Mansion ini sangat mewah. Clarine berdecak kagum dari tadi.
"Kamar kamu ada di atas. "
Clarine menoleh. "Kamarku? "
"Mulai sekarang kamu tinggal di sini. Aku butuh asisten."
"Hah? "
"Hanya mencatat daftar peserta,"
"Peserta apa? " Clarine duduk di kursi kecil dekat tembok.
Elvano menyalakan AC sebelum menjawab pertanyaan Clarine. Apa dia mengatakan hal ini sekarang?
Tapi bagaimana kalau dia takut?"Menurut pendapat kamu, aku ini... apa? "
"Manusia. "
"Hmm. "
"Tapi kamu aneh... " Clarine menyipitkan matanya, "kayak aku, "
"Bingo! "
Elvano mengeluarkan pisau lipat dari balik sakunya. Clarine melotot. Itu pisaunya, pisau kesayangannya.
"Mau psikiater?" Elvano membasahi bibirnya yang kering.
Clarine terdiam.
"Kita sama. " katanya tiba-tiba.
Elvano tersenyum tipis. "Beda. "
"Beda apanya, kita ini sama-sama gila. Kita suka hal yang dihindari orang pada umumnya." Clarine menunjukkan raut cemas.
Menyenderkan diri di tembok, Elvano menatap langit-langit rumah dengan tatapan kosong.
"Aku suka menyakiti orang lain, tapi kamu suka menyakiti diri sendiri. Keduanya sama-sama dosa, jadi buat apa nyakitin diri sendiri. Bukankah lebih baik menyakiti orang lain? "
"Keluhan kita berbeda... "
"Istirahatlah. Aku pergi. " Elvano meninggalkan Clarine sendiri.
Suara motor yang menyala menandakan Elvano pergi dari mansion ini. Sekarang suasana di sini benar-benar sepi, bahkan suara hewan ataupun tumbuhan yang bergerak tertiup angin pun tidak ada.
Clarine meneteskan air matanya. Ya, dia sebenarnya juga ingin melampiaskan kepada orang lain. Tapi, dia tidak pernah bisa. Lagipula, dia teringat akan pesan almarhum Ibunya saat masih kecil bahwa dia tidak boleh menyakiti orang lain.
***
Seperti biasanya, Clarine datang ke sekolah disambut dengan cemoohan teman-temannya. Dia seakan sudah kebal dengan semua ini.
Kemarin sore, dia pergi dari mansion itu dan kembali ke rumahnya. Dia tidak mau menginap di tempat yang bahkan dia sendiri tidak kenal persis siapa pemiliknya.
Clarine meraba laci mejanya untuk membersihkan sampah yang biasanya menumpuk disana. Tetapi aneh. Kali ini bersih. Tapi ada sesuatu yang terdapat disana. Clarine membungkukkan badannya.
"Surat? " gumamnya.
Dia membuka amplop itu.
Siapkan hari warna merah
Tertulis dengan tinta merah dan terdapat inisial 'TD' disana.
Tak mau ambil pusing, Clarine melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam tas. Untuk koleksi, mungkin.
Pada jam istirahat, Clarine dibawa ke kamar mandi oleh Stevy dan teman-temannya. Kepala Clarine dicelupkan ke dalam bak mandi berulang-ulang kali hingga napasnya tersengal-sengal.
Clarine diam, tidak melawan sama sekali. Percuma juga melawan, mereka berempat sedangkan Clarine sendirian. Sudah kalah jumlah.
"Sampah kayak lo nggak pantas buat sekolah disini! "
Byurr
Lagi-lagi kepala Clarine dicelupkan ke dalam bak. Setelah puas, mereka meninggalkan Clarine sendirian dengan kondisi basah kuyup.
Terpaksa, Clarine berjalan menuju lapangan untuk mengeringkan dirinya.
"Pusing... " keluh Clarine sambil menatap teriknya matahari di tengah lapangan.
Drrt drrt
Clarine merogoh saku roknya. Untung saja Stevy dan teman-temannya tidak menyadari hadirnya ponsel ini.
"Ya? "
"Pergi ke tempat satpam sekarang."
Tuut tuut
Sambungan terputus.
Clarine mengernyit kebingungan. Mungkinkah ini Elvano?
Clarine bergegas menuju tempat yang dikatakan. Sang satpam memberikan sebuah kiriman.
Handuk dan seragam sekolah. Tak lupa, ada minyak kayu putih juga.
Hmm, mungkin benar ini Elvano. Dengan langkah pelan, Clarine segera berganti baju dan kembali ke kelas. Untung saja sedang jamkos, jadi ia tak perlu repot-repot membuat alasan. Tetapi, sayangnya tas sekolah kesayangannya kini dipenuhi dengan coretan spidol merah. Menyebalkan!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Danger ✓
FanfictionENDING✓ Bagaimana jika sesuatu atau seseorang yang berbahaya berada didekatmu? Ketakutan? Oh tidak!! Tidak bagi Clarine. Dia malah begitu menyukainya bahkan mencari-carinya. Keinginannya itu terwujud ketika bertemu dengan Elvano di toko buku. Elva...