30

28 0 0
                                    

Kami bertiga duduk di karpet di depan sofa ruang keluarga. Terdengar tawa kencang Lucas dan Ellie setelah Lucas menceritakan salah satu cerita lucunya. Cerita lucu tentang dirinya sendiri yang cukup ceroboh.

"Hahaha... Kau ini ceroboh sekali!" Ellie mengusap matanya sedikit dan menggelengkan kepalanya.

"Itu baru saja terjadi semalam! Sungguh! Aku malu dengan diriku sendiri, dan Kak Ame... pfftt! Hahaha! Astaga! Aku tidak bisa menahan tawaku sendiri!" Lucas kembali tertawa. Namun, kali ini lebih kencang lagi.

Aku melihatnya. Dia begitu bahagia bersama Ellie. Memang. Mengundang Ellie ke sini adalah ide terbaik yang kupunya. Siapa lagi orang yang bisa menghiburnya? Untuk membuatnya merasa lebih baik?

Ellie juga. Dia juga bahagia saat bersama Lucas. Dia bisa melupakan Daniel begitu saja saat bersamanya. Ide yang bagus pula untuk membuat Ellie melupakan sejenak tentang Daniel yang menurutnya masih berada di luar sana.

Untukku, aku merasa bahagia melihat mereka berdua bahagia. Lihatlah mereka. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Menutupi segala kekurangan mereka. Melupakan sejenak segala masalah yang mereka hadapi.

Untukku, mereka adalah dua orang yang membuatku merasa berbeda. Mereka selalu ada untukku. Mereka selalu ada di sisiku. Mereka telah membawaku ke tempat yang baru. Tempat yang hangat dan penuh dengan keceriaan. Dua orang periang itu membuatku menjadi seseorang yang berbeda. Bukan berbeda, tapi baru.

Mereka membuatku menjadi diriku saat ini.

"Dania?"

Aku segera melihat Ellie setelah ia memanggilku.

"Mengapa kau selalu diam saja di saat seperti ini? Ini bukan pembicaraan antara aku dan Lucas. Ini pembicaraan kita bertiga!"

Selalu begitu. Itu yang selalu Ellie katakan padaku. Aku hanya membiarkan mereka bicara. Merasa nyaman satu sama lain. Tapi, diluar itu, lelucon atau cerita lucu bukanlah hal yang biasa kudengar. Aku juga jarang tertawa atau mengerti maksud dari apa yang mereka ceritakan. Mungkin, hal itu yang menjadi pembatas antara aku dan dua orang periang itu.

"Tidak apa. Kalian bicara saja. Aku mendengarkan."

Ellie menggerakan jari telunjuknya berayun ke samping, lalu menggeleng. "Oh tidak, tidak. Bagaimana jika kita membuat satu permainan? Kejujuran atau tantangan. Kalian tahu permainan itu, kan?"

Kejujuran dan tantangan. Aku pernah memainkannya semasa SMP bersama beberapa teman sekelasku.

"Aku baru pertama kali memainkannya saat masih jadi pelayan kafe. Menurut Kak Rara, seniorku, permainan itu dimainkan untuk bisa saling mengenal lebih antara satu dengan yang lainnya. Selain itu ada keseruan tersendiri dari permainan itu." Lucas angkat bicara soal permaian ini.

"Jadi, sebelum itu kau belum pernah memainkan permainan ini?" Simpul Ellie.

"Iya. Saat itu adalah permaian pertamaku."

Ellie mengangguk mengerti dengan penjelasan Lucas, lalu ia melihatku.

"Kalau kau, Dania?"

"Aku tahu permainan itu. Jangan khawatirkan aku."

"Baiklah!" Ellie menepuk kedua tangannya dengan bersemangat dan pandangannya merata padaku dan Lucas.

"Begini peraturannya. Aku tahu setiap orang punya peraturan tersendiri dalam memainkan permainan ini, jadi, aku akan membuat peraturannya sendiri. Kita akan melakukan hompimpa untuk mengetahui siapa yang pertama menjawab pertanyaan atau tantangan. Jika ada satu tangan yang berbeda dengan yang lainnya, maka dia yang menjawab pertanyaan atau tantangannya pertama.

180 Degrees: Changes of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang