Chapter 14

9.5K 773 42
                                    

Hujan deras lagi-lagi membasahi bumi yang beruban. Genangan air mulai membanjiri jalanan depan komplek perumahan. Rima mengusap kedua lengannya, merasa kedinginan dengan udara bersuhu 23°C. Menyesap teh yang sudah dingin pun tidak memberikan pengaruh apa-apa untuk tubuh. Ia memilih beranjak dari kursi, lalu melangkah gontai masuk ke dalam rumah.

"Tidur, Rim," ucap Damar saat melihat Rima masuk ke rumah dengan cangkir di tangannya.

Rima tidak menjawab. Ia menguatkan hatinya agar bisa bersikap tak acuh kepada suaminya.

"Rim! bantu saya berjalan ke kamar dong!" Teriak Damar saat Rima meletakkan cangkir itu ke wastafel.

Tanpa merespon, segera saja Rima memapahnya ke kamar. Berusaha bersikap biasa saja. Meskipun ia marah kepada Damar, sebisa mungkin Rima masih menjalankan kewajibannya sebagai istri untuk melayani suaminya. Ia tidak mau dicap durhaka sebagai seorang istri. Apalagi sekarang mereka masih tinggal di rumah Mama, sangat tidak etis jika tiba-tiba mertuanya berubah menjadi galak. Seperti yang ada di film-film adzab, saat tahu bahwa menantunya tidak becus dalam mengurus anaknya.

Setelah menyelimuti Damar sampai sebatas dada, Rima beralih mengecek ponselnya. Menemukan satu notifikasi dari Karina. Kakak dari sahabatnya itu mengatakan jika ingin video call dengannya. Ia merebahkan tubuhnya di sebelah Damar yang juga bermain ponsel. Tidak lupa juga Rima membentangkan guling di antara mereka.

"Assalamualaikum. Rimaaaa!!" Salam Karina setengah berteriak.

Damar yang berada di sampingnya merasa sangat familiar dengan teriakan gadis itu. Namun, ia tetap dengan kegiatannya yang sedang men-stalk akun instagram milik atlet bola seangkatannya.

"Waalaikumussalam. Tumben banget sih minta video call." Rima tersenyum kecil kepada Karina.

"Huh... aku lagi seneng aja."

"Seneng kenapa emang, Kak?" Tanya Rima penasaran. Karina semakin cengengesan.

"Lusa, Damar mau jemput aku pas check out dari rumah sakit. Terus dia malah nawarin buat beliin aku bunga sama coklat," ucap Karina semangat, Rima memaksakan senyumnya.

Sedangkan Damar, jangan tanyakan bagaimana shock nya lelaki itu. Yang kini sudah berbaring miring menghadap Rima, melempar jauh guling di antara mereka dengan tangannya bergerak meraih tangan Rima yang bebas untuk digenggamnya erat-erat. Tubuhnya menegang. Ia baru sadar jika yang menelpon istrinya adalah Karina.

"Uuhh.. so sweet banget, Kak. Kak Karina beruntung deh, punya pacar kayak dia." Rima menggertakkan giginya tanpa suara. Tangannya semakin mencengkram kuat tangan Damar.

"Alhamdulillah, emang sudah takdir kali Rim," jawab Karina tersenyum lebar. Hati Rima semakin menggerutu, ia tersenyum getir.

"Kalau nikah, jangan lupa traktirannya ya Kak. Soalnya, aku lihat-lihat kalian berdua cocok juga," ujar Rima tersenyum manis kepada Karina.

"Oh tentu, kamu orang pertama yang aku traktir. Doakan aja ya!" Balas Karina dengan wajah setengah memohon.

Rima pura-pura menguap.

"Kak, udah dulu ya. Ngantuk nih," alibi Rima.

"Yah, cepet amat. Iya udah deh," ucap Karina lesu, hendak mengucap salam penutup.

"Eh, bentar-bentar. Aku titip salam ke pacar kakak," pinta Rima tiba-tiba.

"Oke, siap. Malam ini juga aku sampaikan. Assalamualaikum," salam Karina disertai cengiran khasnya.

"Waalaikumussalam." Rima menekan tombol merah pada layar ponsel. Ia menghentakkan tangannya yang tadi digenggam oleh Damar, lalu berbalik memunggungi suaminya itu. Berpura-pura tidur.

My Obesity Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang