Bab 41. Maaf

29 9 3
                                    


         "cha?" panggil dalang membuat sasya menoleh kearahnya.

         Hanya beberapa detik sasya menatap dalang kemudian pandangannya tetap pokus lalu pergi begitu saja di hadapan dalang dan dion.

        "cha, dengerin aku dulu, kalo terus begini, gimana cara menyelesaikannya" ujar dalang sedikit teriak.

         Sasya tetap berjalan tanpa menghiraukan omongan dalang. Air matanya turun mengalir di pipinya. Sasya benar-benar nggak tau harus bagaimana.

         "sya? Kenapa?" tanya vira khawatir melihat sasya menangis, vira mau ke toilet jadi terhenti saat melihat sasya berjalan dengan cepat sambil menangis.

         "ra...." ujar sasya dan langsung memeluk vira.

         Dari kejauhan dalang dan dion bisa melihat sasya sedang menangis memeluk vira. Kepala dalang tertunduk, lalu mulai melangkah pergi menuju ruang uks dan di iringi dengan dalang.

         Setiap hari di sekolah, sasya dan dalang jika berpapasan hanya saling diam lalu pergi tanpa kata-kata, dalang juga nggak tau harus bagaimana lagi. Ia sudah berulang kali mencoba untuk mint maaf, namun sasya nggak mau mendengarkannya.

^^^^^

         Malam sudah tiba, hari ini dion dan vira berencana untuk double date di kafe tempat biasa mereka nongkrong.

         Sasya yang sudah sampai langsung menuju meja yang sudah di beri tahu vira. Ternyata disana sudah ada dalang yang duduk sendiri, sasya menghampirinya lalu duduk di depan dalang. Mereka hanya diam, baik dalang maupun sasya tak mampu untuk memulai pembicaraan.

         Makanan pun tiba dan langsung di sambut oleh dalang. Mereka hanya tetap diam sambil sambil memakan makanan yang sudah datang.

         "yang lain kemana? Katanya mau makan bareng" ujar dalang memecahkan keheningan di antara mereka.

         "aku juga di suruh vira kesini" jawab sasya dingin lalu ia lanjut makan lagi.

         Keadaan kembali hening hanya terdengar suara dentingan garpu dan sendok mereka.

         "mas bagas, masih di jakarta?" tanya dalang sambil mengunyah makanan.

         "udah pulang ke new york, katanya mau nyelesaiin kuliahnya"

         Dalang menganggukkan kepalanya pelan sembari masih mengunyah makanan. "papa kamu, gimana kabarnya?"

         "ya gitu, dia kadang masih sering melamun sendiri" jawab sasya tenang sesekali melihat kearah dalang.

         "kemaren, andai aja kamu luangin sedikit waktu buat nganterin mama kamu, kejadiannya pasti nggak bakal kayak gini kan" ujar dalang spontan.

         Sasya langsung terdiam membisu, garpu di tangannya terlepas, nafasnya mulai sesak, matanya mulai memerah, bendungan air matanya sangat terlihat jelas di mata sasya, Sasya menatap dalang saat matanya berkedip jatuhlah cairan bening mengalir di pipinya. Sasya beranjak berdiri dan pergi meninggalkan dalang.

         "cha? Bukan maksud aku kayak gitu cha, sasya?dengerin aku dulu" ujar dalang sedikit teriak.

         Langkah sasya terhenti, begitupun juga dalang menghentikan langkahnya 3 meter di belakang sasya.

         "bukan maksud kamu kayak gitu?.." ujar sasya dengan nafas yang terengah-engah tanpa membalikkan badannya mengarah dalang. "aku bukan anak kecil lang, yang nggak paham dengan kata-kata kamu barusan" ujar sasya lalu menangis. "kumohon cukup...." air mata sasya semakin deras mengalir, nafas nya benar-benar sudah tak beraturan, sulit sekali untuk sasya mengatakan ini. "cukup lang" Sasya mengigit keraa bibir bawahnya berusaha agar air matanya tak mengalir begitu deras namun sayang itu sia-sia, airmatanya jatuh mengalir di pipiny dengan deras.

Sebatas mimpi✅ [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang