Seorang Jeon Wonwoo pernah berada pada titik di mana ia menyerah dengan segala mimpi-mimpinya, setelah sang Ayah dengan kuasa mutlaknya memberikan tanggung jawab yang begitu besar untuk pria manis yang menjadi anak semata wayang keluarga Jeon. Mimpinya sederhana, hanya untuk mengajar di universitas unggulan kota Seoul. Singkatnya, Jeon Wonwoo mengkhayalkan betapa bangganya seorang yang masih muda tetapi sudah menjadi dosen. Sederhana, 'kan? Tapi siapa sangka, yang datang dalam genggamannya adalah jabatan calon CEO di perusahaan Ayahnya.
"Kau melamun?" Mingyu mengusap bahu Wonwoo yang terbalut kaus putihㅡsetelan kesukaannya ketika tidur.
"Gyu ... Kau tahu tidak, betapa berartinya kamu dalam hidupku?" Sebuah jawaban yang sama sekali tidak ada korelasinya dengan pertanyaan Mingyu barusan.
"Sudah tahu, tercetak jelas di keningmu. Hahaha." Mingyu tertawa dan Wonwoo juga ikut larut dalam tawa itu.
"Ah memang, hanya aku yang paling mencintai di antara kita berdua." ujar Wonwoo meledek.
"Hey! Pernyataanmu melukaiku tahu! Kau tidak tahu betapa cintanya Kim Mingyu terhadap Jeon Wonwoo." lalu selanjutnya yang diterima Wonwoo adalah sebuah hukuman berbentuk peluk yang sangat erat dari Mingyu.
Senyum manis Wonwoo tersembunyi di antara dekap lengan kekar milik Mingyu, ia tahu bahkan sangat tahu kalau Mingyu sangat mencintainya. Wonwoo hanya ingin Mingyu menurunkan gengsi tingginya untuk mengekspresikan rasa cinta pada Wonwoo.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, darl ..." Mingyu kembali mengingatkan Wonwoo.
"Aku tadi melamun tentang mimpi-mimpi yang pernah kita utarakan di sela-sela obrolan menjelang tidur. Kau tahu 'kan aku masih sangat ingin menjadi seorang dosen?" Sebuah anggukan datang dari suaminya itu setelah mendengar Wonwoo berujar.
"Lalu apa yang mengganggu pikiranmu? Sayang, dengar ... kau 'kan sedang kembali menempuh pendidikan, kau bisa menjadi dosen ketika kau lulus nanti. Menjalani permintaan Ayahmu bukan berarti memupuskan mimpimu 'kan?" Begitulah Mingyu, ada saja saran yang mampu menenangkan hati Wonwoo.
"Tapi Gyu, aku inginnya berkecimpung penuh dalam sesuatu. Kau tahu betapa merindingnya ketika Senat Akademika masuk ke ruang wisuda lalu berkumandang lagu Gaudeamus Igitur. Ah ... aku ingin ada di posisi itu." Matanya menerawang sambil berbinar-binar ketika menjelaskan pada Mingyu tentang mimpi sederhananya.
Mingyu hanya tersenyum, mengusap lembut punggung Wonwoo yang meringkuk dalam pelukannya.
"Aku suka, kau begitu mengusahakan, bahkan untuk hal yang begitu sederhana. Aku yakin, bahwa aku yang istimewa ini pasti ada di urutan terdepan yang kau usahakan 'kan?" Mengalihkan pembicaraan, Mingyu jagonya. Hanya untuk agar Wonwoo tidak memikirkannya terlalu keras. Ia hanya takut kesehatan istri manisnya itu terganggu.
"Mingyuuu! Sudah pasti, kau selalu aku usahakan. Sudah ah, aku mengantuk. Ayo tidur."
~~~
Bagi Mingyu, salah satu jalan yang membawanya untuk mencapai tujuan-tujuan dalam bucket list hidupnya berangkat dari hal sesederhana mimpi. Mingyu tipikal yang sangat keras terhadap dirinya sendiri, ia selalu ingin melampaui batas dirinya hari kemarin. Mingyu mungkin tidak pernah sadar, kegigihannya itulah yang membuat Wonwoo begitu mengidolakan dirinya. Mingyu selalu tahu bagaimana caranya menangani Wonwoo.
"Sayang ... kulihat beberapa bulan terakhir ini kau sudah tidak mengeluh perihal sakitmu?" Mingyu kembali membuka obrolan, padahal Wonwoo-nya sudah bersiap untuk tidur.
"Ah iya ... Aku juga heran, penyakit autoimunku membaik, Gyu. Aku juga tidak mudah cemas dan overthinking sekarang. Kenapa ya? Tapi aku bersyukur ..."
Mingyu memiringkan kepalanya sebagai tanda isyarat ingin mendengarkan lebih lanjut hal yang akan dibicarakan Wonwoo.
"Aku selalu bermimpi ingin menjalani hidup dengan bahagia bersama belahan jiwaku sampai akhir hayat. Kau tahu, karena mimpi itulah aku selalu berusaha untuk sehat, aku menjaga pola makanku, aktivitasku juga sedikit dikurangi agar tidak kelelahan, isi kepalaku yang berisik sedang berangsur-angsur kutenangkan dengan berbagai macam cara hingga akhirnya menemukan cara yang tepat. Intinya, aku benar-benar ingin hidup lebih lama bersamamu. Semua karena kau, Mingyu."
Lihat? Betapa mimpi bisa menghidupkan lagi hidup seseorang yang hampir saja padam. Mingyu mendengarkan Wonwoo dengan mata berbinar dan senyum yang merekah. Mingyu bahagia, karena dirinya berhasil membawa kebaikan untuk Wonwoo. Berhasil menghidupkan kembali, setidaknya satu jiwa. Tidak berlebihan jika Wonwoo mengatakan bahwa Mingyu itu wujud malaikat yang dikirim Tuhan untuknya.
"Kenapa sih, kok senyum-senyum?" Kali ini Wonwoo yang memiringkan kepalanya menuntut jawaban Mingyu.
"Rahasia." Mingyu tersenyum jenaka dan memeluk Wonwoo-nya erat-erat. "Tetap hidup, sayang. Aku mohon tetap hidup."
"Iya, Gyu. Aku akan tetap hidup. Terima kasih." Wonwoo membalas pelukan lelaki tinggi berkulit cokelat yang sangat manis itu.
Lagi-lagi mimpi berhasil menghidupkan apapun yang ada di dalam kisah Mingyu dan Wonwoo. Menghidupkan cinta. Menghidupkan harapan. Menghidupkan tawa. Bahkan menghidupkan mimpi itu sendiri.
Mingyu maupun Wonwoo sangat beruntung, karena Tuhan membuat mereka saling menemukan. Karena semesta menghidupkan kembali cinta yang pernah mati di hati mereka masing-masing.
~~~
P.S
Ada yang kangen?
Selamat bertemu lagi dalam cerita cinta picisan Mingyu-Wonwoo di Bittersweet!Selamat membuka kotak Pandora 💕🍃
Selamat menikmati romansa yang tidak biasa!

KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [Meanie] ✓
FanfictionBittersweet moment kehidupan pernikahan Jeon Wonwoo dan Kim Mingyu, apa jadinya?