatkan tubuhnya.

###

Damar berniat kembali membangunkan Rima untuk makan malam. Namun melihat wajah lelah istrinya, membuat ia tidak tega. Rasa bersalah masih melingkupi hati Damar. Seharusnya ia tadi menghubungi Rima, mengabari jika hari ini ia akan pulang malam. Jika saja tadi ia tidak lupa, maka bisa dipastikan saat ini Rima sudah tertidur pulas di rumah.

Ia mengacak rambutnya kasar, bingung bagaimana cara meminta maaf kepada Rima. Dirinya terlalu kaku jika dihadapkan dengan gadis labil seperti istrinya. Cukup lama Damar berpikir hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuka aplikasi google, mengetik beberapa kalimat tanya yang ada di benaknya. Tidak lama kemudian, beberapa judul blog muncul di layar ponselnya.

'Tips dan trik untuk meminta maaf kepada istri.' Begitu judul yang membuat Damar tertarik untuk membukanya.

1. Berbicara dari hati ke hati.
2. Memberikannya bunga atau apa pun yang disukai istri.
3. Memuji istri.
4. Memeluk dan mencium kening istri.
5. Ajak istri berbelanja.

Lima hal tersebut membuat Damar memikirkan ulang cara untuk meminta maaf kepada Rima. Gengsinya begitu besar untuk mempraktikkan kelima hal-hal itu. Hm, mungkin ia harus menyegarkan tubuhnya terlebih dahulu agar bisa berpikir dengan baik.

Selesai mandi, pikiran Damar kembali berkecamuk. Ia berniat akan memberikan Rima kejutan, sebelum ia berangkat ke Jakarta dan tinggal selama tiga bulan lamanya di sana. Satu minggu lagi, ia akan berangat ke Jakarta untuk melakukan karantina dan latihan dalam menghadapi AFC tahun ini.

My Obesity Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang