Epilog ✅

1.7K 89 2
                                        

"Papa?"

Kiara yang baru sampai di apartemennya terkejut melihat sang Papa ada di kursi roda yang didorong oleh Kinara.

"Nar?"

Kinara tersenyum manis menghadapi Kiara yang menatapnya penuh selidik.

"Ngapain Papa disini?" tanya Kiara datar.

"Nggak nemenin istri Papa?" lanjutnya dengan menekankan kata 'istri papa'.

Ferry menatap Kiara penuh harap. "Kiara.."

"Udah tau kelakuan istri papa yang selalu papa bela itu?" sarkasnya.

"Ra.." lerai Kinara.

"Udah disita kan rumahnya? Yaudah, Pa. Disini aja sama Keisya sama Kayla. Kia ke Bandung. Lan, anterin ya?" ucapnya sembari menoleh ke arah Erlan yang mendorong kursi rodanya. Sedangkan Erlan menatapnya ragu.

"Kiara. Maafin Papa. Tolong, jangan marah ke Papa."

Kiara tersenyum miris. Nyatanya, hidup ini memang sungguh miris.

"Pa, Kiara udah maafin Papa. Tapi Kiara masih belum bisa nerima Papa tiba-tiba. Semuanya terlalu tiba-tiba, " ucapnya. Ia juga melihat raut wajah sang Papa yang memancarkan penyesalan, kekecewaan, dan kesedihan

"Pake aja apartemen ini, Pa. Biarin Kinara disini juga."

"Kamu tau kamu punya kembaran?"

Kiara mengangguk. "Aku bukan Papa yang bisa gitu aja sibuk dengan dunia baru. Sekarang, aku udah inget semuanya."

"Papa buang Kinara sama Mama ke USA karena Papa masih suka sama Lucy. Dan sayangnya, Papa nggak tau kalau Kinara itu ada. Untungnya Mama bawa dia ke USA tanpa Papa tahu. Setelah itu Papa nikah sama Lucy. Pas Mama kesini dan aku mau ikut, Papa marahin Mama. Dan gilanya, Lucy bunuh Mama di depan aku. Habis itu, aku di hipnotheraphy. Licik. "

Duar!

Ferry terkejut mendengar kata 'licik' meluncur dari bibir Kiara dan ditujukan untuknya.

Semuanya hanya diam mendengarkan penuturan Kiara. Kinara menunduk. Ternyata inilah yang selama ini dialami Kiara.

"Maafin Papa, Kiara."

"Bahkan kata maaf dari Papa pun nggak bisa sembuhin semua luka aku. Trauma aku. Sakit aku. Nggak bisa, Pa."

Erlan mengusap pundak Kiara. Berusaha menenangkan gadis itu.

"Pa.. Aku nggak marah. Aku cuma kecewa. Terlalu kecewa sampe seakan-akan aku nggak bisa berhubungan sama Papa lagi. Terlalu sakit Pa kalo Papa mau tau," ucapnya dengan suara yang mulai bergetar.

"Kinara butuh kasih sayang Papa. Butuh perhatian Papa. Dia butuh itu. Seenggaknya, dia belum mengalami hal buruk sama Papa."

Kinara menatap Kiara dengan sendu. Bisa-bisanya kembarannya itu memberikan yang harusnya menjadi sumber kebahagiaannya kepada orang lain.

Semua yang ada disitu diam mendengarkan. Tak ada yang mampu membuat emosi Kiara yang sudah terlalu kecewa itu mereda.

"Pa, Kiara mau di Bandung. Kalau Kiara udah siap ketemu Papa, Kiara bakal pulang kesini. Nggak usah sungkan, Kiara dulu beli ini pake uang di kartu ATM yang Papa kasih."

"Kartu Papa yang masih Kiara pegang, ada di Keisya. Kiara pegang dua. Bahagiain adik-adik Kia, ya Pa?"

Ferry menatapnya sendu. Bahunya dipegang erat oleh Kinara.

"Kiara ke Bandung," putusnya. Mutlak.

Dengan begitu, sudah tak ada lagi salah paham disini. Hanya saja, satu hubungan Ayah dan Anak harus dikorbankan.

Rapuh [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang