Bab 43. You can do it

26 9 1
                                    


"sya.." panggil vira sembari ikut duduk di samping kiri sasya.

Sasya membaringkan kepalanya di meja kelasnya, air matanya mengalir membuat sungai kecil dipipinya. Sungguh ia tidak tai dengan perasaannya saat ini, kacau, sakit, perih bahkan benci dan cinta bercampur menjadi satu.

"sya..lo percaya?" tanya vira sembari mengusap-usap bahu sasya.

Sasya menjadi duduk normal menghadap ke vira sembari kedua tangannya menghapus sisa air matanya.

"lo percaya nggak?lo bisa kok ngadepinya, you're strong, yaa.."

"ra...." sasya langsung memeluk vira. "i can't, that impossible.. Hiks..hiks..hiks"

"no... That possible, you can do it" semangat vira sembari mengusap-usap bahi sasya yang sedang memeluknya.

"hidup nggak adil ra..ini bener-bener nggak adil" ujar sasya sambil menangis dalam pelukkan vira.

"hey, do you remember?"

Sasya melepaskan pelukannya pelan menatap sendu vira.

"hidup kadang memang nggak adil, tapi..keadilan itu akan akan datang, saat kita menerima semua dengan lapang" ujar vira lalu menghapus kedua air mata sasya yang jatuh. "lo bisa sya"

Lagi-lagi sasya memeluk vira lalu menangis dengan kencang. "you're the best" ujar sasya dan di balas vira dengan anggukkan kepalanya sembari tangan vira mengusap-usap bahu sasya.

^^^^^

"gue nggak ngerti jalan pikiran lo bedua?" saut dewa sembari mereka berjalan menuju parkiran sekolah karena sudah pulang.

"kalo lo nggak ngerti, lo diem aja wak!" tajam dalang tanpa menghentikan langkah mereka.

"yaelah woy mulut, bisa nggak ngomong tu nggak usah nyakitin hati orang?" kesal dewa.

"hati orang juga, yang penting bukan hati lo!"

"ngupil aah" ujar dewa kesal sembari tangannya ngupil.

"ikut aah" saut dion lalu tangannya sibuk mengorek-ngorek gua di hidungnya. "lo nggak mau ikut lang?"

"kita udah gede, nggak butuh bahas yang gak ada faedahnya!" saut dalang lalu belok menuju parkii sepeda motor, sedangkan dewa dan dion mengarah lurus karena parkir mobil masih cukup jauh.

"eleeeh anak biawak, pake sok-sokan lagi" gerutu dewa lalu mereka melanjutkan menuju mobil.

^^^^^

Hari mulai menguning, perlahan matahari menghilang, namun rasa sakit yang dalang dan sasya rasakan tetap utuh sangat sulit untuk mereka hilangkan.

Malam minggu kali ini sepertinya sangat tak mendukung, cuaca sangat gelap nampaknya akan menurunkan hujan yang sangat deras.

Selesai sholat isya, dalang langsung bergegas menuju kafe temen abangnya karena ia sudah ada janji akan manggung bernyanyi di sana.

Setelah beberapa menit dalang sudah sampai di kafe tersebut, nasib sedang berpihak pada dalang, saat ia sampai, hujan dengan begitu deras turun membasahai seluruh jalanan, ia langsung masuk ke dalam kafe tersebut.

Di kursi dan meja cukup ujung jauh dari tempat dalang yang sedang berdiri menghadap meja kafe tersebut, dalang melihat erik sedang mencium kening sasya. Erik memegang erat tangan sasya lalu mereka duduk.

Hati yang semangat kini hancur berkeping-keping, rasanya ia ingin segera pergi dan mengurungkan manggung, namun jika itu ia lakukan akan mencoreng nama baiknya, tidak tanggung jawab dalam menjalankan satu tugas.

Nafasnya mulai tak beraturan, dadanya mulai naik turun, sesekali ia melihat keatas sembari menggigit bibir bawahnya menahan agar air mata tak jatuh.

Sakit, sakit tiada tara yang dalang rasakan saat itu, lelaki mana yang tak sakit saat melihat orang yang mereka sayang dicium dan dibgandeng oleh pria lain. Yang kuat ya dalang, author jadi prihatin.:(

Dalang perlahan melangkahkan kakinya menuju panggung, saat sudah di atas panggung, ia mengambil gitar dan duduk di hadapan semua orang dengan micropon yang sudah ada depan mulutnya.

Kebetulan sasya duduk memebelakangi panggung sedikit jauh dari panggung, sedangkan erik sejak dalang naik panggung ia sudah mengetahuinya dan berusaha mengajak sasya ngobrol agar tak menoleh ke belakang.

Dalang mulai memetik gitarnya dengan nada acoustik.

Ada apa kau bertemu dia
Mungkinkah kau ingin bagi cintamu

Part pertama dalang bernyanyi, sasya sudah mengenali suara khas itu, dadanya mulai sesak nafasnya mulai tak beraturan, cairan bening sudah nampak jelas di matanya.

Suara dalang benyanyi sedikit gemetar, ia mengingat kenangan-kenangannya saat bersama sasya.

Jika memang kau bagi cintamu
Masih pantaskah ku jaga hatiiku

Ingatkah, semua kata yang kau ucap dulu
Ku berjanji untuk setia
Kini kutanya kemana?
Janji itu kau bua....t.

Pernah sakit
Tapi tak pernah sesakit ini

Air mata sasyapun jatuh mengalir deras dipipinya, erik langsung menggenggam tangan sasya berusaha untuk menenangkan.

Karna pernah cinta
Tapi tak pernah sedalam ini

Aku ingin
Semua cintamu hanya untukku
Memang kutak rela
Kau bagi untuk hati...yang la..iiiin.

Dalang langsung turun dan berlari menuju sepeda motornya, sesekali ia melirik ke arah sasya, sasya sedang di peluk erik.

Dengan hati yang begitu sakit dalang menerobos hujan yang begitu deras, ia melaju sepeda motornya dengan kencang menjauh dari kafe tersebut. Tiba-tiba dalang merasakan ban sepeda motornya pecah dan kebetulan di depannya ada bengkel, ia langsung memarkirkan sepeda motornya ke dalam bengkel dan ia terus berjalan menyusuri jalan menuju rumah dion yang tak jauh dari sana.

"AAAAAAAAARG..." dalang teriak dengan sekencang-kencangnya lalu ia terjatuh dengan kedua lutut yang menyentuh aspal. "jika kau tak mengizinkan kami bersatu, beri seribu halangan untu menjauhkan kami tuhaan, tapi jika ini bukan yang terbaik, hambamu tolong selesaikan" gemetar dalang dalam derasnya hujan yang memebasahi seluruh tubuhnya.

"AAAAAAAAARGHT.." sekali lagi dalang teriak dengan sekencang-kencang meluapkan semua emosinya dengan kepala yang melihat kelangit-langit.

Ia berdiri dan melanjutkan perjalanannya, kepala dalang sedikit pusing karena derasnya hujan di tambah kencangnya angin malam, baju kemeja yang ia pakai basah membentuk tubuhnya.

PIIIIIIIIINNNN...

Sebatas mimpi✅ [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang