Empat Belas

148 9 0
                                    

“Milkha?”

Sontak Arjune membalikkan tubuhnya dan mendongakkan kepalanya—menatap bingung ke arah Allura yang tengah menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap Arjune dengan senyum kecilnya.

“Al, lo selama ini mata-matain gue?”

Mendengar ucapan Arjune membuat Allura menyentil dahi laki-laki itu sehingga membuatnya mengaduh kesakitan. “Kerjaan gue terlalu banyak buat mata-matain lo ya, Jun!” protesnya tak mau kalah.

“Terus lo tau darimana, Allura?” kali ini Arjune sedikit menekankan ucapannya.

Allura membuka mulutnya. Ia benar-benar terkejut dengan pertanyaan Arjune. “Jadi bener Milkha, Jun?” Melihat Arjune yang hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya membuat Allura bertepuk tangan seraya bergumam tak percaya bahwa dugaannya benar.

“Rese lo, Al. Jadi lo tau darimana?” tanyanya lagi yang masih penasaran.

Allura berdeham pelan sebelum akhirnya menjelaskan awal mula ia mengetahui ini semua. “Waktu itu gue nggak sengaja liat lo lagi ngumpul sama temen-temen lo. Tapi pandangan lo ke arah lain, karena gue penasaran, jadi gue ikutin arah pandang lo. Ternyata lo lagi ngeliatin Milkha yang duduk di depan kelas,” jelasnya dengan santai.

Setelah mendengar penjelasan Allura, laki-laki itu tak langsung menanggapi. Allura pun dengan santainya kembali melihat ke langit. Bohong jika Allura mengatakan saat ini dia baik-baik saja dan tak merasakan sakit ketika membicarakan perempuan lain bersama laki-laki yang disukainya. Tapi apa yang bisa Allura lakukan selain seperti ini? Ketika dirinya melihat Arjune disini saja hatinya sudah meletup-letup. Lebay memang. Tapi itu yang sebenarnya dirasakan Allura sejak tadi. Ada perasaan yang ditutupi dengan rapi menggunakan ekspresi.

“Al, bantu jaga rahasia ini ya?”

Allura kembali menatap ke arah Arjune yang tengah memandanginya dengan tatapan memohon. Tak lama kemudian, ia melakukan gerakan seolah mengunci mulutnya. “Santai, Jun. Gue bukan termasuk anak-anak pengunggah berita angkatan,” ujarnya yang kemudian membuat Arjune terkekeh mendengarnya.

Thanks, Al.”

Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya pelan. Ia kembali menatap langit malam dengan semilir angin yang mulai terasa dingin. Allura sendiri tak tahu sampai kapan ia akan terus menutupi rasa sakitnya dengan bersikap seolah tidak apa-apa. Ia tak mungkin berusaha mendekati Arjune dengan kondisi Arjune yang pernah memintanya untuk menjauh. Bahkan saat ini Allura tak tahu apakah hanya dia yang merasa dirinya dan Arjune semakin sering bertemu atau memang kenyataannya seperti itu.

Allura ingat betul janjinya pada Arjune bahwa ia siap untuk menjauh dari Arjune. Tapi entah mengapa saat ini justru setiap mereka bertemu, Arjune yang kerap kali mendekatinya terlebih dahulu. Ia tak mau kembali menaruh harapan hanya karena hal-hal seperti ini. Tepat pada hari ke lima belas ia menjauhi Arjune saat itu, sebenarnya perasaannya masih sama. Bahkan saat mereka tak sengaja bertabrakan—saat Allura bersikap seolah ia tak peduli dengan Arjune.

Bilang saja Allura munafik karena hati dan ucapannya tidak sama. Tapi bagaimana caranya Allura menangani semuanya sendiri? Ia bahkan tak mungkin berinteraksi kembali dengan Arjune setelah permintaan Arjune untuk menjauhinya saat itu. Namun entah mengapa kali ini Allura merasa atmosfernya berbeda. Yang ia lihat justru sebaliknya. Arjune seperti terlihat sedang bersikap seolah tidak pernah terjadi apapun diantara keduanya.

🍁

Sesampainya di rumah, Allura menjatuhkan tubuhnya diatas kasur berukuran king size. Matanya sudah terasa sedikit berat karena terkena semilir angin saat di taman tadi. Meskipun matanya sudah ingin terpejam, namun tidak dengan tubuhnya. Gadis itu bangkit dari posisinya dan berjalan menuju balkon kamarnya. Ia melihat ke arah kamar Aubyn. Sebuah senyum terukir ketika ia mendapati laki-laki itu tengah bermain PC dengan raut wajah yang sangat serius.

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang