37

4 0 0
                                    

09.22 AM

Sudah sekitar dua jam berlalu sejak kami berangkat ke ibu kota. Kami sudah memasuki ibu kota sejak setengah jam lalu. Saat ini kami dalam perjalanan menuju gedung di mana pesta ini akan berlangsung.

Berbeda dengan kota di mana aku tinggal, di sini lebih banyak gedung pencakar langit dan lebih ramai kendaraan juga. Gedung tinggi yang ada di kotaku hanya ada di pusat kota saja. Namun, tidak setinggi ini. Mungkin maksimal 20 tingkat, seperti gedung perusahaan atau gedung hotel. Di sini, gedung tinggi seolah mengelilingi jalan tol yang kami lewati.

Jalan layang yang berliku membuatku bisa melihat seluruh ibu kota dari ketinggian. Langit abu-abu keputihan tidak sama seperti langit biru di kotaku. Sangat sulit untuk melihat langit biru cerah di sini mengingat banyaknya polusi udara dari kendaraan dan juga industri.

Perjalanan dua jam ini sudah memakan tenaga meskipun hanya duduk sembari melihat apa saja di luar mobil ini. Semangat sudah berubah menjadi kebosanan. Suasana di mobil ini cukup canggung untukku karena hanya pekerjaan yang bukan urusanku yang dibicarakan. Jadwal-jadwal penting Tuan direktur dibicarakan dalam mobil ini. Aku yang hanya belajar untuk menjadi seorang pemimpin hanya bisa mendengar sederet pekerjaan Tuan direktur yang begitu berat. Pantas wajah lelah selalu terlihat padanya.

Sederet jadwal penerbangan ke luar kota, rapat pertemuan, rapat bulanan, beberapa riset, Tuan direktur tidak pernah berhenti bekerja. Aku yang mendengar semua ini semakin terbayang dengan beratnya tugas yang akan dilimpahkan padaku di masa depan.

"Tuan? Gedung hotelnya ada setelah keluar dari jalan tol. Anda lihat gedung tinggi abu-abu itu, kan, tuan?"

"Aku melihatnya. Aku akan ke kiri sekarang."

Sudah dekat, ya? Akhirnya kita sampai juga.

"Kalian bersiaplah. Kita akan sampai dengan cepat." Perintah tuan direktur.

"Baik, tuan." ucapku.

Aku melihat gedung yang maksud itu. Sungguh megah dengan warna dinding abu-abu yang nampak cukup mengkilap. Gedung ini terlihat sangat tinggi yang entah berapa tingkat itu. Menurutku kurang lebih 50 lantai.

Aku menjauhkan pandanganku dari jendela dan mulai merapikan sedikit penampilanku dan merapikan rambutku yang mulai kehilangan bentuknya setelah dua jam lebih perjalanan. Bukan ide bagus untuk membentuk rambut jika waktu perjalanannya begitu lama.

"Maaf, nona. Bagian sini sedikit berantakan." Nyonya Jena merapikan rambutku.

"Oh... Terima kasih, nyonya."

Kemudian, beliau mengambil sisir miliknya dan memberikannya padaku. "Sebaiknya anda merapikan sedikit rambut anda dengan ini."

Aku mengambilnya dan berterima kasih padanya. Kemudian aku merapikan sedikit rambutku dengan sisir itu.

Memang Nyonya Jena ini selalu membantuku di dalam maupun di luar kantor. Beliau kadang memanduku untuk mempelajari beberapa pekerjaan. Beliau begitu ramah dan juga cantik meskipun usianya tak lagi muda. Beliau sudah lama bercerai dengan suaminya dan belum menikah lagi. Sama seperti tuan direktur. Selain itu, ia juga belum memiliki keturunan.

Setelah merasa rambutku sudah lebih baik, aku mengembalikan sisirnya pada Nyonya Jena, lalu aku membuka kamera pada ponselku untuk melihat penampilanku. Benar dugaanku. Penampilanku saat ini sudah lebih baik. Hanya butuh sedikit tambahan untuk beberapa bagian wajah yang mulai memudar.

Aku pun menambahkan sedikit bedak dan juga lipstik. Begitu pun dengan Nyonya Jena sendiri.

Setelah beberapa saat, mobil yang kami tumpangi akhirnya memasuki wilayah gedung setelah melewati perjalan yang cukup panjang. Tuan direktur memarkirkan mobil di basement, lalu kami bertiga menaiki lift untuk masuk ke lantai di mana acara ini berlangsung.

180 Degrees: Changes of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang