8

242 53 21
                                    

Senja adalah momen singkat yang dapat terjadi dibelahan bumi manapun. Senja menampakkan dirinya tiap hari. Senja membuat semua mata terpesona padanya.

Senja tak perlu singgah lama lama untuk dikenal. Senja tak perlu digenggam untuk dimiliki. Senja sangat menawan hingga membuat semua orang ingin membawanya dan menyimpannya untuk dirinya sendiri.

Tak butuh waktu yang lama untuk jatuh cinta pada senja. Semburat jingganya selalu menguasai pada pergantian waktu antara siang dan malam.

Senja kadang tak hadir karena terganti oleh segerombolan awan yang menguasai langit dan disusul dengan jatuhnya tetes tetes air dari sana.

Senja menawarkan banyak kenangan untuknya.

Senja tak salah, hanya kenangan yang membuatnya basah.

Gadis berambut pendek itu menghirup udara dalam dalam. Memejamkan matanya dan tersenyum simpul. Lesung pipi pada bagian kanan wajahnya terlihat dengan jelas.

Alunan lagu cinta teralun dari earphone yang terhubung dengan ponselnya.

Menapakkan kakinya ditrotoar dengan pelan dan menebar banyak senyuman. Jalanan basah dengan beberapa orang yang menggunakan payung agar tak terkena rintiknya.

Dia memilih tak menggunakan benda itu walaupun dia membawanya. Menutupi rambut pendeknya dengan tudung jaket sudah cukup untuknya.

Berjalan dibawah senja dengan bonus rintik hujan yang mulai turun. Tak apa jika basah, nanti juga kering.

Tiga menit lagi dia akan sampai diarea apartementnya.

Makan ramen lalu menonton TV hingga tengah malam dan segelas susu vanila yang diberi remahan oreo didalamnya terdengar menggiurkan.

Kakaknya masih disibukkan dengan pekerjaan diluar negeri namun dia sama sekali tak ingin mengundang teman temannya untuk datang meskipun besok hari Sabtu.

Ditekannya lift menuju lantai 10. Tempat unit apartementnya.

Hanya dia yang menaiki liftnya sendirian hingga tiba dilantai 10. Mungkin karena hujan semua orang malas untuk berpergian. Dia juga tak tau.

Sepatunya kotor, mungkin jika kakaknya ada mungkin dia akan mengomel seharian penuh. Kakaknya itu laki laki namun cerewet, apalagi jika bersangkutan dengan barang barang yang kotor. Dia curiga jika kakaknya memiliki OCD.

Dentingan lift menandakan jika ia sudah sampai. Pintu lift terbuka dan dia keluar, berjalan lurus lalu belok kekanan.

Langkahnya terhenti, mata bulatnya terpaku pada sesosok lelaki dengan jaket abu abu yang lengannya digulung hingha siku berdiri didepan unitnya.

Dia ingin berbalik dan pergi namun terlambat. Kini mata tajam itu mengunci pergerakannya.

Memerintahnya untuk mendekat dan berbicara meskipun sosok itu hanya diam melihatnya.

Lagu di earphonenya tetap mengalun lembut, namun seakan tuli dia tak bisa mendengar alunannya.

Demi tuhan dia gugup entah karena alasan apa. Yang pasti dia gugup sekarang.

Dia mengerjap pelan, tak percaya tentang apa yang dilihatnya.

Apa ini alasan sang langit menangis sore ini? Apa ini alasan rintik hujan itu turun dan membasahi bumi?

Senjanya terluka.

Sudut bibir yang sedikit robek dengan pelipis berwarna ungu.

Dia memberanikan diri untuk berjalan mendekat. Mengikis jarak antara mereka.

Satu langkah lagi dan dia akan menubruknya. Namun tidak, dia tidak segila itu untuk menempelkan diri padanya.

Tangannya terulur hendak menyentuh luka disudut bibir sosok tinggi didepannya.

"ssshhh"

Dia menjauhkan tangannya dan melangkah mundur hingga tiga langkah saat lelaki itu mendesis pelan saat dia menyentuh luka disudut bibirnya.

Dia takut menyakiti.

Mereka terdiam, sama sama tak tau harus berkata apa.

"Tolong"

Satu kata yang diucapkannya mampu membuat sosok yang lebih pendek itu melangkah maju dan membuka pintu apartementnya.







**********






"Pelan pelan"

"Ini sudah pelan"

Mereka berakhir duduk disofa dengan sang perempuan yang mengobati sudut bibir pria dengan rambut yang semakin panjang itu.

"Kenapa bisa seperti ini?"

"Karena kebodohanku, aaassshhh Chaeng"

"Maaf"

Senarnya Chaeyoung sengaja sedikit menekan sudut bibir sahabatnya ini.

Biarkan saja, Yeonjun bilang dia boleh memukul sosok ini. Nanti Yeonjun yang tanggung jawab jika dia mati.

Chaeyoung hanya menurut.

"Chaeng maafkan aku"

"Iya"

Chaeyoung tetap fokus pada pekerjaannya menotolkan obat merah pada pelipis Junho dengan pelan. Mungkin besok dia akan menjadikan Junho samsak hidup.

"Kau serius memaafkanku?"

"Iya Jun, diamlah biar aku mengobatimu"

Jaraknya dengan Chaeyoung sangat dekat. Bahkan dia bisa merasakan deru nafas gadis ini.

Mata bulat dengan bulu mata lentik, hidung kecil, bibir merah yang sedikit terbuka.

Junho mungkin sudah gila saat tiba tiba menangkup wajah kecil yang pas ditangannya itu.

Mengecup hidungnya singkat dan menempelkan dahi mereka.

"Chaeng maaf aku meragukanmu"

Chaeyoung hanya terdiam. Ingatkan dia untuk bernapas sekarang!

Junho sangat dekat dengannya dan dia lupa bagaimana cara bernapas.

Tolong Chaeyoung!

"Chaeng maaf"

Mata bulat itu mengerjap.

Junho benar benar mengambil semua oksigen diruangan ini hingga tak tersisa sedikitpun untuk Chaeyoung.

Dan pada akhirnya gadis itu kehilangan kesadarannya saat Junho mengecup bibirnya.

Gila, sudah gila!




________________
______________________________

Mengerti Kembali.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang