Jantungnya

5.1K 510 4
                                    

Gloria terkejut ketika sebuah tangan keriput menggenggamnya. Menggenggam tangannya untuk membuka pintu laboratorium pribadinya sekali lagi.

"Bukalah, jangan takut. Aku bersamamu," senyumnya yang teduh menenangkan Gloria.

"Nyonya ... Agnes!" pekik Gloria terkejut.

Nyonya Agnes hanya tersenyum lembut menguatkan Gloria.

"Bagaimana bisa anda ...?" tanya Gloria masih tak paham.

"Bisa kita masuk dulu biar nanti akan aku jelaskan?" pintanya.

"Baiklah, sebentar," jawab Gloria. Tak lama kemudian ia membuka kunci pintu laboratoriumnya.

"Kau terkejut?" tanyanya setelah Gloria membuka pintu dan mempersilahkan beliau masuk.

"Sangat, bagaimana bisa? Anda?" Gloria tak bisa berkata-kata.

"Bisakah kau tunjukkan padaku dimana ruang jenazahnya?" tanya Nyonya Agnes.

Gloria ibarat kerbau yang di cocok hidungnya, menuruti semua pinta Nyonya Agnes dengan patuh tanpa banyak bertanya.

"Silahkan, lewat sini," ujarnya pada Nyonya Agnes.

"Tunggu!" Nyonya Agnes menahan tubuh Gloria sebelum memasuki lorong. Ia menggumamkan sesuatu, lalu tangannya menggambar sebentuk tanda di udara.

Terlihat sebuah asap kepulan tipis yang sekejap kemudian memudar.

"Mari, kita lanjutkan," ujar Nyonya Agnes kemudian.

"Itu tadi a ...?"

"Ssstttt, mari kita selesaikan dulu. Setelahnya kau boleh banyak bertanya padaku, Glow," potong Nyonya Agnes sebelum Gloria sempat menuntaskan pertanyaannya.

Gloria mengangguk, ia lalu membimbing Nyonya Agnes menuju ruang penyimpanan mayat.

"Bum! Bum! Jedhuar! Bum!" suara di ruang data Gloria samar-samar terdengar.

"Kau mengurungnya di sana?" tanya Nyonya Agnes.

"Maksud, Nyonya? Makluk mirip serigala itu?"

Nyonya Agnes hanya mengangguk.

"Entahlah, saya hanya menyiramkan air doa dari opung saya dan ketika dia melemah, kami keluar dan mengunci pintunya," jelasku.

"Bagus, berarti dia hanya makhluk kelas rendah yang dikirim untuk melukai kalian," jelas Nyonya Agnes.

Ia kemudian merapalkan beberapa kalimat lagi, lalu meniupkannya ke arah pintu yang berisik. Ajaibnya, makhluk di balik pintu itu tidak lagi bersuara gaduh.

"Anda ... bagaimana bisa, Nyonya ...?" Gloria benar-benar terheran-heran dengan wanita tua di sampingnya.

"Nanti, Glow. Akan ada waktunya aku bercerita," jelasnya penuh penekanan.

Gloria mengangguk meski dalam hatinya masih menyimpan segudang tanya.

"Silahkan, Nyonya Agnes! Ini ruangan tempat saya menyimpan mayat yang sedang diautopsi," jelas Gloria kemudian. Ia membuka pintu ruangan itu dan mempersilahkan Nyonya Agnes masuk.

"Tunggu, jangan masuk!" cegah Nyonya Agnes. Ia lalu kembali komat-kamit merapalkan sesuatu dan membuat sebuah tanda imajiner di udara.

"Wussss!" Angin dingin menerpa dengan kasar wajah mereka berdua.

Gloria memicingkan sebelah matanya ketika angin itu menerpa wajahnya.

"Syukurlah, mereka yang dikirim ke sini hanya makhluk-makhluk kelas rendahan. Ayo, kita sudah aman."

Nyonya Agnes memasuki ruangan, ia menyapukan pandangan ke sekeliling ruangan. Merapalkan beberapa kalimat yang hanya terdengar seperti sebuah bisikan-bisikan saja di telinga Gloria. Kemudian meniupkannya ke arah 4 mata angin.

"Bukalah laci tempatmu menyimpan Jenazah Mayyang. Ambil jantungnya, lalu kita bakar!" Instruksi Nyonya Agnes dengam wajah datar.

Gloria memandang wanita tua di sebelahnya itu dengan penuh keraguan.

MayyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang