Suara buku bertabrakan dengan lantai kamar sangat jelas didengar oleh Damar walaupun kedua telinganya tertutup headphone. Mata yang tadi terpejam, kini sudah terbuka dengan sempurna. Lelaki itu terduduk dengan pandangan yang ia fokuskan ke arah Rima.
"Aduh, maaf. Kebangun ya," ujar Rima merasa bersalah.
Segera saja ia memungut semua buku referensi skripsi yang sudah berbaring bebas di lantai dingin kamar. Terjatuh akibat lemak perutnya yang menyenggol buku-buku tebal itu.
"Belajarnya belum selesai?" Rima mendongak, menatap Damar yang masih sibuk mengucek mata. Rambutnya berantakan. Suara serak khas bangun tidur begitu jelas di telinga Rima.
"Udah. Ini mau tidur." Gadis gendut itu berjalan menuju ranjang dengan santai. Ia mengabaikan tatapan Damar yang seperti akan mengulitinya.
"Besok-besok belajarnya saya izinkan hanya sampai jam sepuluh malam," ujar Damar tiba-tiba.
Rima kembali membuka matanya yang sempat terpejam. Ia membalikkan tubuh menghadap laki-laki yang tadi ia punggungi. Tatapannya begitu tajam. Rima benar-benar tidak suka saat Damar melarangnya. Apalagi ini tentang jam belajar yang akan berdampak pada prestasinya.
"Kok gitu, sih. Ini kan belum larut, masih jam setengah dua belas. Lagian besok Hari Minggu, kalau di rumah ibu malah biasanya sampai jam satu." Gadis gendut itu mencebikkan bibir. Tatapan sinis masih terlihat dari sorot matanya.
Tanpa diduga oleh Rima, Damar tersenyum. Tangannya bergerak mengacak lembut rambut gadis yang telah ia nikahi selama lima bulan ini, membuat Rima semakin mencebikkan bibirnya.
"Ya sudah, kalau kamu nggak mau. Saya akan tinggal di rumah Mama saja. Kamu bisa tinggal di sini sendirian dan melakukan apa pun semau kamu. Oh iya, Saya nggak jamin kalau di sini nggak ada penghuni ghaibnya. Hati-hati." Damar menakut-nakuti istrinya, berharap agar istri gembulnya itu mau menuruti perintahnya.
"Dam... jahat banget sih. Ya janganlah." Rima merajuk kepada lelaki tampan di sebelahnya. Ia menarik-narik ujung kaos hitam yang tengah dipakai Damar.
"Saya sudah kasih pilihan kan." Lelaki itu mengedikkan bahunya tak acuh. Lalu berbaring memunggungi Rima yang masih menatapnya gusar.
Menghembuskan napas berat gadis gendut itu berucap, "Ya udah deh, aku nurut aja. Selesai belajarnya jam sepuluh."
Rima sudah mengalah, tetapi satu kata pun tidak ada yang diucapkan oleh suaminya. Gemas karena tidak ada jawaban, sontak ia mencubit kecil pinggang Damar, membuat sang empunya bergerak tidak nyaman.
"Dam?" Tanya Rima kembali menarik-narik kaos Damar dari belakang.
Ia berdecak, menduga jika suaminya sudah tidur.
"Peluk."
Rima membelalakkan mata. Tidak salah dengar, kan telinganya? Barusan Damar meminta peluk kepada dirinya. Apa? Meminta peluk?
"Emmm.. beneran?" Rima masih menatap ragu punggung lebar Damar.
Sebuah deheman dari Damar dapat ia simpulkan jika suaminya itu benar-benar meminta peluk. Dengan jantung yang berdetak maraton, gadis gendut itu mencoba merengkuh pinggang lebar Damar. Ia benar-benar gugup dibuatnya. Sampai-sampai semua cacian yang sudah ia siapkan untuk Damar malah menghilang.
Dengan sedikit kaku, kedua tangan Rima kini sudah bertengger manis di sana. Ia dapat merasakan jika Damar semakin merapatkan tubuhnya, membuat sensasi nyaman kembali mereka rasakan. Tidak hanya itu, Rima juga merasakan tangannya yang tengah diusap lembut Damar. Ia menghembuskan napas berat, lelaki itu benar-benar bisa membuat dirinya kelimpungan menahan perasaan aman dan nyaman di dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Obesity Love✔
RomansaDijodohkan dengan pemain Timnas?? Rimasuna Hilwani (22), seorang gadis bertubuh gemuk. Dengan berat badan 75 kg dan tinggi badan 160 cm. Perjalanan hidupnya bermula saat ia dijodohkan dengan Damar Putra Al-Faraby (27), seorang atlet bertubuh tegap y...