Chapter 6

11.1K 784 14
                                    

Rima bergerak gelisah dalam tidurnya, mimpi buruk itu kembali lagi. Tak urung membuatnya terbangun dengan tubuh penuh keringat juga napasnya yang tidak beraturan, seiring dengan gerakan naik turun di dadanya.

Ia menoleh ke samping, menemukan kekosongan yang sama pada tempat tidur Damar. Ke mana lelaki itu? Apa sudah lupa jika memiliki seorang istri? Sementara jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Ah ya, Rima baru ingat jika ia belum melaksanakan sholat Isya.

Bangkit dari posisi tidurnya, gadis gendut itu berjalan pelan menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya yang kusut akibat menangis semalaman. Selesai dengan urusan kamar mandi dan menunaikan sholat, Rima bergegas membersihkan kamarnya yang masih penuh dengan kelopak bunga mawar merah. Tidak lupa juga ia membereskan berbagai makanan yang sudah dingin karena ia tak menyentuhnya sama sekali.

Lega bercampur lelah. Itu yang Rima rasakan setelah melihat keadaan kamarnya kembali seperti semula. Sedikit peluh membanjiri dahi dan lehernya. Ia kembali terduduk di ranjang sembari memainkan ponselnya asal, membuka-buka menu utama lalu kembali lagi ke wallpaper awal.

Rima jadi tidak fokus. Pikirannya menerawang penuh kepada Damar. Tiba-tiba ia teringat dengan sebuah kesepakatan yang sudah hampir ia lupakan. Rima mengutuk dirinya sendiri.

"Belum tidur?" Suara Damar membuyarkan lamunan Rima, membuat gadis gendut itu tersentak kaget dan hampir menjatuhkan ponsel. Kapan masuknya lelaki itu? Rima sama sekali tidak mendengar deru mobil ataupun suara pintu terbuka.

Dengan santai Damar melepas jaketnya, lalu meletakkan jaket berlogo Adidas itu di gantungan lemari. Damar berjalan menuju ranjang, menghampiri Rima yang masih diam, tidak menjawab pertanyaan basi-basi darinya.

"Tidur!" Titah lelaki itu.

Bukannya menuruti perintah Damar, Rima malah beranjak dari posisinya, mengambil ponsel dan headset lalu melangkahkan kakinya ke luar kamar. Ia butuh ketenangan, setidaknya untuk malam ini saja. Maka gadis gendut itu memutuskan tidur di kamar tamu.

Drrt drrtt

Ponselnya bergetar singkat, menandakan jika ada notifikasi pesan yang masuk. Dahinya mengernyit heran ketika mendapati bahwa Nana lah yang mengiriminya pesan.

Nana
Belum tidur, Rim?

Rima
Belum. Nggak ngantuk sama sekali. Tumben WA aku? Malem-malem lagi.

Nana
Cuma pengen cek keadaan kamu. Hehe.

Rima
Vc yuk, Na. Lagi galau nih.

Tanpa persetujuan dari sahabatnya, Rima langsung mendial nomor Nana. Tidak perlu menunggu lama, layarnya sudah menampakkan wajah lelah Nana dengan background dinding putih khas rumah sakit yang seringkali ia temui.

"Kamu di rumah sakit? Siapa yang sakit?" Tanpa mengucap salam, Rima bertanya. Gurat kecemasan tercetak jelas di wajah bulatnya.

"Kak Karina masuk rumah sakit lagi. Penyakitnya kambuh."

Rima mengangguk-anggukkan kepalanya, paham jika kakak dari sahabatnya itu mengidap penyakit kanker payudara.

"Terus sekarang gimana keadaannya?"

"Kak Karina harus segera dioperasi, keadaannya kritis."

Rima cukup terkejut. "Na, yang kuat ya. Semua akan baik-baik saja, ada Allah yang selalu bersama kita. Maaf aku hanya bisa bantu doa buat keluarga kamu khususnya Kak Karin." Ia ikut sedih mendengar kabar dari Nana. Ingin rasanya ia memeluk tubuh sahabatnya jika saja Nana sedang bersamanya saat ini.

My Obesity Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang