Lima

218 11 0
                                        

“Ara, minggu ini temenin Oma di rumah ya. Mama harus ke luar kota,” Tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari berkas-berkas pekerjaannya, Alodie mengatakan hal itu kepada Allura yang tengah menatapnya heran.

“Tapi Mama udah janji dari minggu lalu mau pergi sama aku minggu ini,”

Alodie menarik nafasnya pelan. Mencoba memberi pengertian kepada anak perempuannya. “Mama tau, Ra. Tapi minggu ini Mama harus ke Surabaya untuk urus bisnis kita disana,” ujar wanita itu dengan nada bicara yang terus meyakinkan.

Kedua mata Allura memicing ketika mendengar penuturan dari Alodie. Kepalanya menggeleng pelan. “Bisnis kita? Bisnis Mama lebih tepatnya.” Allura keluar dari ruang kerja Mamanya dengan diiringi suara pintu yang tertutup dengan sangat kencang.

Gadis itu berlari keluar rumah. Tiba-tiba saja, kakinya berhenti melangkah ketika kedua matanya terpaku pada satu titik yang mampu membuat seluruh sendinya meluruh. Pria itu kembali lagi setelah tujuh belas tahun menghilang tanpa kabar. Seluruh emosi dan kebencian memenuhi pikiran dan perasaan Allura.

Melupakan niatnya untuk pergi, Allura justru berbalik masuk ke dalam rumahnya. Telinganya sempat mendengar namanya disebut oleh pria yang berusaha mengejarnya. Allura menutup pintu kamarnya kasar. Tatapannya nanar tanpa terpaku pada satu titik. Dadanya naik-turun ketika bayangan mengenai wajah pria itu kembali terputar di kepalanya.

Tubuh gadis itu meluruh tepat dibalik pintu kamar. Tanpa ada yang mengetahuinya. Sebagai seorang anak yang ditinggalkan sejak kecil, melihat pria yang menjadi sosok Ayah kembali datang setelah belasan tahun, hancur sekali hati Allura saat itu. Air matanya tumpah tanpa diminta. Isaknya terdengar sangat menyayat. Menyisakan sesak yang seolah mencekik lehernya. Bahkan, sayatan dalam hatinya kini seolah tak berjeda.

Mengapa semesta tidak turut campur pada duniaku kali ini?

Kedua tangan gadis itu memeluk lututnya sendiri dengan isak tangis tanpa henti. Alodie yang barusaja menemui pria itu pun kini tengah mengetuk pintu kamar anak perempuannya yang ia tahu sangat hancur saat ini. Alodie tidak menyalahkan mantan suaminya yang tiba-tiba datang tanpa diminta. Hanya saja, ia sedikit menyalahkan waktu karena tidak adil membagi kesempatan baginya dan Allura.

“Allura, buka pintunya, Nak. Mama perlu bicara sama kamu,” ucap Alodie setengah berteriak seraya mengetuk pintu kamar Allura.

Meskipun Allura tahu bahwa Mamanya tidak akan melihat reaksinya, gadis itu reflek menggelengkan kepalanya. Ia menggigit bibir bawahnya supaya isak tangisnya tidak terdengar oleh Alodie. Bahkan disaat seperti ini, Allura takut akan menyakiti hati Mamanya karena tangisannya. Tapi Allura juga tidak tahu siapa yang pantas ia salahkan dalam situasi ini.

“Biarin Ara sendiri hari ini, Ma. Ara mohon,” lirihnya yang membuat Alodie berhenti mengetuk pintu kamar anaknya.

Mencoba memahami perasaan anak perempuannya, Alodie menghela nafasnya pelan. “Maafin Mama, Nak. Mama yang salah karena—“

“Ara mau sendiri, Ma.”

Tak ingin membuat anak gadisnya semakin tertekan, Alodie meninggalkan kamar anaknya. Membiarkan Allura menangani kalut dalam dirinya. Mencari obat penenang untuk semua gundah di hidupnya. Dan menjadi pemaaf tanpa asas kasihan.

🍁

Arjune berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Laki-laki itu membawa setumpuk angket pemilihan ekstra kurikuler yang akan dibagikan kepada seluruh peserta MOS. Ia menghentikan langkahnya ketika dirinya berpapasan dengan Gangga tepat di persimpangan koridor.

“Jun, lo liat Allura?” tanya Gangga dengan wajah yang tampak serius.

Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Arjune menautkan kedua alisnya bingung. Ia menggelengkan kepalanya pelan. “Nggak, Ga. Emang dia belum berangkat?” balasnya balik bertanya.

“Belum. Gue hubungin juga nggak nyambung. Dia nggak ada kabarin lo? Gue butuh dia sekarang untuk pilihin desain buku tamu untuk puncak MOS besok,” ujarnya.

Tanpa membalas perkataan Gangga, laki-laki itu langsung merogoh saku celananya dan membuka ponselnya. Dan ternyata benar, gadis itu menghubunginya sejak setengah jam yang lalu. “Allura sakit, Ga. Dia kabarin gue setengah jam yang lalu,” ucapnya memberitahu apa yang barusaja dibacanya.

Gangga menghela nafasnya gusar. “Kita butuh banget pendapat dia, Jun.”

“Kalo gitu mana desain buku tamunya biar gue fotoin ke Allura untuk minta pendapat dia,”

“Emang dia online?” tanya Gangga memastikan sebelum keduanya kewalahan.

Mendengar itu membuat Arjune langsung memeriksa ponselnya. Gadis itu terakhir membuka ponselnya tiga jam yang lalu. Keduanya tak yakin jika Allura akan membuka ponselnya dalam waktu lima sampai sepuluh menit.

“Nggak ada waktu lagi, Jun. Satu-satunya cara kita harus ke rumah Allura buat tanya pendapat dia,” ujar Gangga yang memang sangat membutuhkan Allura atas permintaan Pak Rega.

Tak langsung mengiyakan, Arjune menghela nafasnya gusar. Tak lama kemudian, laki-laki itu menganggukkan kepalanya. Keduanya berjalan menuju area parkir dan keluar dari halaman sekolah menuju rumah Allura. Tak sampai setengah jam, keduanya sudah sampai di depan sebuah rumah bergaya Eropa dengan taman bunga yang cukup luas di halaman depan rumah itu.

Setelah keduanya mengetuk pintu utama rumah itu beberapa kali, terlihat seorang wanita paruh baya keluar dengan seragam hitam putih khas asisten rumah tangga. Wanita itu menunduk sejenak untuk memberikan salam.

“Maaf, mas-mas ini siapa dan cari siapa ya?” tanya wanita itu dengan sangat sopan.

“Saya Gangga dan ini temen saya Arjune. Kita mau cari Allura ada?” jawab Gangga mendahului karena memang Arjune kurang percaya diri jika harus berbicara dengan lembut kepada orang lain.

Wanita itu mengangguk paham. “Non Allura ada tapi dia sedang sakit. Kalau mas-mas ini mau jenguk Non Allura saya antarkan ke kamarnya saja,”

Setelah keduanya mengiyakan ucapan asisten rumah tangga Allura, keduanya berjalan mengikuti wanita paruh baya itu menuju lantai empat rumah yang biasa untuk anak-anak Senna International High School.

Sesampainya di depan kamar Allura, wanita paruh baya itu mengetuk pintu beberapa kali hingga terdengar sahutan dari Allura yang mempersilakan masuk. “Non, ada temen Non Allura yang dateng. Namanya Mas Arjune sama Mas Gangga. Boleh bibi suruh masuk?” tanya wanita itu dengan sangat sopan kepada anak majikannya.

Mendengar penuturan dari asisten rumah tangganya membuat Allura benar-benar bingung. Bukankah ia sudah mengirimi Arjune pesan bahwa hari ini dia tidak bisa datang karena sakit? Lalu apa tujuan dua laki-laki itu datang ke rumahnya untuk menemui dirinya?. Mau tak mau, Allura menganggukkan kepalanya mengiyakan. Kini kedua laki-laki itu benar-benar berdiri dihadapannya dengan Gangga yang memegang tiga buah buku dengan sampul yang tebal dan keras.

“Jun, bukannya tadi pagi gue udah bilang kalo hari ini nggak bisa dateng?” tanya Allura membuka pembicaraan diantara keduanya.

Arjune menganggukkan kepalanya. “Kita tuh kesini gara-gara Pak Rega kekeh minta lo buat pilihin desain buku tamu buat puncak MOS besok. Tadinya mau gue kirim lewat chat, tapi lo nggak online dan kita butuh keputusan lo secepatnya. Makanya kita kesini,”

“Mana opsi desain buku tamunya?” tanyanya yang kemudian menerima tiga pilihan desain buku tamu yang sedari tadi dibawa oleh Gangga. “Tema acara besok jadinya apa?” tanya Allura lagi karena memang ia tidak mengatasi perihal tema dan konsep.

“Temanya masa kecilku. Jadi nanti semua peserta MOS, panitia, dan guru pake baju masa kecil yang bener-bener mereka sukai yang udah dibuat untuk versi tubuh mereka saat ini. Dengan model, warna, dan seluruhnya yang sama.” jelas Gangga.

Gadis itu beberapa kali mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Dia mengangkat sebuah desain buku tamu dengan warna hijau pastel. “Menurut gue, warna ini cocok untuk konsep acara besok. Warnanya bener-bener anak-anak banget. Sedangkan kalo yang dua ini, warnanya terlalu mencolok untuk konsep acara kita,” jelasnya seraya mengangkat dua desain lainnya yang berwarna ungu dan magenta.

“Oke, Al. Thanks ya,” ucap Gangga seraya mengambil tiga opsi desain buku tamu itu dari tangan Allura.

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang