Chapter 9

583 24 0
                                    

Hari besar itu pun tiba. Sebuah ballroom hotel bintang 7 menjadi saksi betapa mewah acara pernikahan putra dari pimpiman Ash's Corp. Tamu udangan dari pejabat, pengusaha, dan orang terkenal di dalam maupun luar negeri.

Sebuah meja kecil tertata di tengah bagian depan. Di sana seorang penghulu duduk berdampingan dengan pak Aryo. Sedang Ben duduk di depan berseberangan di dampingi tuan Jay Asher. Ben memakai setelan kemeja warna putih gading lengkap dengan pecinya.

Sang penghulu bertanya, "Apakah sudah siap semua? Wali dan saksi sudah hadir semua?"
Pak Aryo mengangguk.
"Baiklah kita mulai saja ijab qobul nya. Silahkan pak Aryo."
Pak Aryo dengan tangan sedikit bergetar memegang microphone.
"Bismillah." tangan kanan menjabat tangan Ben.
"Ananda Ben Asher bin Jay Asher kunikahkan dan kawinkan kau dengan putriku Adara Fredella Ulani binti Aryo Supandi dengan mas kawin uang sebesar 50jt, tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Adara Fredella Ulani binti Aryo Supandi dengan mas kawin tersebut, tunai!"
Ben menjawab dengan lancar.
"Sah!" seru sang penghulu.
"SAH..... " semua menyerukan kata keramat itu. Kemudian pak penghulu membacakan doa-doa.

Semua mata tertuju pada Della yang baru keluar digandeng oleh bundanya. Tak terkecuali Ben yang sudah berubah status menjadi suami Della.
Della memakai kebaya warna putih. Ketiga sahabat dan adiknya berjalan dibelakang menghantarkan Della kepada Ben yang sudah siap menyambut. Della mencium punggung tangan suaminya. Dan Ben mencium kening istrinya. Sekarang mereka bertukar cincin.

Hari menjelang sore, saatnya acara resepsi dimulai. Tamu undangan mulai berdatangan. Ben dan Della sudah berganti kostum. Mereka duduk di pelaminan dan sesekali menyalami para undangan.
"Hiaaaa.... " ketiga teman Della menjerit girang menghampiri kedua mempelai.
"Akhirnya salah satu dari kita udah sold!" pekik Maya melirik Ben. "Tolong ya Ben jagain teman kita ini ya."
"Of course." senyum Ben merekah menampakkan giginya.

Sudah satu jam mereka menyalami tamu yang hadir. Della beberapa kali terlihat menarik nafas dalam-dalam.
"Hai" sebuah suara membuat Della mendongak dari tempat duduknya. Matanya melebar tidak percaya orang yang sedang berdiri di depannya saat ini menyalami suaminya dan memeluknya. Bukan pelukan persahabatan melainkan pelukan mesra. Ya itu Roy. Roy mengulurkan tangan kepada Della. Dengan gerakan mendekatkan wajah ke kuping Della, Roy berbisik.
"He is mine. Always mine." Roy menjauhkan wajah behadapan dengan Della menampakan senyuman mengejek. Hati Della tiba-tiba merasa panas. Sedikit merasa tidak suka dengan kehadiran 'pacar' suaminya itu.

#########################

Setelah acara selesai, malam itu juga Ben mengajak Della untuk tinggal bersama di apartemennya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah acara selesai, malam itu juga Ben mengajak Della untuk tinggal bersama di apartemennya. Awalnya Della protes karena belum sempat berkemas pakaian dan barang-barangnya. Namun kata Ben di apartemen sudah disiapkan semua keperluan Della termasuk pakaiannya. Dasar orang kaya. Dengus Della sambil berkecak pinggang.

Sepanjang perjalanan menaiki mobil BMW Sport Ben, Della mencoba mengakrabkan diri dengan suaminya. Bagaimana pun saat ini mereka sudah menikah bukan.
"Ben, boleh tanya sesuatu?"
"Hm" pandangan Ben masih fokus ke jalanan.
"Apa aku masih boleh bekerja?"
"Terserah kamu. Aku tidak akan mencampuri urusanmu. Dan sebaliknya, kamu jangan pernah campuri urusanku. Kita hanya tinggal bersama. Pernikahan kita hanya status. Dan berpura-pura harmonis di depan orang tua." ucapan dingin, datar tanpa ekspresi. Sungguh luar biasa aura seorang Ben Asher.
"Terimakasih." ucap Della.
Della sadar diri kalau dirinya tidak diinginkan. Mungkin kalau dia telanjang sekalipun Ben tidak akan meliriknya apalagi bernafsu. Jijik mungkin iya. Della jadi ingat perkataan teman-temannya sebelum berangkat tadi.

"Del, ini kado dari kita bertiga. Jangan lupa nanti dipakai ya." bisik Maya sambil mengedipkan satu matanya.
Della menerima satu paperbag dan diintipnya sedikit. Della melotot dengan isi kado itu.
"Kenapa kalian beri aku ini!"
"Siapa tahu, Ben hetero dan bisa 'on' juga kalau lihat kamu pakai ini. Hihihi" Shilla terkikik menggodanya.
"Iya Del, kalau 'adik'nya gak bangun. Kamu yang harus lebih agresif." tambah Rara memanasi.
"Dia sukanya sama batangan, bukan kayak aku!" jawab Della sebal.
"Kamu kan belum coba, who knows dia suka belah durian montong hahahah." kelakar Shilla.

Della menggelengkan kepala cepat. Mengusir pikiran kotor yang temannya tularkan di otaknya.
"Kamu kenapa?" tanya Ben heran melihat tingkahnya.
"Ehm gak apa-apa."
"Kita sudah sampai, cepat turun!" Della sedikit geram dengan perlakuan Ben.

Ini merupakan kedua kali Della masuk ke dalam apartemen Ben, setelah yang pertama melihat kejadian pengakuan Ben adalah seorang gay. Mengingat itu hati Della terasa tertonjok. Menyadarkan akan nasib masa depannya nanti.

"Kamarmu di sana." Ben menunjuk salah satu kamar yang berseberangan dengan pantry.
"Jangan harap kau satu kamar denganku. Jangan pernah masuk ke kamarku tanpa seijinku. Kamarku hanya boleh dimasuki oleh Roy. Mengerti!" ultimatum Ben. Betapa miris nasibnya kalah harus dikalahkan dengan kekasih gelap suaminya yang seorang pria. Apa kata dunia.

Memasuki kamarnya, Della hanya dibuat melongo. Hidup orang kalangan atas memang berbeda. Della membuka korden yang menutupi jendela. Pemandangan kota yang padat nampak jelas sekali. Dihiasi lampu-lampu gedung bertingkat dan perumahan. Lalu Della menelusuri kamar mandi yang ada di kamar itu. Kecil tapi lengkap dengan shower. Dia membuka lemari. Benar kata Ben, isi lemari sudah penuh dengan pakaian berbagai kondisi acara dan sepatu sesuai dengan ukurannya. Bahkan tas dengan merk mahal.

Setelah menguyur tubuhnya dengan air shower yang menyegarkan Della merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk. Menutupi separuh badannya dengan selimut tebal. Matanya mulai mengantuk. Belum ada lima menit dia sudah lelap dalam alam mimpi. Nafas teratur terdengar lembut dalam kesunyian kamarnya.

Sreeettt

Pintu kamar Della terbuka. Ben berjalan masuk mendekati ranjang yang telah ditempati wanita yang berstatus sebagai istrinya. Ben duduk di ujung ranjang di sisi Della tertidur. Dorongan tangan ingin membelai wajah itu semakin kuat. Wajah Della yang nampak lelah bercampur sedih. Kedua alisnya bertaut.
Apa dia memimpikan sesuatu?
Batin Ben. Dia menaikkan selimut sampai menutupi dagu Della.

Ben terdiam sesaat di sana. Termenung, memikirkan permintaan orang tuanya yang ingin memiliki cucu. Bukan Ben tidak mau menuruti kemauan mereka. Dan bukan Ben tidak tahu caranya. Tapi, tidak hanya hati, tubuh dan pikirannya belum pernah merasakan kehadiran seorang wanita selain mommy nya. Sejak dia mulai mengenal cinta, dia langsung jatuh cinta pada teman sekolahnya yang juga seorang pria. Bagaimana dia yang gay, harus bermesraan dengan wanita. Membayangkan saja dia merasa jijik.

Dan satu alasan lagi, dia tidak ingin menyakiti Roy kekasihnya. Karena Roy sudah hadir selama bertahun-tahun menghibur dan setia bersamanya.

Tapi saat ingatannya kembali melihat kesehatan mommy nya yang mudah drop, tidak tega untuk tidak memenuhi permintaan wanita yang telah melahirkannya. Entah bisikan setan dari mana, Ben merebahkan tubuhnya di samping Della. Suara nafas wanita itu yang halus seperti sebuah alunan lagu ninabobo. Mata Ben jadi terhipnotis dan tanpa sadar dia sudah tertidur pulas.

➿➿➿➿➿

Weh, kok bobok bareng?
Enakanya enaena gak yaa hihihi
Itu sih maunya readers ya
Xixixixi

Baca aja next chapter

The Gay Man Is My Future Husband ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang