39

19 0 0
                                    

Pesta ini masih berlangsung. Melelahkan memang. Namun, inilah acaranya. Ayah kembali bicara pada orang-orang di sekitarnya dan aku mencoba untuk mengistirahatkan kakiku dengan duduk di kursi yang untung saja disediakan sembari memakan coklat yang aku ambil dari meja makanan dan berkirim pesan dengan Ellie.

Ellie
|Tuan Sandy sudah menjemputku sesuai jadwal tadi. Padahal, aku masih ingin di sana untuk menunggu Lucas.
|Maafkan aku, Dania. Aku tidak tahu kalau Lucas sebenarnya belum pulih dan maaf aku tidak bisa menemani Lucas terlalu lama, aku harus pulang.

Dania

Tidak apa, Ellie. Terima kasih sudah| menjaga Lucas seharian ini. Aku senang jika Lucas bahagia karena sudah melakukan apa yang ia inginkan.

Aku mengunci kembali ponselku dan memasukkannya dalam tas.

Beruntung Ellie bisa menolong Lucas di saat seperti itu. Kak Ame juga segera datang untuk menjaganya untukku. Memang benar. Ini bukan hanya tugasku atau tanggung jawabku. Semua orang membantuku. Semua orang menjaga Lucas untukku. Aku tidak sendirian. Tidak seperti dulu saat aku harus melawan arus untuk mendekatinya.

Aku senang mereka ada di saat Lucas jatuh sakit seperti ini. Hanya saja... Aku takut. Mungkin karena aku tidak sedang berada di sisinya. Mungkin. Mungkin saja.

Aku harus bersabar. Aku harus menunggu sampai acara ini berakhir. Sebentar lagi. Ditambah perjalanan dua sampai tiga jam. Waktu ini akan berjalan sangat lamban seiring aku tidak bisa menunggu lebih lama.

Perasaan ini terulang lagi dan lagi. Situasi ini terulang lagi dan lagi. Aku mengandalkan orang lain lagi dan lagi. Hanya saja kali ini aku terlibat langsung meskipun kali ini aku sedang berada di tempat yang jauh darinya.

Dulu aku hanya bisa bertanya dan bertanya. Memohon dan memohon untuk kesembuhannya. Berharap dan berharap agar penderitaannya segera berakhir. Menangis dan menangis saat keadaannya memburuk. Terpuruk saat ia akhirnya pergi pula. Mempertaruhkan nyawanya untukku.

Selalu dia. Selalu dia dalam pikiranku. Selalu dia yang menjadi bayang-bayangku. Selalu dia yang diperjuangkan. Selalu dia yang aku sesali. Aku benar-benar gagal untuk melupakannya. Sangat sulit untuk pergi jauh darinya. Melupakan segala dosa dan kesalahanku padanya.

Aku menunduk. Kembali mengingat Lucas yang saat ini sedang bersamaku. Tanggung jawabku. Keinginanku. Keputusanku. Lucas lebih baik darinya. Dia lebih bisa kuandalkan. Hanya saja, terkadang ketakutanku muncul saat aku membuatnya kecewa. Aku takut dia akan bersikap seperti Daniel yang mudah tertekan dan memilih pergi dariku. Menjauh dariku. Tak pernah kembali. Tak tahu harus bagaimana. Tak tahu untuk hidup. Dan akhirnya...

... Aku tidak mau memikirkannya.

Semua itu membuatku takut. Kuharap itu tidak akan pernah terjadi. Semuanya harus berjalan dengan baik. Hingga waktunya nanti, dua bulan lagi, aku siap melepaskannya jika ayah tidak bisa membuat Lucas tinggal lebih lama lagi.

Aku akan melepaskan tangannya. Meskipun aku tidak bisa. Aku pasti akan memikirkan cara lain.

"Dania?"

Panggilan pelan itu membuatku mendongak melihat asal suara. Ayah dan Nyonya Jena berdiri di hadapanku.

"Ayo kita pulang."

Aku merasa senang dan lega di saat yang sama mendengar kata 'pulang'. Aku mengangguk dan kami pun pergi keluar dari pesta yang panjang ini.

Aku akan bertemu dengannya sebentar lagi. Dan Kak Ame? Tolong berikan kabar padaku.

.
.
.
.
.
.

Ini sudah malam. Aku berdiri di depan pintu rumah, membuka pintu rumah yang sudah di dalamnya sudah terang karena lampu dan di depanku sudah berdiri ayah yang menatapku yang baru saja memasuki rumah ini. Aku cukup terkejut dengan kehadirannya di hadapanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

180 Degrees: Changes of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang