Dua Puluh Tujuh

129 9 0
                                    

"Lura, ayo makan siangnya udah siap. Lanjut nanti lagi bikin kuenya!" teriak Tante Betty—mama dari Hessa dan Hilda—kepada Allura yang memang tengah sibuk membuat kue di dapur.

"Iya sebentar." balas Allura yang buru-buru menyelesaikan adonan kuenya dan melepas apronnya lalu berjalan menuju ruang makan.

"Ayo makan dulu. Kamu itu kesini bukannya santai-santai malah nurutin si kembar bikin kue cokelat!" omel Tante Betty seraya mengambilkan makanan untuk Eyang Hairi.

Allura terkekeh mendengar ucapan Tante Betty. "Nggak apa-apa. Lagipula aku juga sekalian belajar, belum tentu kue aku enak," ucapnya seraya tertawa.

Yah, seperti yang kalian tahu mengenai kemampuan memasak Allura. Gadis itu benar-benar buta tentang bahan-bahan membuat kue. Tapi, mana mungkin ia mengatakan kepada Hessa dan Hilda bahwa dia tidak bisa membuat kue. Jadi dengan kemampuannya yang minimalis dan dibantu oleh mamanya yang memberitahu beberapa bahan kue dan fungsinya, ia menuruti kemauan keponakan kembarnya untuk membuat kue.

Tidak ada sedikitpun pembicaraan yang terjadi ketika makan siang sedang berlangsung. Dalam keluarga Hairi memang menerapkan prinsip tidak boleh berbicara saat sedang makan. Sepenting apapun pembicaraan itu. Karena hal tersebut dianggap melanggar etika kesopanan dalam keluarga Hairi.

Setelah makan siang selesai, Allura membantu beberapa pelayan yang tengah merapikan piring-pring kotor lalu melanjutkan kembali kegiatannya membuat kue yang sempat tertunda. Ia menuang adonan kuenya ke dalam loyang berukuran sedang dengan hati-hati. Setelah adonannya sudah siap, ia memasukkan loyang tersebut ke dalam oven dan mengatur suhunya.

Gadis itu berjalan menuju kitchen bar dan merapikan bahan-bahan kue yang sudah tidak diperlukan lalu memasukkannya ke dalam kotak penyimpanan. Saat sedang memasukkan bahan-bahan kue tersebut, ia merasa ada sesuatu yang memegangi kakinya. Allura reflek menunduk dan mendapati Hilda yang tengah tersenyum padanya dengan boneka panda dalam gendongan tangannya.

"Hai, ada apa?" sapa Allura seraya menyamakan tingginya dengan Hilda yang hanya setinggi pinggangnya.

"Kue Hilda mana, Kak?" tanya anak kecil itu dengan wajah sumringah.

Allura menoleh ke arah oven dan menunjuknya. "Itu kue Hilda lagi di panggang dulu biar mateng. Sabar ya?" ucapnya yang kemudian dibalas anggukan oleh anak perempuan dihadapannya.

"Pasti nanti uncle Sha suka, deh, sama kue buatan kakak!"

Kening Allura mengernyit ketika mendengar nama yang cukup asing di telinganya. Ia memang bukan cucu kandung dari keluarga Hairi dan tentu saja ia tidak mengerti silsilah keluarga ini. Tapi, rasanya nama itu sangat asing dan benar-benar belum pernah ia dengar selama ia mengenal Eyang Hairi.

"Siapa uncle Sha?" tanya Allura pada Hilda yang masih tersenyum ke arahnya.

Belum sempat anak kecil itu menjawab, sudah terdengar suara teriakan dari arah depan. "Hilda, uncle Sha sudah datang!" teriak Tante Betty dari arah pintu utama.

Tanpa memedulikan Allura, Hilda berlari kecil menuju pintu utama untuk menemui uncle Sha yang dimaksud olehnya. Sedangkan Allura? Gadis itu memilih untuk melanjutkan kegiatannya memasukkan bahan-bahan kue ke dalam kotak penyimpanan. Setelah merasa semuanya sudah beres dan tidak ada yang tercecer atau terbuang sia-sia, Allura memasukkan kotak tersebut ke dalam satu lemari yang terletak di atas.

Allura berjalan menuju lantai dua untuk masuk ke dalam kamar yang memang disediakan untuknya jika sedang berkunjung kesini. Gadis itu masuk ke dalam kamarnya dan mengambil benda pipih yang ada di atas nakas. Seraya menunggu kuenya siap untuk dikeluarkan, gadis itu memilih untuk memeriksa ponselnya sejenak.

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang