Bab 3

242 30 4
                                    

Selamat membaca.

Sebuah dunia, di tengah kegelapan, di antara jerit dan arwah yang meminta belas kasihan. Bukan neraka, tapi dunia Immortal—seorang pria yang sedang duduk di singgah sananya. Tampak dingin, saat melihat kedatangan seseorang.

"Brian!"

"Salam rajaku, saya berhasil menemukannya!" jelas Brian. Yang membuat pria itu tersenyum miring, karena senang.

Bersamaan dengan sorot mata, yang tertuju ke arah langit luar. Dimana bulan biru, muncul semakin terang—tanda kalau Matenya telah dilahirkan di dunia ini.

***

Senin. Hari yang dianggap horor oleh siswa dan siswi, karena diharuskan untuk bangun pagi dan mengerjakan tugas paling tidak menyenangkan. Pelajaran terburuk mereka. Matematika, inggris dan bahasa Iindonesia yang suruh untuk berpikir.

Tetapi senin kali ini, semua siswa hadir. Sebab kejadian pada jumat kemarin tidak bisa mereka lewatkan, karena siapa tahu saja. Ada sesuatu yang menarik, yang akan terjadi.

Liliana justru gemetar, begitu juga dengan Gruzella dan teman-temannya yang ada di kelas Gianna. "Jangan bilang dia akan datang dan membunuhku!" cemas Grizella.

"Itu tidak mungkin, aku sudah memastikan kalau hari ini juga Liliana tak akan datang!"

Informasi dan pesan yang sampaikan, membuat Grizella takut begitu juga dengan Gianna yang tak ingin agar Liliana terkena masalah kalau sampai saudarinya itu bertengkar di sekolah.

"Bagaimana sycopat itu tahu sih?"

Salah satu teman Gianna menyahut. "Bagaimana tidak akan tahu, orang Gianna penuh lebam begitu!"

"Diam!" balas teman lelaki Grizella.

Mereka cemas, tapi ada dalam situasi yang sama. "Harusnya aku tak datang!" tapi ia akan dianggap pengecut kalau tak datang.

Pukul 8:00 dan tak ada tanda-tanda kedatangan seseorang. Semua pun berpikir kalau Liliana tak akan datang.

Tapi saat jam istirahat pertama sudah lewat, seseorang tiba-tiba saja mengetuk pintu kelas Liliana yang beda kelas dengan Gianna.

Tok!
Tok!
Tok!

Memberi salam pada guru yang sedang mengajar. "Boleh saya masuk?" tanya Liliana dengan seragam dan tambut yang bisa di bilang, melanggar peraturan.

Guru dan siswa kelasnya sontak menoleh ke arah pintu.

"Kau tuli?" tanya Liliana dengan tatapan tajam, saat tak ada yang meresponnya.

Perkataan berani Liliana membuat semua berdehem, mengalihkan tatapan ke arah lain. Dan guru yang tahu siapa siswa itu, lantas membiarkan Liliana masuk.

-Guru yang tidak menghormati kebenaran dan malah membenarkan kebohongan, tidak layak untuk mendapatkan kehormatan-

Duduk di kursi kosong, disamping seorang siswa lucu yang terlihat sedikit salah tingkah karena Liliana duduk disampingnya.

Davenia—Gadis dengan ranbut di kepang kekinian itu, melirik ke arah lengan Liliana untuk memastikan sesuatu.

Jam istirahat kedua. Liliana yang tak bicara dengan siapa-siapa, beranjak ke toilet.

Mereka semua baru bisa menghembuskan nafas mereka lega. "Tuh kan, itu dia. Kalian liat perban di tangannya."

"Iya, masih berdarah!"

"Tapi dia terlihat baik!"

"Baik apanya? Ingat kalau air yang tenang…"

"Dia datang, dia datang!" semua mengambil posisi normal, tak berani bicara apapun. Sampai pria bertubuh tinggi, wakil ketua osis yang lucu dan tampan itu berseru. "Kantin!"

Semua menatap ke arah Eza. "Ah, pas. Aku lapar."

"Yuk! Yuk! Yuk!"

Seketika kelas menjadi kosong. Tapi seorang siswi yang begitu cantik dengan rambut panjang yang dikepang satu justru tersenyum pada Liliana. "Namaku Zefa!" ujarnya sembari mengulirkan tangannya— bisa di bilang Zefa sedikit polos dan agak lemot. Ia bahkan tak tahu siapa itu Liliana.

Untungnya di sambut dengan sangat baik oleh Liliana.

"Liliana!"

"Saudari Gianna ya?"

"Ya."

"Kantin yuk!"

"Mau?" tanya Liliana.

"Mau dong!"

Dingin, tapi Zefa sama sekali tak peduli dan malah menarik tangan Liliana ke menuju kantin yang tak Liliana ketahui. Ia bahkan tersenyum, juga bercerita panjang lebar bersama Liliana.

Di kantin. Pembicaraan full Liliana, berhenti saat mereka melihat Zefa yang sedang mengandeng tangan Liliana.

"Yuk makan!"

Zefa mengajak Liliana bergabung, dan semua tak menolak atau menghindar.

Sampai….

Bugh!

Pranggg!

Grizella berulah lagi, ia kali ini menjambak rambut salah satu teman Gianna yang membentaknya Lkarena memperingati Gianna.

"Brengsek! Gadis murahan, berani sekali!"

Gianna tampak marah, tapi teman kedua bela pihak saling tahan menahan. Mereka tak membiarkan teman-teman Gianna ikut campur dalam urusan Grizella.

Semua orang menatap ke arah Gianna yang tak peduli dan terus saja makan.

Hingga!

PLAKKK!

TBC.


Jadilah MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang