Membaca jurnal internasional yang penuh bahasa Inggris ternyata berhasil membuat Rima mengantuk. Beberapa kali gadis gendut itu menguap, menutupi mulut yang terbuka dengan tangan kirinya. Sesekali ia meluangkan diri untuk mengecek ponsel, menggeser beberapa notifikasi yang berderet di lock screen, hingga berujung pada rasa kecewa. Dari sekian banyak notifikasi, tidak ada satu pun dari Damar sesuai harapannya.
Bangkit dari duduk, Rima mencoba melapangkan hatinya yang kembali menelan kekecewaan. Diliriknya jam yang berada di deretan atas lock screen, menunjukkan pukul 00:21. Empat jam gadis gendut itu menantikan telpon dari Damar. Baru saja kemarin ia lupa dengan acara marahannya. Kini, mood-nya kembali dihancurkan oleh orang yang sama.
Gadis berambut sepinggang itu berjalan menuju kamar mandi, menjalankan rutinitasnya sebelum tidur. Setelah selesai, ia merapikan laptop dan alat tulis, kemudian berjalan tak sabar menuju kasur berbalut bedcover monokrom yang sudah memanggil-manggil dirinya. Kantuk semakin mendukung Rima untuk bergelung di atasnya. Selesai menyalakan lampu tidur dan mematikan lampu kamar, ia memejamkan mata, masa bodoh dengan Damar jika nanti menelponnya.
Baru beberapa detik memejamkan mata, dering ponsel di atas nakas memaksanya untuk kembali membuka mata. Dering pertama ia abaikan, begitu juga dengan dering ketiga dan keempat. Namun tetap saja Rima tidak bisa tahan saat dering selanjutnya kembali menggema di telinganya. Gadis gendut itu mendengus sebal, mengutuk seseorang yang membuat ponselnya berdering.
Tanpa melihat siapa yang menelpon, ia langsung saja mengangkatnya. "Siapa sih, malam-malam gangguin orang tidur?!" Cerocos Rima tanpa memberi kesempatan sang penelpon berbicara.
"Assalamualaikum." Seseorang di seberang mengucap salam tanpa peduli dengan gerutuan gadis gendut itu.
"Waalaikumussalam," jawab Rima malas, belum sadar jika pelaku yang membuatnya terbangun adalah Damar-suaminya.
"Tumben udah tidur?"
Kali ini, Rima mengernyitkan dahi. Ia melihat layar ponselnya. Di sana, kontak Damar yang ia beri nama 'Pak Atlet' pun terpampang nyata.
"Rim?"
Lagi. Suara lelaki itu menyadarkannya.
"Eh iya, Dam."
"Ganggu ya? Kamu balik tidur aja deh."
"Enggak kok, nggak ganggu," jawabnya cepat.
"Maaf ya, tadi ada acara dinner sama doa bersama dulu. Saya kira sebentar, taunya ada pesta juga," ungkap Damar dengan rasa bersalahnya.
Rima mendengus, teringat dengan mood nya yang sempat hancur tadi. "Iya, nggak papa. Aku udah sering di PHP, jadi kebal," sindirnya.
Damar yang berada di seberang hanya mengulas senyum kecil, paham jika gadisnya sedang marah.
"Pulangnya masih lama? Mending sekalian nggak usah pulang deh," lanjutnya setelah berdehem, menghilangkan kegugupan yang tiba-tiba menderanya. Rima takut jika Damar bisa menyimpulkan perasaan rindunya.
"Dua bulan, dua puluh sembilan hari lagi. Lama ya?" Tanya Damar, tepatnya seperti pernyataan.
"Kok nanya balik, sih. Ya lama lah. Betah banget di Jakarta," ketus Rima sebelum menguap karena tiba-tiba kantuk menderanya, mata gadis gendut itu sudah memerah dan berair. Ia mulai mengatur posisi bantal yang nyaman untuk kepalanya.
"Mau gimana lagi. Semua yang menyangkut hobi dan pekerjaan saya, menuntut saya untuk menyukainya. Kenapa kamu nanya gitu? Takut rindu saya?"
Damar tersenyum kecil, membayangkan pipi Rima yang sudah memerah akibat gombalan super recehnya. Ia menduga, pasti setelah ini istrinya itu akan berucap sewot dan marah-marah tidak jelas seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Obesity Love✔
RomansaDijodohkan dengan pemain Timnas?? Rimasuna Hilwani (22), seorang gadis bertubuh gemuk. Dengan berat badan 75 kg dan tinggi badan 160 cm. Perjalanan hidupnya bermula saat ia dijodohkan dengan Damar Putra Al-Faraby (27), seorang atlet bertubuh tegap y...