Sweet Danger eps 28

417 27 2
                                    

Malas sekali sebenarnya berlari-larian nggak jelas kayak gini. Kalau bukan Clarine, sudah El potong kaki gadis di depannya ini.

Tadi setelah acara makan di mansionnya, Clarine merengek minta segera diantar ke rumah sakit. Katanya dia mendapat telepon dari rumah sakit bahwa Ayahnya sudah sadar. Merepotkan memang. Udah tua, nyusahin lagi. Nggak mati aja, napa sih?!

Clarine segera memasuki kamar inap Ayahnya, disusul El. Disana, Ayahnya sedang tidur. Clarine bernafas lega lalu menggenggam tangan Ayahnya lembut. Ia tak peduli kalau Ayahnya akan marah nanti. Yang jelas, sekarang Clarine sangat bersyukur karena Ayahnya sudah sadar.

Herman membuka matanya perlahan saat merasakan tangannya hangat. Tatapannya kini beradu dengan Clarine yang tersenyum lebar sambil meneteskan air mata. "Ayah... nggak papa? "

Herman tak menjawab, mengerutkan dahinya bingung. "kamu, siapa? " pandangannya tertuju pada Clarine dan El secara bergantian.

Boomm!

Clarine melebarkan matanya, terkejut. Ayahnya, melupakan dirinya?

El diam-diam tertawa jahat dalam hati. Manusia penuh dosa, ingatannya dicabut deh hahahaha. Rasain.

"Ini Clarine, Yah, anak Ayah. " Clarine mencoba tersenyum lalu menghapus air matanya di pipi.

"Saya nggak ingat apapun, maaf. " katanya jujur.

Clarine melepaskan genggamannya lalu menatap El dengan sendu. "El, Ayah... amnesia, ya? " tanyanya lirih.

"Syukur deh, " jawabnya enteng.

Clarine memukul lengan El gemas. "kok lo gitu, sih? "

Mereka memutuskan untuk menemui dokter. Ternyata benar, Herman mengalami amnesia.

"Bagus deh, jadinya kan dia nggak bisa nyakitin lo lagi, "

"Iya sih, tapi... "

"Nggak usah tapi-tapian, nikmatin aja. Apa perlu gue ubah jati dirinya, mumpung dia lagi kayak gini. Kan gampang ka---"

"Haissh! " Clarine melotot sambil berkacak pinggang. "nggak usah aneh-aneh, ngerti? "

El hanya tersenyum kecil. Terserah sajalah. Mengapa-ngapakan Herman juga nggak ada untungnya. Lebih baik mengapa-ngapakan anaknya, kan dia jadi untung senang. Sama-sama senang maksudnya. Disakiti dan menyakiti. Simbiosis mutualisme, bukan?

Uwuuu...

"Ya udah, gue masuk dulu nemuin Ayah. "

"Hmm. "

El hanya mengawasi kegiatan Clarine lewat jendela. Gadis itu sedang berusaha mengakrabkan diri dengan Ayahnya, dan mulai menyuapinya dengan bubur rumah sakit. Melihat Clarine yang nampak sibuk, El membuka hapenya membuka aplikasi layanan antar makanan. El tahu, Clarine akan lupa pada kesehatannya sendiri jika begini. Setelah memesan, El berjalan menuju gerbang rumah sakit, menunggu pesanannya datang. Semoga Clarine suka dengan menu makan malamnya kali ini. Hanya ayam bumbu pedas dengan nasinya, pizza berukuran sedang, dan cemilan-cemilan biasa lainnya seperti cheese hot dog, sostel, hamburger, kentang goreng, dan nugget. Tak apakan? Berhematlah sedikit!

El tahu Clarine tidak suka makanan manis. Jadi, El memesan itu saja. Bodo amat Clarine jadi gemuk nantinya.

Biarlah, Clarine sendiri juga sudah manis. Kayaknya. Clarine juga kurusan orangnya, kasian.

***

Pukul 09:27 PM.

Herman sudah terlelap dalam mimpinya. Clarine mengambil bungkusan makanan yang diberikan El tadi lalu membukanya. Banyak sekali. El kira perutnya ini tempat penampungan makanan apa. Clarine hanya mengambil hamburger dan air mineralnya saja. Yang lainnya bisa ia makan nanti, jika ingin.

Disela-sela kunyahannya, Clarine tersenyum tipis. Jika dipikir-pikir, perkataan El ada benarnya juga. Herman tidak mengingat semuanya saat ini, jadi bukankah itu berita baik untuknya? Kini ia bebas bercengkerama dengan Ayahnya tanpa rasa takut dan pengganggu--si Ilma. Ahh iya, bagaimana kabarnya?

Senangkah ia mendengar Herman sadar dari komanya?

Husst, lupakan saja. Jalang itu tidak peduli pada Herman, ia hanya peduli pada hartanya saja. Biarkan saja dia jadi korban eksekusinya El. Tinggal tunggu kabarnya saja, kapan dia tinggal nama. Haha, menyenangkan membayangkan semua itu.
Ceklek

Clarine menoleh, menemukan El yang datang menghampirinya. El duduk di samping Clarine, melepas topi hitamnya lalu mengamati pipi Clarine yang gembul karena sedang mengunyah makanan. "Suka? "

Tersenyum lebar, Clarine mengangguk cepat. "Makasih, "

Lega. El mengangguk singkat. Clarine menyodorkan sostel ke arah El, di sambut baik oleh El dengan gigitan kecil di ujungnya. Selanjutnya, El mengambil sostel itu lalu memakannya sendiri. Mereka makan makanan itu bersama hingga habis. Clarine bersender pada bahu El. "Kenyang banget. Bisa nggak makan seminggu nih, " sambil mengelus perutnya yang penuh makanan.

"Lebay. " jawab El malas.

Clarine menghela nafas panjang. Merasa bersyukur akan hadirnya sosok di sampingnya ini. El seperti kakak bagi Clarine, sangat perhatian kepadanya.

"El?"

"Hm? "

"Lo, emang dingin gini ya ke semua orang? "

"Hm. "

"Nggak beku tuh bibir diam melulu? Kalau sama gue ceria gitu, kek! "

"Hm. "

"Apaan sih, hmhm mulu. Lo kira Nisa sakban apa? "

El hanya meliriknya tak minat. Menurutnya membuang-buang tenaga jika berkata sesuatu yang tak penting. Malas meladeni wajah cemberut Clarine, El menyamankan duduknya lalu menutup matanya. Ia ingin tidur sejenak. Setidaknya sampai tengah malam, lalu ia pulang. Banyak tugas sekolah yang ia abaikan dan sialnya dua hari lagi harus dikumpulkan. Ingin rasanya El mencabik-cabik gurunya itu. Tapi ia harus menahan diri, tiada guru tiada nilai, tiada nilai tiada raport, tiada raport tiada ijazah, tiada ijazah tiada kelulusan, dan tiada kelulusan maka tiada pekerjaan dan uang. Muntab sudah!

Setelah lulus akan ia penggal kepalanya nanti. Menyebalkan!

"Kok malah tidur sih, El? Lo capek ya? Ya udahlah, bobok yang nyenyak ya? "

Hening.

"Tapi, gue boleh tidur dengan bersandar di bahu lo, kan? "

Tetap diam. Hening.

"Oke, diamnya seorang El berarti pertanda setuju menurut seorang Clarine. Good sleep, El! "

Kemudian Clarine benar-benar menyenderkan kepalanya di bahu kiri El. Setelah nyaman, ia mulai menutup matanya, siap menyambut dunia mimpi yang indah.

***

Sweet Danger ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang