Bab 45. You can do it 2

22 9 1
                                    


^^^^

         Dalang, dion dan dewa yang sudah lengkap dan rapi memakai pakaian sekolah turun dari tangga menuju dapur karena mau sarapan. Hari masih sedikit gelap, jam dinding rumah dion menunjukan pukul 05:45 pagi.

         "morning bun" panggil dion sedikit mengagetkan bundanya yang sedang menggoreng telur ceplok.

         "eh anak-anak bunda udah bangun, sholat shubuh nggak tadi?" tanya bunda dion menoleh ke belakang sebentar lalu kembali lagi pokus memasak. "bunda denger bunyi kalian tidur sampe kedengeran di bawah" ejek bunda dion.

         "pasti sholat bun, harus" jawab dewa lalu mereka duduk di meja makan dapur dion.

         Bunda dion mengangkat telur yang ia masak lalu membawanya ke meja makan yang sudah ada dalang, dion dan dewa.

         "papa dion kemana bun? Bunda nggak ngantor?" tanya dalang.

          "papa dion ke new york, ada urusan pekerjaan, sekalian katanya mau beli rumah di sana" jelas bunda dion. "kalo bunda hari ini lagi cuti"

          Dalang membalasnya dengan anggukkan kepala pelan.

         "semalem bunda nggak sengaja denger pembicaraan kalian" lanjut bunda dion sembari melangkah menuju dapur, entah apa lagi yang mau ia ambil.

         Mata dion dan dewa langsung tersorot pada dalang.

         "bukannya bunda mau ikut campur, tapi bunda mau ngasih saran, boleh??" ujar bunda dion yang ternyata memanggang roti.

          "boleh bun"

          "semua orang pasti pernah ngadepin masalah terbesar dalam hidupnya lang, tapi pasti mereka juga bisa menghadapinya, dalang seharusnya bersyukur di beri ujian ini sama allah, mungkin jika ujian ini terjadi sama dewa, dewa nggak bakal kuat ia bisa bunuh diri, atau jika terjadi sama dion, mungkin dion bisa gila, tapi dalang, tuhan percaya sama kamu nak, dalang pasti bisa, allah aja percaya masa dalang sendiri nggak percaya" jelas bunda dion lalu mendekati meja makan lagi.

         Mata dalang mulai merah, nafasnya mulai terengah-engah, rasanya ia tak sanggup lagi mendengar lanjutan bunda dion.

        "tapi kita harus sabar menghadapinya, sabar dalam arti kita harus berjuang untuk menyelesaikannya, kalo bisa singkirkan dulu ego yang besar pada diri kita, jangan lupa berdo'a juga rajin ibadah, kata dion sama dewa nilai kamu turun, selalu nggak pokus kalo belajar, kenapa selalu terpikir? Mengeluh? Boleh kok, bunda ngerti kadang mengeluh nggak sebrengsek yang orang-orang dengar, kadang dengan mengeluh hati kita bisa sedikit legah, walau itu nggak bisa menyelesaikan masalah" jelas bunda dion sembari sibuk memberikan roti dan telur ke masing-masing piring.

         Bunda dion lalu beranjak menuju dapur lagi. "kadang omongan dewa benar, hidup jangan di bawa enjoy aja, dalang bisa kok nak, you can do it, masalah kita mah kecil, kita punya tuhan yang maha besar, yang setiap saat paati menolong kita, yang setiap saat pasti mendengar curahan hati kita, tuhan tau, mana hambanya yang mampu dan mana hambanya yang tak mampu" jelas bunda dion sambil mengudek-udek susu.

         "kadang, kita juga perlu melihat kebelakang, mensyukuri luka yang telah hilang, mensyukuri masalah-masalah yang sudah kita lewati dengan tenang, yang kadang masalah dulu itu datang menurut kita suliiiit banget but kita hadapi, tapi nyatanya sekarang kita bisa selesai kok, begitu juga dengan masalah yang sedang dalang jalani sekarang, nggak mungkin nggak ada solusinya, pasti ada, tapi tergantung dalangnya" lanjut bunda dion sembari memberikan tiga gelas susu ke mereka.

         "hidup nggak punya masalah juga nggak enak lo, bener nggak?"

          "bener banget bun, lempeng aja kayak tai, tapi emang si bun, dalang ada mirip-miripnya" jawab dewa. "ya kan yon?"

         Dion hanya tertawa kecil sembari ia memakan roti.

          "mirip apa wak??" tanya dalang bingung karena dari tadi ia melamun.

          "eh nggak kok anu...anu ya bun" teriak dewa membuat bunda dion jadi tertawa kecil.

         Merekapun sarapan bersama lalu selesai itu langsung pergi kesekolah.

^^^^^

         Dalang dan dewa sudah duluan masuk ke kelas, sedangkan dion masih di parkiran mobil, nampaknya ia sedang menunggu seseorang.

         Terlihat jelas seorang wanita yang menghampiri dion.

         "gimana?" tanya dion sembari menyamakan langkahnya ke vira. Smereka berjalan menuju jelas.

         "nggak bisa yoon, ego mereka sama-sama kuat, apalagi sasya, nggak mudah buat sasya ngadepin semuanya" tutur vira sesekali melihat dion tanpa menghentikan langkah merek.

         Dion menarik nafas panjang lalu ia hembuskan. "okeh, gue ngerti pasti sangat sulit buat sasya, tapi dalang?dalang juga nggak sekejam itu, seolah-olah benar-benar dalang ngebunuh mamanya sasya, laki-laki juga butuh di mengerti ra.."

         Plakkk

         Vira menampar dion, langkah merekapun tehenti. "bener ya kata orang-orang, semua laki-laki itu sama, terimakasih sudah membuktikannya" ujar vira lalu beranjak sedikit lari menjauh dari dion.

         "ra.. Viraa, dengerin aku dulu, bukan maksud aku kayak gitu, aduhh" ujar dion lalu mengusap rambut dengan kedua tangannya. "laki-laki memang selalu salah, salah" ujar dion lalu melanjutkan langkahnya.

           Mereka semua belajar dengan giat, lapangan sekolah sangat sepi, semu murid nampaknya benar-benar serius belajar, apalagi anak kelas 12 sebentar lgi mereka bakal ngadepin ujian akhir.

         Setelah kurang lebih 4 jam belajar, bel istirahat pun berbunyi menandakan waktunya untuk istirahat bagi seluruh murid.

          Seperti biasa Dalang, dion dan dewa sudah nongkrong duduk di bangku kantin depan gerobak mbok itik. Mereka nampaknya sedang asik menuantap makan siang mereka.

          "yon? Lo berantem ya sama vira?" tanya dalang namun dion tetap melanjutkan makan, nampaknya pikiran dion sedang berlayar entah kemana.

         "Yon?"

          "eh, kenapa lang?" tanya dion sedikit gelabakan.

          "lo berantem ya sama vira?"

          "ooh nggak" jawab dion santai lalu lanjut makan.

          "gue yah?"

           "cuma masalah biasa lang" saut dion.

          "sorry ya man"

         Dion menghentikan makannya dan melihat kearah dalang. "lang, kita itu sahabat, sudah seharusnya gue ngebantuin lo, saat yang satu terkena masalah, yang lainnya harus ikut ngebantu menyelesaiin masalah tersebut" jelas dion lalu memandang dewa.

         "ho'o" jawab dewa cepat di iringi anggukan kepalanya pelan. "dan saat yang satunya bahagia,  setidaknya bisa membuat yang lain bahagia, semua tergantung lo lang!" ceplos dewa membuat kepala dalang tertunduk.

Sebatas mimpi✅ [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang