Tujuh

169 15 0
                                    

Kejadian semalam benar-benar membuat gadis yang semula memegang predikat gadis periang menjadi gadis paling membosankan untuk dipandang. Matanya sembab, kantung matanya membesar karena ia baru memejamkan matanya saat pukul tiga pagi tadi. Meskipun Mamanya tidak bertanya mengapa mata Allura bisa sampai sembab seperti itu, Allura sepenuhnya yakin bahwa Mamanya diam-diam memerhatikannya. Tak banyak berbicara, gadis itu langsung mengambil tempat kosong tepat dihadapan Omanya.

Allura meletakkan sendok dan garpunya saat ponselnya berdering singkat. Keningnya mengernyit, kedua alisnya saling bertautan. Sebuah pesan singkat yang berasal dari nomor tak dikenal. Karena penasaran, ia membuka pesan singkat itu untuk mengetahui apa isinya. Tak mendapat jawaban dari pertanyaannya, Allura justru semakin penasaran dan aneh karena isi pesan singkat itu.

From : 08153346xxxx
Masih inget sama gue?

Gadis itu melempar kecil ponselnya lalu bergidik ngeri karena pesan misterius itu. Bagaimana bisa si pengirim mendapatkan nomornya. Dan, apa tujuannya mengirimkan pesan seperti itu kepadanya?. Tak ingin pusing memikirkan hal itu, Allura kembali menghabiskan sarapannya dan bergegas pergi menuju sekolah.

Hanya membutuhkan waktu dua puluh menit untuknya bisa sampai di sekolah karena jalanan Ibukota yang tidak terlalu ramai seperti biasanya. Dengan langkah yang sedikit cepat—namun tetap membuat siapapun yang melihatnya akan memuji keanggunan Allura dalam berjalan—ia berjalan menuju ruang kelasnya. Waktu yang menunjukkan pukul tujuh enam lebih dua puluh menit membuat sekolah masih cukup sepi dan ini cukup menyenangkan untuk Allura yang tak begitu menyukai keramaian.

Setelah meletakkan tasnya di dalam kelas, Allura pergi menuju halaman belakang sekolahnya. Tempat yang sering dikunjungi beberapa siswa dan siswi hanya untuk berkumpul dengan teman atau sahabat mereka. Gadis itu duduk di bangku kayu panjang yang memang sengaja diletakkan disana oleh Mang Uki selaku tukang kebun di sekolahnya. Allura sedikit mengangkat kepalanya. Membiarkan angin menerpa wajahnya dengan bebas.

Disinilah Allura dapat merasakan kedamaian ketika ia tidak dapat mengatasi kemelut yang ada dalam dirinya. Seperti sekarang ini, ketika ia sedang mencoba melupakan apa yang barusaja terjadi. Ia tak ingin menghabiskan sisa waktunya di SMA hanya untuk memikirkan masalah yang pasti akan hilang dengan sendirinya. Beberapa kali gadis itu mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya pasti bisa melakukan semuanya tanpa harus memikirkan orang yang selama ini selalu ingin ia ketahui kabar dan kegiatannya.

Setelah merasa sedikit lebih tenang dan tak terasa sekolah mulai ramai karena waktu mulai menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit, Allura memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Ketika ia tengah berbelok di koridor dekat ruang kelasnya, langkahnya tiba-tiba saja terhenti ketika dirinya bertemu dengan seseorang. Siapa lagi jika bukan Arjune yang kini justru tengah menatapnya datar. Tanpa berniat menyapanya atau bahkan melontarkan senyuman, Allura kembali melangkahkan kakinya dan meninggalkan Arjune yang justru mengangkat bahunya santai.

🍁

Allura terus meningkatkan kecepatan langkah kakinya ketika Katya terus saja membuntutinya seraya melontarkan pertanyaan yang sebelumnya sudah ia jelaskan. Gadis itu masuk ke dalam perpustakaan dan memilih salah satu tempat duduk kosong yang ada di dekat jendela. Ia mulai mencoba memfokuskan pikirannya pada buku bacaan yang ia bawa dari kelasnya. Sebenarnya tak ada niat penuh dalam dirinya untuk mengisi waktu istirahatnya dengan membaca buku itu. Hanya saja, ia tak memiliki cara lain untuk menghindar dari Katya yang sampai sekarang pun masih terus menginterogasinya.

“Al, lo jawab gue dong!” rengeknya dengan kesal karena pertanyaannya tak ada yang direspon oleh Allura. Mendapati sahabatnya yang justru semakin serius membaca dan benar-benar tak menjawab pertanyaannya membuat Katya semakin kesal dan memilih untuk mencubit pelan lengan Allura.

“AWW!” rintih Allura cukup keras hingga membuat seluruh murid yang ada di dalam perpustakaan memberikan peringatan untuk menjaga ketenangan padanya.

“Rasain lo!” ucap Katya tanpa bersuara.

Allura memukul pelan lengan Katya dan menarik gadis itu keluar dari perpustakaan. Keduanya berjalan menuju rooftop sekolah yang memang jarang didatangi oleh anak-anak di sekolahnya. “Lo kenapa, sih, Kat?!” tanyanya dengan geram.

Mendengar reaksi dari Allura membuat Katya benar-benar murka. Ia mengarahkan jari telunjuk ke arahnya. “Gue kenapa? Al, lo yang kenapa?! Lo nggak jawab pertanyaan gue dari tadi tau nggak?” kesalnya.

Gadis itu menghela nafasnya pelan. “Kat, gue kan udah jelasin sebelumnya. Semalem gue ketemuan sama Arjune, niatnya mau bilang kalo gue suka, tapi dia ternyata udah tau duluan kalo gue suka sama dia dan minta gue menjauh dari dia. Paham?” jelas Allura untuk yang kedua kalinya.

Katya reflek menutup mulutnya. Tak menyangka sarannya akan berujung seperti ini. Meskipun tak ada tanda-tanda kesedihan yang ia lihat di wajah Allura sejak mereka bertemu hari ini, namun ia tahu betul bagaimana perasaan gadis itu. “Al, sorry gue nggak bermaksud kayak gini,”

Allura menggelengkan kepalanya pelan. “Bukan salah lo. Kalo lo nggak kasih gue saran buat ketemu sama Arjune, mungkin akan lebih lama lagi gue tau kalo Arjune nggak nyaman sama perasaan gue,”

“Sebagai permintaan maaf, gue cariin lo cowok baru. Oke?” Mendengar itu membuat Allura sontak membulatkan keduanya matanya sempurna. Membuat Katya yang melihatnya menelan salivanya dalam-dalam.

Allura melangkahkan kakinya pelan menuju sebuah sofa usang dengan ukuran panjang yang ada di dekat beberapa meja dan kursi yang tidak terpakai. Ia membersihkan sofa itu dengan telapak tangannya dan didudukinya begitu saja, yang kemudian diikuti oleh sahabatnya. Tatapannya terlihat kosong. Katya tahu betul bahwa sahabatnya itu sedang butuh ‘space’ saat ini. Tapi, ia juga tak bisa membiarkan sahabatnya larut dalam masalah ini dan mengganggu sekolah serta kehidupannya.

Berusaha memancing Allura untuk meluapkan segala yang dirasakan kepadanya, Katya menarik nafasnya dalam-dalam. Gadis itu mencoba tersenyum kecil dan menengok ke arah Allura yang masih dengan tatapan kosongnya. “Al, kenapa lo suka sama Arjune? Sedangkan, banyak cowok lain di sekolah ini yang pernah bilang suka sama lo,” tanyanya dengan sangat hati-hati.

Gadis itu menolehkan kepalanya menghadap Katya sejenak. “Nggak tau,” jawab Allura yang tentu membuat Katya mengernyitkan keningnya bingung. “Selama ini gue nggak pernah tau apa spesifikasi yang Arjune punya yang bisa bikin gue suka sama dia. Gue nggak jarang merasa bodoh suka sama Arjune, Kat. Gue merasa seperti itu bukan berarti Arjune itu cowok yang nggak pantes buat disukai. Tapi, gue cuma sering mikir kenapa harus Arjune dari sekian banyak cowok di sekolah bahkan di dunia ini?”

“Lo pernah merasa ‘kehilangan’ saat lo mungkin satu hari nggak liat dia?” tanya Katya dengan tenang.

“Kat, lo tau sendiri gue selalu cari keberadaan dia setiap gue ada celah. Gimana mungkin gue nggak merasa ‘kehilangan’ kalo satu hari nggak liat dia?”

Katya tersenyum. Siapapun yang mengamatinya dengan baik akan tahu bahwa senyuman gadis itu menyembunyikan banyak arti dibaliknya. “Secara nggak sadar, lo sudah membiasakan memori lo untuk merekam setiap detail tentang Arjune setiap harinya. Gue nggak menyalahkan itu karena gue tahu gimana rasanya orang jatuh cinta. Tapi, semua ada batasannya.

“Nggak selamanya orang yang kita suka akan bertahan di lingkup kehidupan kita. Nggak selamanya juga perasaan kita untuk orang itu selalu sesuai harapan. Jangan biasakan pikiran kita untuk ‘mencari’ dalam keadaan kita udah tau kalau hasil dari pencarian itu cuma sia-sia. Sekalipun akhirnya saling memiliki, besar kemungkinan kita merasakan kehilangan. Setiap orang punya titik jenuh mereka sendiri. Kita harus tahu kalau waktu dimana orang yang kita sukai nggak cuma butuh kita, pasti bakal dateng.

“Ayo, ah, jangan galau-galau gini. Masa iya cuma karena cowok kayak Arjune lo jadi pemurung kan nggak lucu,”

Allura tertawa kecil seraya memukul lengan sahabatnya. “Thanks for everything, Kat.”

Tak langsung membalas ucapan Allura, gadis itu justru mengacungkan ibu jarinya ke arah Allura dengan bangga. “BAGUS! Lo emang harus berterimakasih karena punya sahabat kayak gue yang super cute dan manis,”

Ucapan Katya benar-benar membuat wajah Allura berubah 180º menjadi sedikit menyeramkan. Tanpa mengatakan apapun, gadis itu bangkit dari duduknya lalu berjalan meninggalkan Katya.

“AL, TUNGGUIN!”

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang