7

269 60 10
                                    

Senja adalah bagian waktu dalam hari atau keadaan setengah gelap di bumi sesudah matahari terbenam, ketika piringan matahari secara keseluruhan telah hilang dari cakrawala. Waktu ini dimulai setelah matahari tenggelam saat cahaya masih terlihat di langit hingga datangnya waktu malam saat cahaya merah benar-benar hilang.

Senja menyimpan segala cerita ceritanya.

Pertemuan pertama yang sedikit menegangkan.

Genggam jemarinya untuk pertama kali.

Senyum hangatnya kala rintik kecil menyapa bumi.

Senja selalu dinantinya. Berjalan bersama dibawah semburat jingga yang membentang langit. Bercerita tentang apa yang dilakukan hari ini. Bergurau tentang masa depan bahkan masalalu.

Walaupun senja tak pernah singgah sampai fajar namun dia tetap menyukainya. Walaupun Senja datang semaunya dan pergi sesukanya namun dia tetap menantinya.

Senja sangat indah.

Sekalipun ia datang untuk pergi.

Dia mendongak, melihat langit dengan mata bulatnya.

Sayangnya, kini senja semakin sulit untuk ditemui. Ia memilih berlindung dibalik heningnya hujan yang lebih berani melukis langit dengan airnya.

Dia tak bertemu senja hari ini, kemarin, dan beberapa hari yang lalu. Sangat sulit menemui senja meskipun mereka berada di dunia yang sama.

Biasanya, senja akan menyapanya dan membawa senyum hangat. Senja akan memberi warna pada hari esok meskipun hujan datang sebelumnya.

Dia merindukan senjanya.

Dia takut jika purnama akan mengambil posisi senja dihidupnya. Menggantikan hal yang disukainya. Merubah posisi Senja menjadi nomor sekian dengan sinarnya.

Helaan napas berat keluar dari mulutnya. Tak ada tanda tanda hujan akan reda.

Dia telah mengambil satu langkah maju keluar dari area berpayung yang melindunginya dari rintik hujan. Namun tanganya dicekal dan dia tertarik kebelakang.

Matanya mengangkap sosok tinggi dengan mata teduh yang menatapnya datar.

"Mau hujan hujanan?"

Ucapnya dingin namun terasa hangat disaat yang bersamaan. Demi apapun, dia tak tau bagaimana harus mengekspresikan perasaannya dengan kalimat.

"Nanti juga reda"

"Hujan tak akan reda secepat itu"

Dihempaskannya cekalan tangan pria bermata teduh itu dan dia menaikkan tudung jaketnya.

"Bukan urusanmu"

Dia ingin mengambil langkah maju sekali lagi, namun sosok itu kembali menariknya untuk mundur. Mengahantarkannya pada tubuh bidang pria itu.

"Bisa tidak sekali saja dengarkan aku?"

"Kapan aku tidak mendengarkanmu?"

"Son Chaeyoung"

"Cho Junho!"

Junho memejamkan matanya, menekan segala emosinya untuk menghadapi perempuan pendek yang sedang marah didepannya.

"Maafkan aku mengacuhkanmu beberapa hari ini"

Chaeyoung membuang wajahnya lalu mendecih pelan. Matanya menatap sekitar, tak mau menatap Junho.

Senyum kecut tercipta dibibirnya.

Dua detik berlalu dan sekarang dia menatap Junho dengan tajam.

"Iya aku maafkan"

Chaeyoung merasa jika hujan mulai reda, dan juga dia bisa melihat seorang perempuan dengan rambut panjang berdiri tak jauh dibelakang mereka.

"Princess mu sudah menunggu. Aku pergi dulu"

Chaeyoung memasukkan tanganya kedalam saku jaket lalu pergi berjalan dibawah rinai hujan.

Meninggalkan Junho terdiam ditempatnya.



*********


Rinai hujan diluar seakan menjadi Lullaby yang indah bagi sebagian orang.

Cokelat panas, cookies manis, dan pelukan hangat seakan menjadi satu kesatuan dengan hujan.

Tapi semua itu hanya untuk orang orang yang memiliki pasangan. Tidak untuknya, dia hanya berdiam diri sambil menghitung tetes air yang mengenai kaca jendelanya.

534

536

537

538

539

Dia telah mendapatkan tetes ke 359 nya sekarang. Mungkin dia menghitung yang sudah terhitung, tapi siapa peduli?

540

541

542

*Ting tong*

Suara bel apartement mengalihkan perhatiannya.

Pada hujan kali ini dia mendapat 542 tetes air.

Dia menuliskannya pada sticky notes lalu menempelnya disebuah figura foto yang menampakkan seorang perempuan dan laki laki yang sedang berpose bahagia.

Tentu bukan dia dan sahabatnya!

*ting tong*

Bel kembali berbunyi dan membuatnya mendecak kesal.

Siapa yang bertamu ditengah malam lalu gerimis semacam ini? Tidak sopan sekali.

Seseorang yang tak sopan itu bernama Cho Junho.

Menginap dirumah Soobin pasti kembali jadi alasan kenapa pemuda ini mendapat ijin untuk keluar di jam seperti ini. Meskipun besok libur tapi ibu Junho tak akan membiarkan anaknya berkeliaran malam malam hanya dengan memakai kaos hitam dan celana jeans.

"Mau apa?"

"Bolehkah aku masuk"

Kalimatnya lebih seperti pernyataan yang harus dipatuhi daripada sebuah pertanyaan singkat.

"Tidak"

"Akan aku jelaskan semuanya"

"Bukankah katamu semua sudah jelas?"

"Chaeyoung, tolong"

Mata bulatnya menatap tajam onyx gelap lelaki didepannya.

"Aku tolong besok, kali ini mengantuk. Pulanglah"

"Chae-

Sebelum Junho menyelesaikan ucapannya, Chaeyoung lebih dulu menutup pintu apartementnya.

Dia benar benar tak ingin bicara dengan Junho sekarang.

Malam ini.

Chaeyoung akan merelakan Senjanya, dia rela jika tak bertemu dengan senja bahkan untuk hari hari berikutnya.

Dia rela hujan mengguyurnya tiap saat dan membuatnya basah ketika berjalan membelahnya.

Dia rela purnama mengganti posisi senja pada urutan nomor 1 dihidupnya. Dia rela rembulan mengambil posisi senja bahkan untuk selamanya.

Senja tak pernah salah hanya kenangan yang membuatnya basah.

Senja dan segala kenangan menyatu dalam waktu yang berjalan.

Junho, senjanya.



__________________
___________________________________

aku sarankan buat baca Melepas Rembulan dulu baru baca cerita ini.

Mengerti Kembali.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang