Alodie masuk ke dalam lift yang ada di rumahnya, menuju kamar anak perempuan satu-satunya. Ada beberapa hal yang ingin Alodie bicarakan dengan Allura untuk mendapatkan pengertian dari gadis yang sedikit sensitif itu. Diketuknya pintu kamar Allura beberapa kali hingga tampak seorang gadis dengan daster pajama selutut berwarna putih.
Setelah dipersilakkan masuk oleh Allura, keduanya duduk di sebuah sofa yang berada tepat di dekat jendela. Tatapan gadis itu terlihat tenang ketika menatap Alodie. “Ada apa, Ma? Serius banget kayaknya,”
Alodie tersenyum. “Kamu kapan mau jenguk Eyang Hairi? Udah dua bulan kamu nggak kesana. Nggak kangen emangnya?” tanya Alodie seraya menatap dalam mata anaknya.
Hairi Addi Kamoga adalah seorang pemilik perusahaan ternama di kotanya. Teman dekat dari mendiang kakek Allura yang selama ini sudah Allura anggap sebagai kakek kandungnya sendiri. Begitupun sebaliknya, Eyang Hairi sudah menganggap gadis itu sama dengan cucunya yang lain. Bahkan tak jarang Allura diberi uang ketika dirinya bersambang ke kediamannya.
“Kangen banget, Ma! Tapi belakangan ini aku bener-bener lagi sibuk banget sama urusan sekolah. Belum lagi aku udah mulai urus pendaftaran ini-itu untuk kuliah,”
“Eyang pasti kangen banget sama kamu, sayang. Hari ini baru mulai weekend, baru jam segini juga. Nggak mau ke rumah Eyang hari ini aja?” bujuk Alodie kepada Allura.
Allura mengernyitkan keningnya bingung. “Sekarang juga ke puncak? Mama serius?!” tanya gadis itu dengan sangat antusias yang kemudian dibalas anggukan oleh Mamanya.
Melihat reaksi Allura yang sangat antusias ketika dirinya membicarakan mengenai kepergiannya ke puncak membuat Alodie mengurungkan niatnya untuk membicarakan hal lain yang akan menyita lebih banyak keseriusan dari anak perempuannya. Untuk saat ini, ia ingin membiarkan Allura merasa senang akan keputusannya.
Tak menunggu waktu lama, gadis itu bangkit dari tempatnya dan mulai bersiap ketika Mamanya sudah keluar dari kamarnya. Senang sekali rasanya mendapat izin semudah ini untuk pergi ke puncak secara mendadak. Meskipun, tujuannya kesana adalah untuk mengunjungi Eyang Hairi yang sudah lama tidak ditemuinya.
Setelah merasa siap dan beberapa kali bercermin untuk memastikan penampilannya, Allura keluar dari kamarnya—menuju lantai satu untuk menemui Alodie. “Ma, ayo aku udah siap.” ajak Allura seraya memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.
“Mama nggak ikut, Ra. Mama udah bilang sama Pak Bas untuk anter kamu kesana,” balasnya tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas di tangannya.
Mendengar Mamanya yang menjawab dengan santainya membuat Allura mengernyitkan keningnya tak habis pikir. “Mama yakin kayak gini?” tanya Allura memastikan kebenaran ucapan Alodie.
“Iya, mama titip salam untuk Eyang. Oh, iya—“
“Ara pergi sekarang. Besok sore Ara udah balik.” potongnya yang kemudian berlalu dari hadapan Alodie yang masih terus memandang anak gadisnya.
“Jangan bikin Eyang kecewa atau sedih, sayang!”
Allura mengehentikan langkahnya, berbalik menatap wajah Alodie dengan datar. “I’m not you, Mom.” sarkasnya yang kemudian kembali melangkahkan kakinya.
🍁
Setelah menempuh kurang lebih tiga jam perjalanan, Allura sampai di halaman sebuah rumah mewah bergaya Belanda. Tampak seorang pria yang berumur sekitar 77 tahun tengah menunggunya seraya tersenyum lebar. Allura berlari kecil menuju Eyang Hairi lalu memeluknya erat. Air matanya tumpah seketika kala gadis itu mengeratkan pelukannya. Eyang Hairi menepuk punggung Allura beberapa kali untuk menenangkan cucu angkatnya yang masih terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Lagi Sama [COMPLETED]
Teen FictionAllura Pasya Bagaskara. Gadis kaku yang mengaku memiliki perasaan pada seorang laki-laki yang merupakan siswa pindahan dari Kanada yang berhasil memikat hatinya. Arjune Shagufta. Laki-laki dengan segala tingkah konyol yang membuat siapapun tersenyu...