20

2.9K 209 63
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
°°°

Seiring berjalannya waktu, kabar tentang pernikahan Ahkam nampak terdengar kembali, bahkan kabarnya mereka akan melangsungkan pernikahan seminggu lagi. Sungguh, ada perasaan hancur didalam hati Aisyah, ia benar-benar sama sekali belum bisa mengikhlaskan Ahkam yang merupakan cinta pertamanya untuk menikah dengan perempuan lain.

Aisyah memegang sebuah undangan berwarna ungu dengan perpaduan  warna putih itu yang diluar undangannya terdapat tulisan 'Hafid&Maryam' yang Aisyah temukan di Ruang tamu rumahnya itu.

Tangannya bergetar, apalagi undangan ini di peruntukkan Untuknya. Nama Aisyah tertulis di undangan itu, bukan sebagai nama yang diletakkan dibelakang nama Ahkam, namun sebagai tamu undangan. Dan tiba-tiba saja air matanya jatuh membasahi undangan itu.

"Ya Allah ini mimpi, ini pasti mimpi." gumam Aisyah dalam hatinya. Ia berharap ini semua mimpi dan berharap ia akan bangun lalu semuanya baik-baik saja, tapi sekali lagi Aisyah sadari ini semua adalah kenyataan.

Tangisnya semakin menjadi-jadi, hingga spontan saja Aisyah langsung merobek undangan itu dan langsung berlari ke kamarnya untuk menenangkan dirinya.

Aisyah membanting pintu kamarnya dan ia segera terjun ke kasurnya untuk meluapkan tangisnya.

Kecewa, sakit, dan sesak, itulah yang ia rasakan saat ini. Bukan hanya karena pernikahan Ahkam, namun perihal mengikhlaskannya untuk menikah bersama perempuan lain, itu hal yang berat baginya.

Mengikhlaskan tak semudah melepas tangan, ingat itu.

Walaupun Aisyah sendiri memang  kian hari kian dekat dengan Ilham meski sampai saat ini Aisyah belum mengatakan bahwa ia menyetujui melakukan Ta'aruf dengan Ilham. Karena Sejujurnya, didalam hatinya masih banyak tersimpan memori kenangan bersama Ahkam yang belum bisa ia hapus sepenuhnya.

Hingga tak sadar, adzan Maghrib sudah berkumandang, Aisyah yang masih berada diatas kasurnya pun segera saja bangkit dan langsung menuju kamar mandi untuk bersih bersih dan mengambil wudhu untuk segera melaksanakan sholatnya.

Pukul 8 malam, tiba-tiba saja Aisyah mendapat panggilan dari Umminya yang menyuruhnya untuk segera keluar kamar.

"Iya Ummi," sahut Aisyah sembari ia mengenakan hijabnya.

Aisyah segera keluar kamar dan turun ke bawah, namun ia tidak menjumpai siapaupun di Ruang tamu.

Ia pun berlanjut ke Teras Rumahnya, dan ia menjumpai Ilham yang nampak termenung.

"Mas Ilham?" sapa Aisyah membuyarkan lamunan Ilham.

"Eh, Aisyah." Ilham pun menatapnya.

"Kenapa ngga didalem aja Mas?" tanya Aisyah.

"Bentar Syah, lagi nunggu Ayah Ibu juga mau kesini." jawab Ilham dengan senyumannya.

"Loh emangnya ada apa?" tanya Aisyah ragu. Apa ia akan segera di Khitbah oleh Ilham??

"Ada yang mesti diomongin lagi." ujarnya. "Tapi Mas bisa ngomong langsung sama kamu sekarang?" tanya Ilham.

"Kenapa Mas?" Aisyah mulai cemas. Jika benar Ilham ingin mengkhitbahnya, sesungguhnya ia belum siap. Baru saja hari ini ia mengalami patah hati yang teramat dalam.

Ilham mengambil nafas panjangnya. "Tapi sebelumnya aku minta maaf ya," Ilham menjeda ucapannya.

"Mi-minta maaf buat apa Mas?" tanya Aisyah.

"Aku mesti batalin rencana ta'aruf aku ke kamu. Karena lusa aku harus berangkat kuliah ke Mesir Syah," jelas Ilham membuat Aisyah mengerutkan keningnya.

AisyahKu, Aku Cinta...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang