15 - Guilty

2.1K 162 13
                                    

Yoongi terus menatap lekat wajah tampan sang adik yang masih terlelap, semalam adiknya demam. Untung saja pagi ini demamnya sudah mulai turun. Mengelus surai si kecil yang lepek karena keringat dengan penuh sayang. Jujur, Yoongi sangat merindukan sosok di depannya. Tak terasa ia melewatkan begitu banyak hal. Bayi singanya kini tumbuh menjadi singa yang tampan.

"Maafkan hyung, ya? Hyung tidak bisa menjadi kakak yang baik untukmu." Yoongi tersenyum kecut. Netranya tak mau lepas dari wajah Taehyung yang sangat tirus.

"Kau tumbuh menjadi pria tampan sekarang. Padahal dulu dekil sekali." yang lebih tua terkekeh mengingat bagaimana rupa dan wujud sang adik dulu.

"Apa kau makan dengan baik? Bagaimana bisa sekurus ini?" tangan sang kakak beralih menggengam jemari Taehyung yang menurutnya hanya terbungkus kulit saja. Bahkan uratnya terlihat menonjol.

"Kesayanganmu, dia tidak nakal lagi, 'kan?" tak terasa air mata mulai menumpuk di pelupuk matanya. Lalu Yoongi mengelus dada kiri Taehyung pelan, tempat dimana kesayangan berada.

"Mengapa dia kembali lagi? Kenapa harus kau, Tae?"

Yoongi tahu segalanya tentang Taehyung dengan mengandalkan beberapa informan kepercayaannya. Seandainya penculikan itu tidak terjadi, mungkin kini ia hidup bahagia dengan ketiga adiknya. Seandainya sang ayah tak berbuat curang dan menyadari kesalahannya sejak dulu, mungkin ibu masih mengelus dan memeluk Yoongi dan ketiga adiknya hingga sekarang. Seandainya itu semua tidak terjadi, mungkin keluarganya adalah yang paling bahagia diantara semua keluarga di dunia ini. Hanya andai dan mungkin.

Sebenarnya saat ia dan Hoseok berhasil melarikan diri dari para penculik, Yoongi berniat ingin menemui Taehyung di rumah. Adiknya pasti sangat ketakutan saat itu. Namun sebuah fakta menamparnya dengan tak manusiawi.

Apakah para penculik menyekapnya terlalu lama?

Rumahnya penuh dengan orang-orang berpakaian hitam. Yoongi mendekat, kakinya gemetar hebat. Jantungnya berdegup sangat cepat. Lalu ia tolehkan kepalanya--melihat Hoseok. Kondisi anak itu tak jauh beda dengan dirinya. Mental keduanya terguncang hebat.

Kenyataan mencekiknya terlalu erat. Mengoyak jalan napas serta jantungnya. Fakta bahwa sang ibulah yang terbujur kaku di dalam sana membuatnya ingin memaki takdir.

Menurut informasi, ibunya sakit karena depresi berat--hampir gila. Lalu setelah perlahan kesadaran mengambil alih balik sang ibu, sebuah timah panas menembus jantung malaikatnya.

"Seorang musuh ayahmu sengaja melakukannya."

Setelah kalimat itu keluar dari mulut salah satu tetangganya, Yoongi benar-benar membenci sang ayah. Orang yang dulu sangat ia banggakan dan menjadi idolanya adalah penyebab semua kekacauan ini terjadi.

Yoongi benci ayah---ayah tiri lebih tepatnya, dan ia juga mulai membenci hidupnya sendiri.

Yoongi dan Hoseok melihat pemakaman ibu dari jauh. Tak berani mendekat. Takut jika ia mendekat malah semakin menyalahkan Tuhan. Itu tak boleh terjadi. Maka dengan berat hati, setelah pemakaman ibu selesai ia memilih pergi mencari tempat tinggal baru dengan membawa serta Hoseok bersamanya. Persetan dengan uang, ia bisa bekerja nanti. Apapun jenis pekerjaanya.

Yoongi pergi dengan segala kabut yang menyelimuti hatinya. Hingga tanpa sadar ia juga pergi meninggalkan dua malaikat kecil lainnya.

Tak hanya itu, mental Hoseok terguncang begitu hebat. Anak itu tak mau makan bahkan untuk berbicara saja tak mau. Pandangannya kosong seperti tak ada kehidupan didalamnya. Hoseok persis raga yang ditinggal jiwanya pergi.

Yoongi memejam erat kala ingatan itu kembali melintas di kepalanya. Kenangan itu mencekiknya hingga ia kesulitan bernapas. Apakah itu pantas disebut kenangan? Rasanya Yoongi tidak sudi menyebutnya demikian.

UntitleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang