"Kamu nggak lelah bolak-balik ke rumah sakit? Ayah gapapa kok, kamu di rumah aja belajar. "
Clarine tersenyum, masih sambil mengupas apel untuk Ayahnya. "Nggak capek kok, Yah. Tenang aja, "
Clarine memberikan apel yang selesai dikupasnya itu agar bisa di makan Herman sendiri. Sambil mengunyah, Herman menatap El sekilas yang sedang sibuk memainkan hapenya, teman anaknya yang sangat pendiam itu. "Dia nggak di cari orang tuanya? "
El pura-pura tidak dengar, malas ikut dalam obrolan membosankan itu.
"Oh, El udah izin kok. Lagian El di rumah sendiri, orang tuanya sibuk kerja, " bohong Clarine. Daripada bingung bagaimana menjelaskannya, Clarine sendiri tidak tau tentang keluarga El.
"Ayah dulu gimana, sih Nak? "
"Gimana apanya, Yah? "
"Ya, sifat Ayah. Ayah galak ya? " Herman dan Clarine tertawa bersama. Galak, ya? Haha, itu masih terlalu baik jika cuma galak, sih.
"Ayah habisin dulu deh apelnya, kalau kurang Clarine kupasin lagi. Ehh, tadi ada jeruk dan pisang juga sih, Ayah mau? "
Herman menggeleng, "Nggak, Ayah udah kenyang banget dari tadi kamu suruh makan mulu, " Clarine meringis dengan watadosnya. Kini Clarine memalingkan wajahnya, menghadap El, "El, kamu nggak ngemil? "
El mengangkat pandangannya malas. Kamu?
Aneh banget. Sekarang kamu, nanti lo, besok kau, lusa entah apalah. "Nggak, " jawabnya singkat.
"Oiya, Yah, " Clarine mengalihkan pandangannya ke arah Herman lagi, "Dua hari lagi Ayah udah boleh pulang, Ayah udah sehat hehe. "
"Wah, bagus kalau gitu. Ayah udah bosan juga di sini." mata Herman tampak berbinar senang, "tapi ngomong-ngomong, Ibu kamu kemana, maaf Ayah lupa nanya soal ini sejak awal, "
"Ayah lupa? " Clarine menunjukkan raut sedih, mengenang Ibu kandungnya. "Ibu udah meninggal lama, Yah. "
"Oh, Ya ampun maaf. Ayah benar-benar nggak tau, nggak ingat. " Herman tampak bersalah.
"Nggakpapa kok, Yah. "
"Uhmm... " Herman nampak memperhatikan El sedari tadi, sedangkan yang diperhatikan masa bodo. "dia, pacar kamu, ya? " tanya Herman sambil menunjuk El dengan dagunya, tersenyum kala anaknya bingung ingin menjawab apa.
"El itu--"
"Om lupa ya? " El menyahut cepat. "Clarine itu milik saya. Nggak boleh ada yang ngerebut dia dari saya, siapapun itu. "
Bukannya merasa aneh ataupun takut karena tatapan El yang tajam, Herman malah tertawa, menganggap perkataan El adalah sesuatu yang wajar, suatu sikap possesif terhadap kekasihnya. El pun hanya memandang Herman yang tertawa dengan sorot datar, terlihat tak suka.
"Haha iya-iya, anak Om milik kamu seutuhnya. "
Tak ingin larut dalam pembicaraan ini, Clarine membanting setir topik pembicaraan. Alhasil, kini suasana tidak canggung lagi. El pun terkadang memberikan respon berupa senyuman--walau Clarine tau itu senyuman tidak ikhlas.
Ya, setidaknya biarkan suasana di antara mereka hangat seperti ini. Biarkan si gadis pencinta rasa sakit itu merasakan kebahagiaan saat ini, sebelum rasa sakit yang di sukainya datang lagi. Entah kapan.
***Clarine turun dari atas motor, melepas helm dan jaket milik El lalu mengembalikannya. "Thanks, El! " Clarine tersenyum lebar.
El mengangguk singkat, menerima jaket miliknya dan memakainya. Sekilas dia melirik jam di tangan kirinya. Masih pukul 06:28. Mungkinkah dia kepagian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Danger ✓
FanfictionENDING✓ Bagaimana jika sesuatu atau seseorang yang berbahaya berada didekatmu? Ketakutan? Oh tidak!! Tidak bagi Clarine. Dia malah begitu menyukainya bahkan mencari-carinya. Keinginannya itu terwujud ketika bertemu dengan Elvano di toko buku. Elva...