Sebelumnya, saya ingin mengucapkan beberapa hal.
Yang pertama, saya adalah tipe orang yang moody. Jadi, saya menulis setiap kali mood menulis ada. So, please understand. Menulis itu nggak gampang.
Yang kedua, kuota. Ayolah, saya ini orangnya misqueen. Jadi, kalaupun stok bab cerita udah ada tapi gaada kuota, tetap aja nggak bisa up date. Apalagi saat ini ada wabah corona, jadi mau keluar beli kuota pun susah, nggak dibolehin sama ortu.
Yang ketiga, saya ini penulis amatir. Jadi, kalau jalan ceritanya klise, berantakan, tulisannya banyak typo, dan lain-lain, harap dimaklumi.
Untuk itu, mohon dukungannya untuk cerita ini ya, dengan cara memberikan krisar yang membangun. Selain itu jika kalian suka dengan cerita ini, mohon berikan imbalan kepada si penulis dengan cara mengetuk tanda bintang di pojok kiri bawah. Itu sebuah kekuatan besar untuk saya.
Sekian dari saya, maaf jika banyak omong :v
Silakan lanjut ceritanya.....
--------------------//--------------------//----------------------
Geram sekali. Biasanya sepulang sekolah Clarine akan menunggu bus dihalte dan pada akhirnya akan pulang bersamanya. Tapi hari ini... Elvano mengacaukan semuanya. Dasar parasit!
Lebih menyebalkannya lagi, saat dia diam-diam berkunjung ke rumah sakit untuk menemui Clarine, justru gadis itu malah berduaan dengan El. Keterlaluan!
"Akhh! " teriak Bara murka.
"Uhukk... uhukk... " lagi-lagi Erick muntah darah. Pukulan Bara tidak setengah-setengah, ia menggunakan tenaganya penuh seperti biasanya.
"Gadis manisku, akan aku berikan rasa sakit kesukaanmu besok, ya. Aku sudah muak!" katanya pelan namun dengan nada menusuk. Bara mengamati Erick yang sudah terkapar tak berdaya di bawahnya. Bara mengulas senyum jenaka. "Masih lemah seperti biasanya, ya? "
Kini Bara berjongkok, menepuk pelan pipi Erick berulang "Thanks udah selalu nemenin saat aku emosi, udah rela jadi samsak yang penurut."
Tertawa kecil sebentar, lalu Bara beranjak pergi meninggalkan Erick sendirian. Seperti biasa, ia akan menyuruh bibi mengurusi Erick dan memanggil dokter untuknya. Tentu ia harus terlihat baik di mata Tante Mira, kan?
Ya, Tante Mira, ibunya Erick. Teman samsaknya.
***
Clarine bergerak-gerak mencari tempat tidur yang nyaman. Sesekali dirinya menguap. Saat matanya perlahan-lahan membuka...
"Astaga, El! " kepalanya celingukan kesana-kemari mencari keberadaan sosok itu. Nihil. El menghilang lagi. Akhirnya Clarine menghela nafas pelan-pelan sambil mengumpulkan nyawanya. Sudah pukul 5:20 sekarang, dan Ayahnya masih tidur dengan nyenyak.
Clarine menguap lagi. Baru setelah dua menit kemudian, dia keluar ruangan menuju mushola untuk sholat subuh. Sudah selesai, dia kembali ke ruangan dan mendapati Ayahnya sudah bangun, menatap keluar jendela.
"Ayah... " Herman menoleh sambil tersenyum, "Clarine pulang dulu, ya. Mau bersih-bersih rumah dan siap-siap sekolah."
"Iya, kamu hati-hati, ya? "
Hati Clarine serasa menghangat. Ayahnya sekarang sungguh berbeda dari yang dulu. Ayahnya sekarang adalah sosok yang sangat baik padanya. Meskipun ini semua karena amnesia, dan tidak dapat dipungkiri bahwa Ayahnya akan kembali seperti sedia kala--kejam padanya jika ingatannya sudah pulih, Clarine merasa sangat bersyukur.
"Iya, Yah. "
Sesudahnya, Clarine bergegas untuk kembali ke rumahnya. Setelah selesai bersih-bersih rumah, memasak, mandi dan sarapan, Clarine segera berangkat ke sekolah karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang dua puluh menit. Ia tak mau terlambat.
"Pagi, Clarine! " Dengan sedikit terkejut, Clarine memalingkan pandangannya. Baru saja dia tiba di kelasnya dan mendudukkan diri di bangkunya, sudah ada orang yang menyapanya tanpa bisa ia prediksi kehadirannya, entah kapan ia ada di sini, di hadapannya memasang senyuman lebar yang mencandukan banyak orang. Dengan senyuman tipis, Clarine membalas sapaannya lalu diam, menanti apa yang akan diucapkan oleh lawan bicaranya ini karena pagi-pagi sudah datang menemuinya. Ya, walaupun sudah biasa sih Bara menemuinya tanpa peduli waktu.
Bara mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya saat ia berkata, "aku bawa bekal ke sekolah lumayan banyak hari ini, kamu bawa ya bekalku, nanti kita makan bersama. Aku jemput waktu istirahat kedua, "
Masih bingung, Clarine hanya mengangguk saja meski ragu. Itu bekalnya, mengapa harus Clarine yang membawa, memangnya Clarine siapanya. "Kakak nggak makan aja sama kak Stevy? " Clarine masih teringat kemarin saat Bara dan Stevy berjalan beriringan, saling berdekatan seperti couple goals.
"Maunya sama kamu."
Oh, senyumannya manis bak senyumnya Dewa Yunani yang sangat tampan. Clarine membulatkan mulutnya setelah terpaku selama beberapa detik, dan menganggukkan kepalanya seolah mengerti arti ucapan yang diucapkan oleh Bara. Setelahnya Bara keluar dari kelasnya, yang dapat Clarine tafsirkan ia akan menuju kelasnya karena bel masuk akan berbunyi sebentar lagi.
Saat Clarine memasukkan kotak bekal makanan itu, sekilas ia melihat kondisi kelas yang kini sedikit ramai tidak seperti tadi, banyak pasang mata yang menatap ke arahnya dan berbincang-bincang dengan sekelompok teman mereka. Sepertinya membicarakannya. Clarine tidak peduli, malas meladeni para mulut cabai yang mana pemiliknya sok berkuasa, sok tau akan kejadian apapun demi menarik simpati orang-orang di sekitarnya, ingin menjadi seseorang yang paling dianggap. Haha, percuma sekali hidupnya kalau cuma untuk hal-hal seperti itu.
Sembari menunggu guru Fisika di jam pertama yang pelajarannya tentu menyebalkan bagi otak karena disuguhi rumus-rumus yang aneh di pagi hari, Clarine membuka komik terbarunya. Untuk mengubah menu sarapan materi paginya, bukan Fisika si rumus aneh, tapi komik si humoris. Ya, tentu itu tak terlalu buruk, kan?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Danger ✓
FanfictionENDING✓ Bagaimana jika sesuatu atau seseorang yang berbahaya berada didekatmu? Ketakutan? Oh tidak!! Tidak bagi Clarine. Dia malah begitu menyukainya bahkan mencari-carinya. Keinginannya itu terwujud ketika bertemu dengan Elvano di toko buku. Elva...