Dua Puluh Tiga

118 12 0
                                    

Bel tanda berakhirnya waktu ujian berbunyi. Beberapa siswa sibuk mengoreksi ulang pekerjaan mereka. Termasuk Allura. Gadis itu kembali memastikan bahwa seluruh soal sudah terjawab tanpa terlewat sedikitpun. Allura akui ujian hari ini cukup menguras otaknya. Bagaimana tidak? Rumus matematika yang semalam dihafalnya hampir saja hilang begitu saja saat dirinya memasuki ruang ujian. Kalian tentu sering merasakan itu juga 'kan?.

Setelah yakin akan jawabannya, Allura mengemasi alat tulisnya dan berjalan menuju meja pengawas untuk mengumpulkan lembar jawabnya. Gadis itu berjalan keluar ruangan dengan pikiran yang sedikit tidak tenang. Ada sekitar tiga soal yang ia ragukan jawabannya. Ya, hanya tiga soal tapi seperti hidup dan mati bagi Allura. Gadis itu bisa saja uring-uringan hingga malam nanti. Atau bahkan tidak bisa tidur sampai pagi. Mustahil, masih ada satu mata pelajaran lagi yang diujikan, gadis itu harus belajar lebih keras bukan?.

"Huh, gila gue bener-bener gila gara-gara soal matematika tadi!" keluh Katya dengan wajah merahnya yang menahan kesal.

"Sama, Kat. Gue juga gila gara-gara soal tadi," timpal Allura seraya memasukkan alat tulisnya ke dalam ranselnya.

Katya sontak menoleh ke arah Allura dengan kedua matanya yang membulat sempurna. "Allura, lo nggak habis kepentok tembok atau apa 'kan?" tanyanya seraya mengecek bagian kepala Allura dengan panik.

Allura menepis pergerakan sahabatnya yang sedikit heboh menurutnya. "Kat, jangan berlebihan! Gue bener-bener stress dan gue nggak habis kepentok atau apapun!"

"Terus gimana ceritanya seorang Allura bisa gila karena soal? Lo nggak belajar semalem?"

"Gue—"

"Ah, nggak mungkin. Kalaupun lo nggak belajar, lo pasti tetep bisa ngerjain dengan lancar. Terus kenapa dong?" potong Katya dengan celotehannya yang membuat Allura geram.

Allura tersenyum paksa ke arah Katya yang dibalas tatapan bingung oleh gadis dihadapannya. "Katya, dengerin ya. Ada tiga soal yang gue nggak yakin sama jawaban gue. DAN ITU BIKIN GUE STRESS!" ucap Allura sedikit meninggikan suaranya di akhir kalimat.

"Al, serius?! Itu cuma tiga soal, Al! Lo masih ada kemungkinan tiga puluh tujuh soal bener! Tiga puluh tujuh soal dibanding tiga soal lo pikir banyak mana hah?!" sahut Katya emosi. Kini keduanya berdebat di tengah koridor dan tak sedikit siswa yang melewati keduanya tertawa kecil.

Allura berjalan menuju kafetaria angkatan dengan langkah kesal. Gadis itu meninggalkan Katya yang meneriaki namanya seraya berlari dibelakangnya. Tepat ketika Allura hendak membuka pintu kafetaria, ia kembali mendengar namanya dipanggil.

"Allura!"

Gadis itu memejamkan matanya kesal. Apa sahabatnya itu harus terus meneriakinya sedangkan ia bisa saja langsung menyusul Allura dan membombardir dirinya dengan ocehannya. Tapi tunggu, bukankah suara yang barusaja memanggilnya tidak seperti suara perempuan? Terlebih suara Katya, sahabatnya. Bukan, itu bukan Katya.

Allura membalikkan tubuhnya. Matanya membulat sempurna ketika mengetahui siapa sosok yang ada dibelakangnya saat ini. Kakinya seolah sulit untuk digerakkan, matanya mulai memanas, tenggorokannya tercekat, pikirannya sudah tidak karuan.

"Al, lo tuh—" Katya menghentikan ucapannya ketika menyadari situasi dihadapannya. Gadis itu tersenyum canggung. "Eum, Al gue ke kafetaria angkatan sebelas ya. Temen gue nunggu disana. Bye, Al!" Tentu saja Katya berbohong dan langsung berlari meninggalkan dua orang yang tengah saling diam. Ia mana punya teman di kelas sebelas.

Dengan susah payah, Allura mengesampingkan seluruh kesulitannya dan mencoba tersenyum ke arah laki-laki yang kini tengah menatapnya datar. "Lo tadi manggil gue? Ada apa, Jun?" tanyanya dengan senyum yang masih tercetak di wajah ayunya.

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang