Pria Dengan Kamera di Lehernya***

142 28 50
                                    

❄❄❄

"Ditolak lagi?" Matsu menebak sesaat setelah Natsu menjatuhkan diri di atas futon[1] dengan napas yang sesenggukan. Bukan hal yang aneh bagi Matsu jika melihat temannya pulang dengan mantel basah bersalju dan mata sembab di setiap awalan musim dingin.

"Aku sudah menduga hal ini, Natsu." Gadis berambut ikal itu menghidupkan kompor lalu menjerang air. "Tapi aku salut akan kegigihanmu. Semua itu layak diapresiasi."

Perlahan, Matsu duduk di pinggiran futon tempat temannya bersedu sedan. "Sudahlah Natsu. Mungkin ini bukan tahunmu." Matsu menepuk punggung temannya pelan. "Mungkin tahun depan...."

Natsu menggeleng dengan kepala yang ia benamkan ke bantal. Meneruskan isak tangis hingga terdengar begitu menyayat hati.

Matsu menghela napas.

"Sudahlah Natsu! Jangan tangisi orang yang mengabaikanmu, dia tidak melihat kerja kerasmu. Dia yang rugi."

"Apakah delapan tahun tidak cukup, Matsu?" Natsu seketika duduk, menatap langsung temannya. Matsu merasa tenggorokannya kering tatkala menilik mata merah Natsu yang tidak berhenti mengeluarkan air mata. "Butuh berapa tahun lagi agar dia bisa melihat kerja kerasku?"

"Natsu, kau...,"

"Aku lelah, Matsu-chan. Paling tidak seharusnya dia mau menerima syal dariku meski aku ditolak." Natsu menggigit bibir, menarik kedua lutut lalu mendekapnya. "Apakah Nishimura pikir hatiku terbuat dari karet?" Gadis itu menatap kosong salju di luar jendela. "Aku juga punya batasan."

"Lalu kenapa kau masih mengejarnya?" Matsu menghela napas. "Punya batasan, punya kesabaran, sering merasa ketidak pastian. Kau selalu mengatakan kalimat itu di setiap akhir tahun. Kau bilang kau lelah mengejar Nishi-kun, tapi nyatanya kau terus-terusan berharap."

Seketika gadis itu beranjak setelah bunyi air mendidih mengisi ruangan. "Kau itu keras kepala, Natsu. Kau melakukan semua sesuai perasaan dan tidak pernah mengajak logika untuk berperan."

"M-maksudmu?"

"Maksudku," Matsu menuangkan air panas ke cangkir marun mungil, semerbak aroma teh hitam menyeruak. "Delapan tahun kau selalu ditolak. Bukalah matamu, Natsu, kau pikir Nishimura akan menyukaimu dengan semua ini? Maksudnya... ayolah, apakah seorang gadis masih punya harapan jika seluruh usaha yang dikerahkannya tidak berhasil membuat pria yang disukainya jatuh hati?" Dengan hati-hati Matsu membawa secangkir teh, kemudian memberikannya pada temannya.

"Aku masih tidak mengerti, Matsu." Natsu meletakkan cangkir itu dengan dahi yang mengerut.

"Tidakkah kau pikir jika Nishimura juga punya orang yang disukai? Dia tidak pernah melihat seluruh kerja kerasmu, itu berarti matanya sudah tertuju pada gadis lain." Perlahan Matsu memberi penjelasan meski ia tahu hal ini tidak akan mempan untuk menyadarkan Natsu.

Natsu perlahan berpikir. Hal yang paling ia takuti selama ini tidak lain ialah kenyataan jika Nishimura menyukai orang lain, tapi ucapan Matsu barusan memiliki kemungkinan yang tidak kecil.

"Tidak." Natsu menggeleng. "Dia tidak mungkin menyukai orang lain."

"Bagaimana jika iya?"

"Kau memperburuk keadaan, Matsu-chan!" Natsu menarik selimut futonnya kemudian kembali menenggelamkan kepala.

"Iya-iya-iya, aku minta maaf, tapi jangan menangis lagi, Natsu, Kumohon!" Matsu bersumpah, sulit untuk menenangkan temannya yang menangis jika hal itu berkaitan dengan Nishimura.

"Aku ingin sendirian." Natsu mengatakan tanpa menatap wajah temannya. Matsu menghela napas sambil melihat kepulan asap yang keluar dari cangkir teh.

Yuki [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang